Kamis, 23 Juli 2015
Bikang Peneleh
Bikang Peneleh Salah satu ikon camilan berat di Pasar Atum. Di samping cakue, toko Cakue Peneleh juga dikenal karena kue kompyang. Kue ini menjadi andalan konsumsi para pasukan China ketika berhadapan dengan Jepang. “Kuenya keras supaya praktis dibawa pasukan karena bisa tahan sampai dua minggu. Dua kali gigit dan minum sudah membuat perut kenyang,” jelas Iwan Osmond, suami Fang Fang. Untuk melanjutkan usaha keluarga ini, Fang Fang dibantu kakaknya, Rusli Jaya Atmaja, dan istrinya, Lindayani, bersama 20 pegawai.
Saat ini kompyang Peneleh mampu bertahan sampai satu minggu. Adonan mentahnya dibakar di gentong dengan kayu bakar selama satu jam. Itu mengingatkan pada proses pembuatan roti naan atau pita di India.
“Untuk kompyang kosongan, tanpa isi, lebih keras teksturnya dibandingkan dengan isi daging ayam dan babi: jelas Iwan yang membantu Fang Fang mengelola Toko Cakue Peneleh. Kompyang Peneleh yang diisi daging dimasak memakai oven biasa dan teksturnya agak empuk. Karena isiannya tidak dapat dinikmati semua orang, lebih baik menanyakan isi kompyang sebelum membeli.
Bukan cakue dan kompyang saja jajanan yang bisa ditemukan di Toko Cakue Perteleh. Pembeli bisa memilih roti goreng, ote-ote. bakpau, bakcang, kie cang, kulit bakpau, kacang kuah, ronde, dan bubur kacang hijau tanpa kulit. Harga semua makanan berkisar Rp 3.500.-
“otak-otak tengiri juga ada,” imbuh Iwan. Otak-otak tengiri dibuat dari daging ikan tengiri, tepung kanji, santan, dan bawang prei. Otak-otak tengiri ini baru setahun dibuat dan langsung mendapat pujian pelanggan,
Pembeli harus menunggu sebentar setelah memesan otak-otak sebab harus dipanggang terlebih dulu. Harga per buah Rp 3.000 dan bisa dibeli yang matang atau beku (vacuum).
Bikang Peneleh
Salah sati ikon camilan berat di Pasar Atum adalah Bikang Peneleh. Bikang merupakan salal1 satu jajanan tradisional yang mampu bertahan di zaman modern. Bersama kue lumpur, bikang buatan Ie Giok Swat dari Peneleh ini terkenal di kalangan warga Surabaya.
“Usaha ini inulai 1970-an. Waktu itu satu bikang dijual Rp 300,” tutur Hengki, anak Ie Giok Swat. Dia bersama sang adik, Lie Bie Kwan, meneruskan usaha ibunya di dua tempat, JI. Peneleh 32-34 dan Lantai Dasar Tahap I Pasar Aturn.
Saat ini, satu bikang dijual Rp 3.000, sedangkan kue lumpurnya yang empuk gurih Rp 4.000 per buah. Sehari-hari, Hengki dibantu oleh anaknya, Erick, di stan Pasar Atum. Selain kue lumpur, bikang juga dibuat langsung di tempat, disajikan hangat, dengan rasa pandan dan rasa cokelat. Bikang dan kue lumpur ini cocok sebagai pilihan oleh-oleh dari Surabaya.
sumber: https://jawatimuran.wordpress.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar