Popularitas
sebuah karya acapkali jauh melampaui ketenaran si pembuat karya. Bahkan,
popularitas sebuah karya nyaris tak hilang oleh waktu.
=================
Ketenaran seorang Edhie Soenarso boleh jadi
hanya berputar-putar di lingkup kehidupan para seniman patung atau mereka yang
pernah bersentuhan dengan sosok yang pernah aktif di Institut Seni Indonesia
(ISI) Yogyakarta. Tak banyak yang mengenal sosok Edhi Soenarso.
Tapi, bila kita menyebut Patung Dirgantara
alias Patung Pancoran dan Tugu Selamat Datang, banyak di antara paham dan
mengenal tugu atau patung yang sampai kini masih dianggap sebagai penanda
kawasan (landmark). Patung Dirgantara sangat identik dengan
kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Sedangkan Tugu Selamat Datang dikenal
sebagai penanda kawasan Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.
Ya, dua karya monumental itulah yang
sesungguhnya melambungkan nama seniman patung Edhi Soenarso. Dan sosok yang
sempat ragu menerima tawaran membuat Tugu Selamat Datang itu kini telah tiada. Seniman
Edhie Soenarso wafat dalam usia 83 tahun, Senin (4/1/2016) malam di Yogyakarta.
"Telah berpulang ke pangkuan Allah SWT,
pematung Indonesia Empu Ageng Edhi Soenarso, malam ini pukul 23.15 di RS Jogja
International Hospital," demikian ditulis akun Facebook resmi milik Institut Seni Indonesia Jogjakarta, Selasa
(5/1/2015). Jenazah Edhie dimakamkan pada Selasa. Upacara pemakaman dimulai
dari rumah duka di Desa Nganti RT 2 RW 7, Mlati, Sleman, Yogyakarta.
Melalui akun Twitter-nya, Sastrawan Goenawan
Mohamad mengenang Edhie sebagai pematung terbesar dalam sejarah seni rupa
Indonesia.
Edhie dikenal lewat karyanya berupa
patung-patung besar di Jakarta, antara lain Patung Dirgantara atau biasa
disebut Patung Pancoran di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Dia juga
membuat Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.
Tugu Selamat Datang dapat disebut karya patung
pertama anak bangsa berbahan perunggu. Tugu itu dibuat pada tahun 1959 atas pesanan
Presiden Soekarno untuk menyambut pesta olahraga Asian Games IV (1962). Harian Kompas terbitan tanggal 7 Juni 1999
memuat artikel di mana Edhie sempat merasa ragu tatkala diundang ke Istana
Negara dan diminta oleh Bung Karno untuk membuat patung itu dengan tinggi
sembilan meter.
Berkat dukungan rekan-rekan sesama seniman, lelaki
kelahiran Salatiga (Jawa Tengah) tanggal 2 Juli 1932 itu pun menyanggupi. Namun
dia menyarankan kepada Bung Karno agar tinggi patung dikurangi menjadi enam
meter.
Dalam proses pengerjaan patung modelnya, Edhie
dibantu oleh seniman Trubus. Kemudian pengecoran bahan perunggu dikerjakan oleh
Gardono. Pengerjaan patung selesai dalam waktu sembilan bulan. Dan imbalannya
waktu itu Rp3 juta, sebuah angka yang lumayan besar ketika itu.
"Tidak untung, tidak rugi. Tapi kami
bangga karena berhasil membuktikan bahwa kita mampu menghasilkan patung
berbahan perunggu," ujar Edhie waktu itu.
Sejak itu dia dipercaya oleh Bung Karno untuk
mengerjakan patung-patung lain, seperti patung Pembebasan Irian Barat di
Lapangan Banteng dan patung Dirgantara di Pancoran, Jakarta. Karya-karya Edhie
sungguh terasa ekspresif dan monumental.
Pada tahun 2012, sutradara Lasja Fauzia
Susatyo dan seniman grafis Alit Ambara meluncurkan film dokumenter berjudul
"Begini Lho, Ed!". Film ini berkisah tentang perjalanan hidup Edhie.
Edhie Soenarso telah tiada. Karya-karyanya
masih yang abadi di tengah-tengah kita, menjadi penyambung umur seorang Edhie. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar