“, Antara Bulan Bintang dan Merah Putih”,
Gunung Halimun yang terletak di
Kabupaten Pidie, kini akan menoreh kembali histori dalam sejarah
perjuangan masyarakat Aceh baik sebelum Mou Helsinki 15 Agustus 2015
lalu, tepatnya 4 Desember 1976 dan kini 17 Agustus 2015 akan menjadi
saksi bersejarah kembali dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih
Raksasa.
Tanggal 4 Desember 1976 – 17 Agusutus
2015, bukan waktu yang singkat dalam sebuah pergolakan bersenjata,
mengapa tidak, sudah 39 Tahun lalu puncak Gunung Halimun menjadi catatan
penting dalam sejarah pergolakan Gerakan Aceh Merdeka melawan
Pemerintah Republik Indonesia yang di Prakarsai oleh Dr Tgk Hasan
Muhammad DiTiro dkk.
Pada 4 Desember 1976, Dr Tgk Hasan
Muhammad Di Tiro, mendeklarasikan Aceh Mardeka di Gunung Halimun, Pidie,
sebagai bentuk perlawanan terhadap RI sebagai “neokolonialisme”. Tgk
Hasan mengklaim Aceh adalah negara berdaulat dan tidak pernah menyerah
kepada Belanda, juga bukan bagian dari RI. Gerakan ini ia namai
“successor state” dan negara yang diproklamirkan bukanlah negara baru,
melainkan sambungan dari Kerajaan Aceh yang tidak pernah menyerah kepada
Belanda. tempat tinggalnya itu.
Sabtu, 30 Oktober 1976, sekitar pukul
8.30 pagi. Perahu yang ditumpangi Hasan Tiro dari Malaysia merapat di
Pasi Lhok, sebuah desa nelayan di pantai utara Aceh. Dari tempat itu dia
melanjutkan perjalanan ke arah timur. Sekitar pukul 6.00 sore Hasan
Tiro tiba di Kuala Tari.
Sekelompok laki-laki yang dipimpin M.
Daud Husin telah menunggu kehadirannya. Malam itu juga mereka berangkat
menuju Gunung Seulimeun.“Itu adalah malam pertama di tanah airku setelah
selama 25 tahun aku tinggal di pengasingan di Amerika Serikat,” tulis
Hasan
Itu adalah kunjungan rahasia dengan misi tunggal memerdekakan Aceh.
“Tak ada seorang pun di negeri ini yang mengetahui kedatanganku,” tulis Hasan Tiro Tiro dalam bukunya The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Tengku Hasan Di Tiro yang diterbitkan tahun 1984.
Itu adalah kunjungan rahasia dengan misi tunggal memerdekakan Aceh.
“Tak ada seorang pun di negeri ini yang mengetahui kedatanganku,” tulis Hasan Tiro Tiro dalam bukunya The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Tengku Hasan Di Tiro yang diterbitkan tahun 1984.
Secara Geografis, Gunung ini terletak di
Desa Blang Pandak Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie dan berbatasan
dengan Kabupaten Pidie Jaya. Dapat ditempuh 12 jam dari Desa Panda Kec.
Tangse, lewat Tiro, atau melalui Geumpang.
Legenda Halimun dan aroma mistik
Bukit Cokan, di Gunung Halimun adalah
lokasi Dr.Tgk Hasan Muhammad DiTiro menuliskan Deklarasi Kemerdekaan
Aceh, melanjutkan perjuangan Tengku Cik di Tiro dan para leluhurnya. Isi
Deklarasi itu diantaranya “Kami, rakyat Aceh, Sumatera, menggunakan hak
kami untuk menentukan nasib sendiri dan melindungi hak sejarah kami
akan tanahair kami, dengan ini menyatakan bahwa kami merdeka dan
independen dari kontrol politik rejim asing Jakarta dan orang asing dari
Pulau Jawa. Tanah Air kami, Aceh, Sumatra, selalu merdeka dan
independen sebagai Negara yang Berdaulat sejak dunia diciptakan…”
Dan tanggal 4 Desember 1976 deklarasi
kemerdekaan itu pun dibacakan. Sebagai Pusat Basis Gerilnya, Gunung ini
menjadi saksi bisu para inisiator pendiri Gerakan Aceh Merdeka. Nama
Halimun pun merebak membahana baik di dalam Negeri hingga ke dunia
International.
Bagi Masyarkat setempat, serbagai kisah
aBerbagai versi cerita mulai dari mantan GAM hingga Masyarkat sekitar,
menjadikan Gunung ini begitu melekat namanya
Bahkan sampai sekarang cerita mantan
GAM yang enggan menyebutkan namanya itu, menuturkan, di puncak Halimun
masih berkibar selembar bendera Aceh Merdeka yang dipasang Hasan Ditiro,
sebelum ia dan beberapa kawannya mengasingkan diri ke luar negeri. ”
Bendera nyan hana rusak. Sampoe uroenyoe mantong na berkibar,” cerita
mantan GAM Tangse itu, yang mengaku ia sempat bersembunyi dari kejaran
aparat pada masa konflik di dalam hutan Halimun.
Gunung Halimun namanya kini telah
melegenda bagi masyarakat Aceh. Menurut Tgk. Sofyan Muhammad, 50 warga
Desa Pulo Mesjid, tak mudah kita berhasil mencapai puncak Halimun. Dalam
hutan gunung Halimun itu punya kehidupan dunia lain selain dunia nyata.
Banyak orang-orang yang berniat jahat masuk ke dalam hutan Halimun, di
tengah perjalanan tersesat, sehingga setelah sekian lama orang yang
tersesat tadi dijumpai telah mati membusuk di tengah hutan oleh warga
yang mencari kayu bakar atau rotan.
“Ada juga orang yang bermaksud baik,
tapi di dalam perjalanannya ia tersesat. Ia akan menjumpai sebuah
perkampungan penduduk yang hidupnya damai. Para penduduk itu akan
membantu kita memberi makanan dan tempat istirahat seperti bale-bale
pengajian.
Lalu mereka penduduk dari alam lain itu,
akan membantu kita keluar dari perkampungan mereka, setelah kita
terjaga dari tidur,” ujar Tgk. Sofyan yang mengaku ia sempat menemukan
beberapa orang yang mengaku tersesat di dalam hutan Halimun, lalu orang
itu berita kepadanya.
Karena Desa Blang Pandak merupakan kaki
gunung itu. “Jika tidak ada halangan di dalam perjalanan kita akan
mencapai puncak selama 12 jam,” cerita Fatimah.
Tempat Keramat
Tempat Keramat
Usman, warga Desa Blang Pandak lainnya
mengungkapkan, tidak semudah dibayangkan dapat menempuh perjalanan
mencapai puncak Halimun. Berbagai cobaan dan peristiwa mistis akan
dialami orang yang bermaksut menuju ke puncak tersebut. Karena gunung
itu adalah tempat para aulia dan keramat. Peristiwa yang nyata dan pasti
akan dialami adalah digigit binatang sejenis pacat berbentuk seperti
ulat.
Binatang sejenis pacat itu bila
menggigit akan masuk ke dalam tubuh dan keluar lewat lubang bawah
manusia dan biasanya bila tidak segera mendapat obat penawar, orang
tersebut akan mati. “Karenanya kalau kita digigit binatang itu, kita
jangan langsung mencabutnya. Tetapi ekor binatang itu diikat benang dan
ditarik ke atas. Sebab bila giginya telah masuk ke dalam tubuh kita.
Gigi itu terus mengorek masuk dan melubangi tubuh manusia,” katanya.
Puncak gunung Halimun yang selalu
diselimuti kabut menyebabkan suhu dingin tak tahan tubuh manusia. Selama
dalam perjalanan menaiki puncak Halimun kita tidak boleh ria. “Dalam
perjalanan kita banyak pantangannya, tepuk tangan atau bersiul saja kita
tidak boleh. Kalau kita bertepuk tangan atau bersiul, hujan deras akan
turun dan kita akan tersesat atau mengalami hal-hal mistis di luar
kesadaran kita,” cerita Usman warga Desa Blang Pandak, Tangse.
Bulan Bintang Berganti Merah Putih
Di puncak gunung yang berada
diperbukitan bukit Barisan ini, tepat tanggal 17 Agustus 2015 sekira
pukul 10.00 WIB satu bendera raksasa dikibarkan dalam sebuah upacara
yang berlangsung khitmad. Tetapi bukan bendera bergambar bulan bintang
yang dikibarkan melainkan bendera Merah Putih berukuran 20×25 dikibarkan
di Gunung Halimun.
Dalam acara itu, Sejumlah apparat TNI
Dari Korem 011 Lilawangsa, Personil Polri dari Mapolres Pidie serta
ratusan masyarakat yang berbaur bersama mengikuti jalannya upacara
pengibaran bendera tersebut. Sebagai Pembina upacara dipimpin oleh Kol.
Inf Dedi Aguspurwanto dari Korem 011 Lilawangsa serta bertindak sebagai
pimpinan upacara Kasdim 0102/ Pidie, Manyor. Inf. Suparman.
Untuk mencapai lokasi pengibaran
bendera dengan ketinggian 1500 kaki itu, masyarakat dan seluruh undangan
serta pasukan TNI/Polri jajaran Korem 011/Lilawangsa harus menempuh
waktu satu jam tiga puluh menit perjalanan kaki. Perjalanan dengan kaki
tersebut dimulai dari gampong Blang Pandak, Kecamatan Tiro Kabupaten
Pidie dengan kondisi mendaki yang terjal dan licin pasca dilanda hujan
sehari sebelumnya.
Dalam acara itu tidak tampak tokoh
mantan GAM yang hadir baik mereka yang sudah jadi tokoh publik maupun
yang kini jadi tokoh masyarakat. Hanya ada satu orang tokoh GAM dari
Pidie Jaya yakni H Muhammad Yusuf Ibrahim yang merupakan mantan Wakil
Bupati Pidie Priode lalu.
Upacara pengibaran bendera merah putih
ukaran raksasa tersebut belangsung khidmat selama tiga puluh menit dan
selesai dilaksanakan pada pukul 10.30 Wib.
Danrem 011/Lilawangsa, Kol.Inf Dedi
Aguspurwanto seusai upacara mengatakan, maksud pengibaran bendara merah
putih ukuran raksasa di gunung Halimon adalah untuk menumbuhkan semangat
nasionalisme bagi generasi Aceh di masa yang akan datang serta menjaga
semangat damai yang telah tumbuh di bumi Aceh selama 10 tahun.
“Dengan semangat kemerdakaan mari kita
sama-sama, bahu membahu menjaga perdamaian dan membangun Aceh ke arah
lebih maju dan sejahtera dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan,”
katanya.(Berbagai Sumber/http://www.posindependent.com/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar