Jumat, 11 September 2015

Sejarah Gunung Halimun

“,  Antara Bulan Bintang dan Merah Putih”,

Gunung Halimun yang terletak di Kabupaten Pidie, kini akan menoreh kembali histori dalam sejarah perjuangan masyarakat Aceh baik sebelum Mou Helsinki 15 Agustus 2015 lalu, tepatnya 4 Desember 1976 dan kini 17 Agustus 2015 akan menjadi saksi bersejarah kembali dengan pengibaran Sang Saka Merah Putih Raksasa.
Tanggal 4 Desember 1976 – 17 Agusutus 2015, bukan waktu yang singkat dalam sebuah pergolakan bersenjata, mengapa tidak, sudah 39 Tahun lalu puncak Gunung Halimun menjadi catatan penting dalam sejarah pergolakan Gerakan Aceh Merdeka melawan Pemerintah Republik Indonesia yang di Prakarsai oleh Dr Tgk Hasan Muhammad DiTiro dkk.
Pada 4 Desember 1976, Dr Tgk Hasan Muhammad Di Tiro, mendeklarasikan Aceh Mardeka di Gunung Halimun, Pidie, sebagai bentuk perlawanan terhadap RI sebagai “neokolonialisme”. Tgk Hasan mengklaim Aceh adalah negara berdaulat dan tidak pernah menyerah kepada Belanda, juga bukan bagian dari RI. Gerakan ini ia namai “successor state” dan negara yang diproklamirkan bukanlah negara baru, melainkan sambungan dari Kerajaan Aceh yang tidak pernah menyerah kepada Belanda. tempat tinggalnya itu.
Sabtu, 30 Oktober 1976, sekitar pukul 8.30 pagi. Perahu yang ditumpangi Hasan Tiro dari Malaysia merapat di Pasi Lhok, sebuah desa nelayan di pantai utara Aceh. Dari tempat itu dia melanjutkan perjalanan ke arah timur. Sekitar pukul 6.00 sore Hasan Tiro tiba di Kuala Tari.
 Sekelompok laki-laki yang dipimpin M. Daud Husin telah menunggu kehadirannya. Malam itu juga mereka berangkat menuju Gunung Seulimeun.“Itu adalah malam pertama di tanah airku setelah selama 25 tahun aku tinggal di pengasingan di Amerika Serikat,” tulis Hasan
Itu adalah kunjungan rahasia dengan misi tunggal memerdekakan Aceh.
“Tak ada seorang pun di negeri ini yang mengetahui kedatanganku,” tulis Hasan Tiro Tiro dalam bukunya The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Tengku Hasan Di Tiro yang diterbitkan tahun 1984.
Secara Geografis, Gunung ini terletak di Desa Blang Pandak Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie dan berbatasan dengan Kabupaten Pidie Jaya. Dapat ditempuh 12 jam dari Desa Panda Kec. Tangse, lewat Tiro, atau melalui Geumpang.
Legenda Halimun dan aroma mistik
Bukit Cokan, di Gunung Halimun adalah lokasi Dr.Tgk Hasan Muhammad DiTiro menuliskan Deklarasi Kemerdekaan Aceh, melanjutkan perjuangan Tengku Cik di Tiro dan para leluhurnya. Isi Deklarasi itu diantaranya “Kami, rakyat Aceh, Sumatera, menggunakan hak kami untuk menentukan nasib sendiri dan melindungi hak sejarah kami akan tanahair kami, dengan ini menyatakan bahwa kami merdeka dan independen dari kontrol politik rejim asing Jakarta dan orang asing dari Pulau Jawa. Tanah Air kami, Aceh, Sumatra, selalu merdeka dan independen sebagai Negara yang Berdaulat sejak dunia diciptakan…”
 Dan tanggal 4 Desember 1976 deklarasi kemerdekaan itu pun dibacakan. Sebagai Pusat Basis Gerilnya, Gunung ini menjadi saksi bisu para inisiator pendiri Gerakan Aceh Merdeka. Nama Halimun pun merebak membahana baik di dalam Negeri hingga ke dunia International.
Bagi Masyarkat setempat, serbagai kisah  aBerbagai versi cerita mulai dari mantan GAM hingga Masyarkat sekitar, menjadikan Gunung ini begitu melekat namanya
 Bahkan sampai sekarang cerita mantan GAM yang enggan menyebutkan namanya itu, menuturkan, di puncak Halimun masih berkibar selembar bendera Aceh Merdeka yang dipasang Hasan Ditiro, sebelum ia dan beberapa kawannya mengasingkan diri ke luar negeri. ” Bendera nyan hana rusak. Sampoe uroenyoe mantong na berkibar,” cerita mantan GAM Tangse itu, yang mengaku ia sempat bersembunyi dari kejaran aparat pada masa konflik di dalam hutan Halimun.
Gunung Halimun namanya kini telah melegenda bagi masyarakat Aceh. Menurut Tgk. Sofyan Muhammad, 50 warga Desa Pulo Mesjid, tak mudah kita berhasil mencapai puncak Halimun. Dalam hutan gunung Halimun itu punya kehidupan dunia lain selain dunia nyata. Banyak orang-orang yang berniat jahat masuk ke dalam hutan Halimun, di tengah perjalanan tersesat, sehingga setelah sekian lama orang yang tersesat tadi dijumpai telah mati membusuk di tengah hutan oleh warga yang mencari kayu bakar atau rotan.
“Ada juga orang yang bermaksud baik, tapi di dalam perjalanannya ia tersesat. Ia akan menjumpai sebuah perkampungan penduduk yang hidupnya damai. Para penduduk itu akan membantu kita memberi makanan dan tempat istirahat seperti bale-bale pengajian.
Lalu mereka penduduk dari alam lain itu, akan membantu kita keluar dari perkampungan mereka, setelah kita terjaga dari tidur,” ujar Tgk. Sofyan yang mengaku ia sempat menemukan beberapa orang yang mengaku tersesat di dalam hutan Halimun, lalu orang itu berita kepadanya.
Karena Desa Blang Pandak merupakan kaki gunung itu. “Jika tidak ada halangan di dalam perjalanan kita akan mencapai puncak selama 12 jam,” cerita Fatimah.
Tempat KeramatRibuan Warga Pidie dan Pijay Kibarkan Merah Putih Raksasa di Bukit Halimon
Usman, warga Desa Blang Pandak lainnya mengungkapkan, tidak semudah dibayangkan dapat menempuh perjalanan mencapai puncak Halimun. Berbagai cobaan dan peristiwa mistis akan dialami orang yang bermaksut menuju ke puncak tersebut. Karena gunung itu adalah tempat para aulia dan keramat. Peristiwa yang nyata dan pasti akan dialami adalah digigit binatang sejenis pacat berbentuk seperti ulat.
Binatang sejenis pacat itu bila menggigit akan masuk ke dalam tubuh dan keluar lewat lubang bawah manusia dan biasanya bila tidak segera mendapat obat penawar, orang tersebut akan mati. “Karenanya kalau kita digigit binatang itu, kita jangan langsung mencabutnya. Tetapi ekor binatang itu diikat benang dan ditarik ke atas. Sebab bila giginya telah masuk ke dalam tubuh kita. Gigi itu terus mengorek masuk dan melubangi tubuh manusia,” katanya.
Puncak gunung Halimun yang selalu diselimuti kabut menyebabkan suhu dingin tak tahan tubuh manusia. Selama dalam perjalanan menaiki puncak Halimun kita tidak boleh ria. “Dalam perjalanan kita banyak pantangannya, tepuk tangan atau bersiul saja kita tidak boleh. Kalau kita bertepuk tangan atau bersiul, hujan deras akan turun dan kita akan tersesat atau mengalami hal-hal mistis di luar kesadaran kita,” cerita Usman warga Desa Blang Pandak, Tangse.
Bulan Bintang Berganti Merah Putih
Di puncak gunung yang berada diperbukitan bukit Barisan ini, tepat tanggal 17 Agustus 2015 sekira pukul 10.00 WIB satu bendera raksasa dikibarkan dalam sebuah upacara yang berlangsung khitmad. Tetapi bukan bendera bergambar bulan bintang yang dikibarkan melainkan bendera Merah Putih berukuran 20×25 dikibarkan di Gunung Halimun.
Dalam acara itu, Sejumlah apparat TNI Dari Korem 011 Lilawangsa, Personil Polri dari Mapolres Pidie serta ratusan masyarakat yang berbaur bersama mengikuti jalannya upacara pengibaran bendera tersebut. Sebagai Pembina upacara dipimpin oleh Kol. Inf Dedi Aguspurwanto dari Korem 011 Lilawangsa serta bertindak sebagai pimpinan upacara Kasdim 0102/ Pidie, Manyor. Inf. Suparman.Pengibaran bendera RI di Gunung Halimun, Pidie. 17 Agustus 2015. Foto: Zamah Sari.
 Untuk mencapai lokasi pengibaran bendera dengan ketinggian 1500 kaki itu, masyarakat dan seluruh undangan serta pasukan TNI/Polri jajaran Korem 011/Lilawangsa harus menempuh waktu satu jam tiga puluh menit perjalanan kaki. Perjalanan dengan kaki tersebut dimulai dari gampong Blang Pandak, Kecamatan Tiro Kabupaten Pidie dengan kondisi mendaki yang terjal dan licin pasca dilanda hujan sehari sebelumnya.
Dalam acara itu tidak tampak tokoh mantan GAM yang hadir baik mereka yang sudah jadi tokoh publik maupun yang kini jadi tokoh masyarakat. Hanya ada satu orang tokoh GAM dari Pidie Jaya yakni H Muhammad Yusuf Ibrahim yang merupakan mantan Wakil Bupati Pidie Priode lalu.
Upacara pengibaran bendera merah putih ukaran raksasa tersebut belangsung khidmat selama tiga puluh menit dan selesai dilaksanakan pada pukul 10.30 Wib.
Danrem 011/Lilawangsa, Kol.Inf Dedi Aguspurwanto seusai upacara mengatakan, maksud pengibaran bendara merah putih ukuran raksasa di gunung Halimon adalah untuk menumbuhkan semangat nasionalisme bagi generasi Aceh di masa yang akan datang serta menjaga semangat damai yang telah tumbuh di bumi Aceh selama 10 tahun.
“Dengan semangat kemerdakaan mari kita sama-sama, bahu membahu menjaga perdamaian dan membangun Aceh ke arah lebih maju dan sejahtera dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan,” katanya.(Berbagai Sumber/http://www.posindependent.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar