Selasa, 22 Juli 2014

Kisah Wempy

Metropolitan macam Jakarta, selalu menjadi magnit bagi anak bangsa dari berbagai daerah di Indonesia. Saat mudik dan kembali, ada istilah, pulang satu bawa tiga. Ibu kota negara ini, bagaikan kapal besar yang mestinya harus oleng. Meski demikian, ‘kapal’ itu menyisakan satu masalah. Menampung penumpang dengan berbagai profesi dan pekerjaan. Bekerja di dunia keras, termasuk yang ikut mewarna belantara kehidupan di metropolitan ini. Wempy, termasuk salah seorang yang pernah berkiprah di dunia yang selalu berhadapan dengan – dibunuh atau membunuh itu. Di sisi akhir menjelang usianya kian lanjut, dia sadar. Mencoba beralih tugas. Mencoba meninggalkan dunia keras dan menjadi orang dengan berperilaku baik. Kisahnya. (Penulis).
Orang tuanya, termasuk tuan tanah di Kei Besar. Dalam bahasa daerah, tuan tanah disebut dengan Mel Nangan. Dia sebenarnya bisa hidup tenang di kampung halaman dengan posisi ayahnya yang tuan tanah. Tetapi, merantau sudah jadi ikon buat lelaki Maluku. Itu bukan baru sekarang, sudah sejak dulu. Jangankan merantau ke dalam negeri, ke luar negeri – ke Belanda – banyak dilakukan penduduk seribu pulau ini. Bahkan, kakaknya yang kedua sudah bermukim di Negeri Kincir Angin itu sejak balita. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak anak Maluku di Jakarta berasal dari Kei Besar. Kampung asal Wempy namanya Mon.
Nama orang tuanya Efrain Reinhoward. Ibunya, Kalasina Faubun Efrain Reinhoward. Pasangan ini memiliki enam anak. Anak keempatnya bernama Wempy. Keempat saudaranya sudah ada di Jakarta.
Wempy dilahirkan 27 Juni 1977. Dia tiba di Jakarta pertama kali ikut paman, Derek Faubun, tahun 1982. Waktu itu tinggal di Tanjung Priok. Hanya sepuluh tahun saja di Jakarta, Wempy balik lagi ke Tual. Nanti tahun 1997, kembali ke Jakarta dan menetap. Dia mulai ikut-ikut dan sudah mulai tahu kondisi Jakarta. Begitu paman meninggal, dia kemudian tinggal di rumah tante. Tak enak juga, numpang sama tante. Akhirnya, dia gabung dengan anak-anak Tangerang, di Batu Ceper.
Oh, ya, katanya mengingat, mulai dari Celeduk, Karang Tengah. Yang mendidik dia pertama kali adalah orang Makassar. Dia sudah meninggal dunia. Wempy tidak pernah tahu nama aslinya. Ia hanya tahu dan sering memanggilnya Aba. Dialah yang mengajari dia bagaimana hidup di Jakarta dengan segala sepak terjang kota metropolitan yang keras. Bagaimana seorang laki-laki menangkap peluang-peluang di kota metropolitan itu. Dia muslim, Wempy Kristen. Tetapi keduanya tidak pernah melihat garis perbedaan keyakinan. Yang selalu dia katakan adalah bagaimana bisa bertahan hidup tanpa minta tolong orang lain. Prinsip-prinsip dagang juga diajarkan, tetapi Wempy tidak tertarik.
Kisah perkenalan mereka berawal di Tangerang.Dulu, beliau masih jual-jual ikan dari Muara Karang ke pasar-pasar di Tangerang. Dulu juga Wempy sering main-main di pasar. Misalnya saja di pasar Cikoko dulu pernah Wempy rebut. Dapat jatah di situ. Sudah ada penghasilan tetap di situ. Waktu itu, dia masih berumur 20 tahun. Untuk jadi sesuatu belum dewasa. Namun Aba melihat bahwa dengan umur segitu, bisa berusaha. Dari Tangerang ini, Wempy tinggal di Batu Ceper, bersama istri muda Aba.
Tidak ada pelatihan khusus yang diajarkan. Hanya saja diajarkan bagaimana cara bertemu orang. Cara berbicara. Dulu, preman masih kentara. Setiap penyelesaian selalu dengan cara mencabut golok. Itu sudah jadi tradisi dunia preman dulu. Pada masa lalu, ketika masih memiliki banyak uang, Wempy tidak selalu ada di Jakarta. Selalu pulang ke Kei. Habis-habis setelah pulang, hura-hura. Dulu dapat duit besar.
Sejak dia punya nama pertama kalinya muncul di Bandung. Bermula di Jl.Rajawali. Dulu, tidak ada kerja lain, kecuali menagih. Istilah kerennya debt collector. Itu tahun 1997 saat dia bergabung dengan teman-teman.
‘’Saya pernah merasakan hidup senang dari tahun 1999. Hidup di dunia ini bagaikan surga, sebab saya dekat dengan salah seorang distributor salah satu merek ban untuk Indonesia,’’ kata Wempy.
Sosok Wempy ketika itu, dianggap sangat legendaris. Jika seseorang bertemu dia selalu merasa tidak nyaman. Jadi di mana-mana saja, dia tetap ‘dipakai’. Dalam dunia pekerjaan, dia selalu memiliki prinsip. Yang pertama selalu dia tanamkan dalam hati bahwa uang bukan jadi ukuran. Kejujuran dan sopan santun paling utama. Komunitas hidupnya dominan orang Betawi. Banyak yang dia lakukan belum selesai. Tetapi yang dia lakukan itu adalah tanggungjawabnya. Di kekiniannya, orang tidak pernah tahu kerap dia datang. Orang tidak pernah tahu, apakah dia meninju orang atau tidak. Meski diposisikan sebagai pimpinan di antara gangnya, tetapi dia tidak pernah menganggap mereka sebagai anak buah. Wempy selalu menganggap mereka itu sebagai saudara-saudaranya. Dalam bentuk apa pun dia akan bantu.
Setelah berubahnya suasana politik di Indonesia, ternyata juga mempengaruhi iklim ‘usaha’ Wempy. Kinerjanya pun berpengaruh. Orang lebih bebas berbicara. Namun kerja Wempy sebagai debt collector atau pengamanan pribadi selalu profesional. Sebelum melaksanakan tugas, terlebih dahulu meminta penjelasan dari kliennya. Baik itu berupa surat kuasa. Yang paling penting jadi acuannya adalah surat kuasa untuk mengamankan satu aset. Itu pun harus pula disahkan ke notaris. Ini dimaksudkan agar di kemudian hari tidak bermasalah.
Jumlah personel anggota Wempy berkisar`100-an orang lebih. Mereka yang sebanyak itu masih memiliki ‘pegangan’ masing-masing ke bawah.Dalam pekerjaan, jaringan itu untuk mencari solusi atau jalan keluar suatu masalah.
Kendala yang sering dihadapi dalam melaksanakan tugas sebagai debt collector adalah masalah hukum. Di sini juga terkait masalah penampilan. Cara bertemu orang, sopan santun. Yang sering juga ditemukan adalah jebakan-jebakan hukum yang dilakukan oleh obyek yang ditagih. Misalnya saja, dengan tudingan perbuatan yang tidak menyenangkan. Ini yang sering terjadi. Wempy beruntung, mampu menghindari jebakan seperti ini. Dia mampu menjaga imejnya terhadap orang. Kalau mau bertemu dengan seseorang terlebih dahulu harus dipelajari dulu. Intinya adalah menanam dulu sopan santun.
Dalam dunia penagihan, kadang ada back up-back up-an, karena mungkin yang bersangkutan yang bakal datang itu dari komunitas ini. Dia mencoba mengadu dengan komunitas yang lain. Di sini sering timbul benturan-benturan. Padahal yang ditagih itu adalah memang kewajiban dia untuk membayar. Tetapi kebanyakan orang dengan dalih takut menghadapi kelompok Wempy. Dulu, kalau nagih-nagih orang itu. Masalah kepercayaan ini penting, sebab di mana pun pelaksananya harus memperoleh progress dari apa yang dilakukannya.
Ketika memulai operasi penagihan, yang pertama dilakukan Wempy adalah mendatangi obyek. Tugasnya, menanyakan, apakah dia sudah tahu kewajibannya. Apa masalahnya, sehingga dial alai memenuhi kewajibannya. Apakah dia sengaja dia lakukan, padahal dia tahu punya hutang? Dengan kedatangan Wempy, mungkin dia merasa bahwa – karena dia punya level mungkin – hingga tak pantas bertemu seperti Wempy. Kalau tipe orang seperti ini, kata Wempy, tidak perlu dihargai. Kalau bertemu dengan orang macam ini ‘’ya kasar saja sudah’’. Dia mau apa saja, saya siap. Dia siap. Dia sudah tahu apa yang terbaik dan yang terburuk akan dilakukan. Kerja seperti ini butuh pengorbanan. Mereka sudah dilatih, saat salah harus nyatakan salah. Jika betul, nyatakan betul. Alhamdulillah, sebut Wempy, saat menagih ke orang belum pernah ada istilah uang mundur, uang tunggu. Belum pernah ada. Sebab, saya pikir pekerjaan ini kalau orang mau cepat kaya bisa saja.Bisa dapat lima atau enam klien saja per tahun, sudah bisa duduk tenang saja. Apalagi kalau dia bisa bertemu orang dengan baik. Kalau seseorang berpikir uang yang diterima hari ini sudah cukup, berarti dia tidak berpikir ke depan.
‘’Yang saya lakukan selama ini adalah selalu menjaga kepercayaan,’’ katanya.
Masalah yang paling berat dia hadapi adalah persoalan eksekusi lahan. Orang selalu berpikir bahwa di saat turun ke lapangan untuk menyelesaikan masalah, pasti selalu ada benturan. Namun, kata Wempy, permasalahannya jelas. Tidak pernah ada bahwa harus dibawa ke pengadilan.
‘’Kita selalu berdasarkan pada ‘girih’ yang dibuat bersama dengan akte tanah. Itu kalau masalahnya berkaitan dengan tanah,’’ sebutnya.
Umumnya, mereka yang berutang ini memenuhi kewajibannya. Ya, sekitar 90%. Tagihan itu tergantung juga nama besar penagihnya. Jadi, dia terkadang berpikir mengenai masalah keamanan dirinya sendiri. Kata Wempy, kabarnya ada undang-undang mengenai debt collector. Meski demikian, yang dia selalu jaga adalah performance dalam menghadapi seseorang. Yang selalu jadi perhatian adalah bagaimana orang bisa menerima penagih itu apa adanya. Tentu saja dengan sopan santun.
Berapa banyak yang mereka peroleh dari pekerjaan sebagai debt collector? Tidak ada angka pasti, tetapi persentasenya macam-macam. Misalnya saja, uang Rp 1 milyar, itu pun harus ada biaya operasional. Juga ada fee yang bisa mencapai 40%. Jika tidak ada biaya operasional, fee-nya bisa mencapai sebanyak itu. Bisa juga fifty-fifty. Kebanyakan yang didapat Wempy berkisar 30%. Itu khusus untuk tagihan di Jakarta. Kalau tagihan di luar Jakarta, tentu perhitungannya lain lagi. Bandung masih masuk hitungan Jakarta. Kalau Jawa Timur dan Jawa Tengah selain biaya operasional, fee-nya bisa capai 40%. Itu sudah wajar. Bahkan diperlukan koordinasi di tengah negara.
Kebanyakan yang bandel adalah mereka yang benar-benar sudah bangkrut. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Bahkan, kebanyakan yang Wempy temukan sudah bangkrut. Ada juga yang sengaja mengambil duit di tempat tertentu lalu lari sembunyi di tempat lain. Malah pada tahun 2007, Wempy pergi jemput orang di Malaysia. Ketemu. Kisahnya, dulu memiliki perusahaan kapal cepat di Tanjung Priok. Sistem kerja sama. Ketika memperoleh untung, dia lari membawa kabur keuntungan tersebut. Untung juga ketika itu, Wempy masih memiliki akses untuk masuk tanpa menghadapi urusan sana-sini yang menghambat.
Dia sebenarnya warga Malaysia. Dia hanya mengembalikan beberapa trilyun, selebihnya masih dia tanam pada kapal cepat yang masih nongkrong di Pelabuhan Batam. Kapal tersebut terbuat dari bahan aluminium, sejenis dengan bahan yang digunakan untuk sayap pesawat.
Wempy sebenarnya tidak suka dengan ‘markas’, meski dulu pernah ada di Tangerang. Dia memandang jika ada markas seperti itu cenderung meresahkan warga. Kalau pun ada, ditunggui anak-anak yang standby, ketika Wempy belum terikat dengan salah satu organisasi. Kala itu, sampai ada 10 orang untuk menemani. Tetapi selalu ada dalam pikirannya, keinginan untuk berubah. Apakah harus begitu terus. Dia menyadari bagaimana melewati masa-masa sulit itu dengan melakukan pendekatan pada orang-orang tertentu yang pernah memperoleh bantuan dalam hal keamanannya. Mereka itu pernah benar-benar memerlukan pertolongan. Meski sudah bertahun-tahun berpisah dan begitu lewat di depan rumah dan mereka lihat, pasti masih ingat. Bahkan masih ada hubungan baik.
Wempy sebenarnya masih menjalani profesinya sebagai debt collector hingga sekarang. Tetapi, dia terus mencoba mengubah diri. Salah satu jalan adalah dengan mencoba mendekatkan diri dengan Bung Karman Mustamin.
‘’Masa kita mau begini terus. Kita juga berpikir bagaimana bisa hidup pada masa tua nanti dengan jalan yang lebih baik,’’ kata Wempy.
Sekarang, kebanyakan pos-pos yang biasa dia pegang dulu sudah dialihkan kepada mereka yang dipercayakan menanganinya. Dalam soal pertemanan, sebut Wempy, mereka itu selalu menerima berbagai informasi mengenai prinsip dirinya dalam hubungan pertemanan. Mereka biasa selalu hati-hati dalam mengambil setiap keputusan. Sebab, sekali mereka bohong, itu berarti fatal buat Wempy. Tidak ada yang harus sembunyi-sembunyi. Harus apa adanya. Harus berani mengambil keputusan tegas. Kakak-kakak Wempy memang bagaikan militer yang berdisiplin keras.
‘’Saya selalu sportif pada pihak keamanan. Kalau ada saudara-saudara saya yang salah, dia harus bertanggungjawab atas perbuatannya,’’ sebut Wempy.
Kerja sama dengan pihak keamanan hanya sebatas koordinasi. Mereka tidak pernah masuk ke ranah pekerjaan Wempy. Dia selalu berprinsip, ‘’saya salah, Anda dapat saya. Tetapi di saat saya benar, Anda jangan coba-coba tangkap saya. Saya selalu bekerja dengan prosedur yang ada. Saya selalu berkoordinasi dengan mereka itu, bagaimana saya harus menghadapi seseorang. Yang begini, saya selalu sharing dengan pihak kepolisian. Tetapi kalau mem-back up, belum pernah’’.
Ada juga pernah berurusan dengan pejabat. Tetapi itu cukup dia tahu. Itu juga bagian prinsip. Ada yang boleh orang tahu dan tidak. Termasuk kedekatan dengan siapa pun. Itu sangat sensitif untuk orang lain tahu. Mereka bekerja dengan modal kepercayaan. Tanpa itu, komunitas mereka bakal tidak memiliki tempat lagi di Jakarta.
Rekor menagih terbesar diperoleh Wempy adalah ketika menjemput orang dari Malaysia. Ini berkaitan dengan perusahaan. Lagian, bukan masuk kelas teri. Yang terakhir tahun kemarin itu, nominal jika diuangkan mencapai Rp 12 milyar. Itu tuntas dalam dua tahun. Kalau Rp 12 milyar dalam dua tahun, tak mungkin. Tetapi Wempy punya trik sendiri, bagaimana mereka bisa membayar. Banyak alasan mereka, dengan melihat rumahnya saja, komunitas Wempy ini sudah sedih. Dia keluar dari lorong naik angkot. Tetapi, begitu sampai di suatu tempat parker, dia menunggang mobil mewah.
Pakai Jasa Orang Lepra
Setelah menerima surat kuasa menagih utang, penagih harus mengonfirmasi lagi ke notaries lagi. Ini bukti, bahwa kita bernaung di bawah satu badan hukum baru bisa menagih. Sekarang sudah mengarah kepada kerja sama dengan pengacara. Tetapi tetap menjunjung tinggi nilai-nilai profesional di lapangan. Wempy tidak terima kalau disebut preman. Sebab, mereka selalu menunjukkan keprofesionalan. Mereka berbicara dengan sebaik mungkin dalam bahasa yang santun. Itu lebih banyak berhasil. Itulah pulalah yang menyebabkan dia bisa bertahan hidup di Jakarta yang keras ini.
Di antara 10% tertagih yang bandel itu benar-benar mafia. Mereka tidak tahu kapan pastinya pulang ke rumah mereka. Wempy terpaksa tongkrongi rumahnya berhari-hari. Kalau orang tersebut tidak punya niat bertemu, terpaksa ditekan melalui istrinya. Jika didapat istrinya. Anaknya juga. Tetapi tidak disandera. Cuma minta mereka menelepon tertagih agar datang dengan trik-trik tersendiri.
Di antara juga yang lari ke luar negeri. Tetapi sampai kapan di luar negeri pasti kembali ke tanah air. Tetapik kebanyakan ada di seputaran Jakarta, Bogor, dan tempat lainnya. Jam tidurnya pun tidak teratur jika lagi menguber tertagih. Biasa tidur pukul 04.30 pagi. Kadang juga tidak tidur semalaman. Malam dia jadikan siang. Malam dijadikan siang.
Terjun ke dunia profesi ini memerlukan persiapan. Beladiri termasuk salah satu modal dasar. Wempy sendiri berlatih beladiri karate dan taekwondo. Skill beladiri itu sudah dia peroleh sejak di Tual. Teknik-teknik dasar menghadapi orang memang sudah pasti. Itu kita dipersiapkan untuk masa depan. Itu juga jadi pegangan.
Dalam keseharian hidup di dunia keras, yang ada di benak Wempy adalah bisa dapat duit. Gelisah tidak ada dalam pikiran dia. Tidak pernah berpikir takut mati. Sebab, dalam keseharian kehidupannya, nyawa dari taruhan. Bagaikan jalan di pinggir kubur.
Semangat adat Kei, juga ikut mendampingi Wempy ke Jakarta. Yang paling kental adalah ‘hukum saudara’. Kalau orang yang mau ubah hidupnya, dia anggap sebagai saudaranya. Apa pun baik buruknya dia, Wempy tetap menganggapnya sebagai saudara. Dia akan bela dengan nyawa.
Di Tual ada tingkat adat. Tetapi setelah meninggalkan Tual, semua jadi satu. Tidak ada perbedaan lagi. Begitu pun di dalam kelompoknya. Tidak ada perbedaan agama dan etnis. Yang ada di Jakarta ini warganegara Indonesia.
Duit hasil pekerjaan, selain dikirim ke orang tua juga, tanpa orang lain tahu, dibagikan kepada mereka yang tidak mampu. Apa pun agama dan etnis mereka. Wempy tetap takut pada Tuhan. Di dalam miliknya, juga ada hak orang lain juga. Kalau ke gereja sering perpuluhan. Kebanyakan langsung antar sendiri. Bukan untuk cari nama, tetapi sebagai wujud syukur atas rezeki yang didapat pada hari ini.
Kadang-kadang juga prinsip kedermawanan ini ditularkan ke teman-temannya yang lain. Tetapi Wempy tidak bisa jamin. Itu terpulang kepada pribadi masing-masing. Jika Wempy pergi menagih bareng dengan anak-anak (teman-temannya), selalu dia ingatkan sikap seperti ini. Mengingatkan agar mereka menyisihkan sedikit buat yang tidak mampu.
Pernah pada tahun 2008, Wempy jadi donatur. Waktu itu dapat uang cukup banyak. Dia sering kasih ke orang-orang lepra. Sebab pernah pakai jasa mereka untuk menagih. Wempy pernah menagih orang itu yang memiliki power. Dia itu susah membayar utang. Orang itu, termasuk tokoh yang berpengaruh, selain di Jakarta, juga di Tangerang. Wempy mengerahkan orang lepra ke rumahnya. Sepanjang hari rumahnya ditongkrongi. Bahkan, mereka bikin tenda dan dipasok makanannya. Wempy membuat surat kuasa atas nama orang lepra untuk menagih. Trik berbicara sudah diberitahu kepada penderita lepra. Ada polisi datang, mereka memperlihatkan surat kuasa menagih.
Dia punya abang, kadang menelepon. Ada masalah dengan orang. Abangnya bilang, ada masalah sama ini, sama itu. Harus hari ini selesai. Turun itu tetap. Dia kuat, dia usir Wempy. Tetapi, kalau saya kuat, dia keluar dari situ. Di Jakarta, kuat usir, tak kuat mundur.
Di Jakarta, kalau bicara kelompok, sebenarnya sama-sama banyak. Tetapi kalau untuk sekarang, mereka dengar kita (kelompoknya Wempy dan mulai eksis tahun 1980-an saat abang-abangnya sudah mulai ada di situ), mereka tahu persis watak ‘kami ‘ itu bagaimana. Jika mereka berhadapan dengan kelompoknya Wempy, selalu – sudahlah – pasti berlapis-lapis.
Kakak Wempy yang laki-laki, nomor dua, tinggal di Belanda. Sudah jadi warganegara Belanda. Dia juga pergi masih kecil. Dibawa oleh om-nya Wempy yang bekas KNIL. Ada satu perempuan di Bandung. Di Jakarta ada tiga orang.
‘’Waktu itu yang ditagih cuma Rp 115 juta,’’ kata Wempy yang mengaku tidak pernah punya tabungan. Uang yang didapat selain untuk penghuni panti jompo, juga larinya ke tempat-tempat hiburan dan perempuan. Dia juga tidak pernah tidak memiliki uang. Selalu ada. Masih ada punya jatah premanlah. Ada timer (semisal memegang satu jurusan angkot) dan harus ada kerja sama dengan Organda. Bernaung di bawah satu lembaga yang punya keterkaitan dengan pemerintah. Ada jatah keamanan pribadi di tempat pribadi. Wempy memiliki sedikitnya 5 timer di Jakarta. Biasa juga terjadi bentrok-bentrok yang ujung-ujungnya terkena sama sopir. Kadang-kadang mereka sampai babak belur dipukul. Kalau lagi tidur malam, Wempy juga berpikir. ‘’Hidup kayak begini, busyet. Saya selalu takut’’.
‘’Makanya, saya punya ‘istri-istri’ belum pernah ada yang teriak lapar. Saya punya anak juga tidak pernah teriak minta susu,’’ kata Wempy.
Anak-anaknya pun sejak kecil sudah dibekali dengan beladiri. Biar setelah besar mereka lebih percaya diri. Artinya, jangan sampai tiba di Tual mati sia-sia.
Dalam kehidupan mereka, penuh dengan bahasa rahasia. Kebanyakan yang digunakan bahasa daerah. Sebab, banyak orang tidak mengerti.
Pernah juga ada bahasa preman? Wempy mengakui, itu ada. Ya, seperti preman-preman pasar. Mereka biasanya pakai bahasa bolak-balik. Ada kata-kata yang dibolak-balik. Yang bikin meresahkan itu adalah preman-preman kampung. Yang uang-uang 500 itu meresahkan. Kalau ada yang mengaku preman, Wempy bisa tuntut dia. Apa dia punya ‘surat kuasa’. Ada satu instansi yang melindungi ‘surat kuasa’ yang bersegel dan bermeterai. Kalau tidak memiliki itu, jelas tidak punya urusan. Tetapi yang paling prinsipil dalam dunia keras ini harus taat hukum.
Selama kiprah dan sepak terjangnya, Wempy tidak banhyak punya alasan. Nanti setelah bergabung dengan tempatnya yang baru inilah, dia memiliki banyak alas an. Dalam kiprahnya, dia pernah berurusan dengan kepolisian. Bahkan sempat masuk Penjara Cipinang. Penyebabnya, pernah menganiaya orang berkaitan dengan masalah perebutan lahan. Setelah beberapa saat di dalam, dia bebas. Dia punya pengacara yang mengurus masalah yang berkaitan dengan hukum. Di dunia begini selalu menjunjung tinggi hukum. Dia tidak pernah melawan aparat keamanan kalau benar itu salah. Dia tetap menjalani hukumnya. Sudah tahu dampak hukumnya.
Selama di Cipinang, Wempy tahu siapa jatidirinya. Yang direnungkan adalah bagaimana cara menghindar agar tidak masuk penjara lagi. Di dalam digembleng bagamana keluar menjadi manusia baik. Meski berada`di balik tembok kokoh penjara, para napi juga biasa juga kumpul. Bercanda. Tetapi, begitu-begitu saja. Selain itu, juga ada pelatihan-pelatihan. Kerap juga memperoleh kesempatan berolahraga. Namun yang paling sering, para napi kembali ke agamanya masing-masing untuk membunuh waktu. Tidak bisa berbuat banyak di situ. Orang-orang LP member kesempatan yang banyak kepada para napi mengubah dirinya masing-masing. Mengganti pola hidupnya di luar dengan sesuatu yang lebih baik.
Bagaimana kisah awal Wempy hingga mau mengurangi ‘gaya hidup’-nya yang lama. Lalu, mendatangi Karman Mustamin.
‘’Kita ini bicara sudah lanjut usia, meski tidak tua-tua banget. Saya berpikir, di mana sepuluh tahun ke depan kalau Tuhan masih inginkan umur saya bertambah, bagaimana bisa mengantisipasinya. Pengalaman, saya hidup di dalam (penjara) bagaimana melihat orang yang pernah gagal dalam hidup. Meski kita semua tidak akan berharap akan gagal dalam hidup. Untuk mengantisipasi, saya coba dengan cara ini,’’ Wempy berkisah panjang.
Setelah bergabung dengan aktivitas barunya, kini Wempy sudah mulai merasa lupa-lupa dengan pekerjaan lamanya. Mau keluar-keluar kayak yang dulu itu, sudah tidak kepikir lagi. Dia mulai enjoy dengan kesibukan barunya. Meskipun tidak menutup kemungkinan mau turun lagi, tetapi dia rasa peluangnya sangat minim. Dia masih pakai nama besarnya untuk ‘menggebrak’ terus, tetapi dia membuang lagi peluang ke lapangan.
Jadi, melibatkan diri dalam kesibukan baru bagi Wempy tidak ada maksud meraih keuntungan apa-apa. Kalau itu yang diinginkan, kata dia, mendingan tetap saja di ‘’jalan saya’’. Yang dia dapat lebih daripada cukup. Cuma di alamnya yang baru ini, dia mau cari pengalaman. Sebab, selama ini dia tidak punya pegangan apa-apa untuk masa depan. Tetapi, di ‘sini’ (kesibukan barunya) dia harapkan menemukan itu.
‘’Saya pilih Bung Karman, karena beliau punya wibawa. Kedua, skill sebagai seorang bapak,’’ sebut Wempy.
Dia mengenal sosok Karman ketika ada masalah yang berkaitan dia. Wempy menganggap itu berhubungan dengan nama baik Karman. Lalu bertemu dengan pengacaranya dan Wempy menyelesaikan urusan. Kini, setelah dia bergabung terasa ada perubahan dan penyesuaian untuk menghadapi masa depan. Mungkin lebih dari apa yang pernah dia jalani.
Kadang-kadang juga Wempy masih bertemu anggota lamanya. Biasanya mereka di bawah (di lapangan). Mereka malah kunjungi dia setiap hari. Mereka biasa menelepon.
Di lingkungan yang sekarang, Wempy bangga karena bisa turun bersama tim. Dapat memberi semangat bagi tim kerja. Itu merupakan satu kepuasan. Dan, tidak mungkin dibohongi. Makanya, dia tidak pergi-pergi dari tempat barunya sekarang. Kalau melihat kembali tayangan hasil kerja tim di sini, Wempy merasa puas. Setidak-tidaknya merasa dirinya ada di balik sukses suatu produk yang ditayangkan.
Ada pengalaman Wempy yang menarik pasca bekerja dengan lingkungan barunya. Dia pernah antar`berkas ke suatu kantor perusahaan. Kebetulan yang punya kuasa pegang keamanan di situ, orang – aparatur negara juga. Dia pikir, begitu melihat Wempy bawa map, dipikirnya mau nagih. Kata Wempy, orang paling takut kalau dia jalan sendiri. Mungkin untuk tingkat kolektor di sini, orang paling ngeri kalau pergi menagih sendiri. Soalnya, biasa ribut saja.
Tetapi ketika itu, Wempy harus sabar menunggu dua jam. Malah ada karyawannya nungguin Wempy duduk di situ. Mungkin mereka baku tegur di dalam untuk minta Wempy buka topi.
‘’Pak, minta permisi, buka topi,’’ kata karyawan perusahaan tersebut.
Selama ini, belum pernah ada orang yang perintahkan Wempy buka topi. Mungkin di sini, dia berpikir belajar untuk menghadapi masa depannya. Dia pun mengalah, akhirnya buka topi. Tetapi, karyawan tersebut tidak pernah keluar dari ruangan tempat Wempy berdiri. Dalam SMS malah ada informasi untuk tidak bikin ribut di sini.
‘’Ini tempat makan kami, Bang. Saya punya SMS baik. Maksud kamu apa? Orang punya antar paket. Dia minta amplop yang saya bawa dengan harapan dia masuk lihat isinya. Saya bilang, saya tidak punya urusan sama kamu. Saya mau antar ini barang kepada penerima yang tertera di sini. Kalau nama Anda saya kasih Anda,’’ papar Wempy panjang lebar.
Menghadapi seorang Wempy, semua sekuriti ada di sekitarnya. Mereka semua masuk, sebab pikirnya pasti ribut. Sebab mereka tahu, kalau Wempy jalan sendiri, pasti ribut. Dua jam menunggu, circuit TV (CCTV) diarahkan ke Wempy. Gerakan apa pun mereka tahu. Biar mau nagih, dia tak mau mati konyol.
Wempy pulang dengan sebuah kebanggaan, mampu menahan diri. Kalau seperti dulu, sebelum diskusi, mereka sudah pada lari keluar. Dia sekarang lebih banyak menahan emosi. Kecuali ada yang terlalu salah, itu tidak bagus. Tetapi kalau telepon-telepon orang masih terbawa gaya yang dulu. Misalnya menelepon nasabah. Tetapi, dia akan berusaha bagaimana mengurangi semua perilaku masa lalunya.
Di sini, di tempat barunya, Wempy memiliki kepuasan tersendiri. Masih banyak anak-anak – karyawan di lingkungan barunya – yang mau menerima masukan. (http://jagadfakta.wordpress.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar