Rabu, 23 Juli 2014

Pasar Grosir Setono



Masyarakat Pekalongan khususnya warga kampung Setono kala itu pada tahun 1939 kebanyakan bermata pencaharian batik dan petani , karena jumlah perajin batik saat itu tergolong banyak yaitu sekitar ± 100 orang akhirnya para perajin batik Setono sepakat untuk mengadakan pertemuan dan diputuskan untuk membentuk satu wadah yaitu koperasi yang bertujuan menampung segala aktivitas dan produksi batik, maka pada tahun 1942 dibentuklah Koperasi Pengusaha Batik Setono yang disingkat KPBS yang awalnya berkantor di Sorogenen Pekalongan , karena waktu itu batik merupakan sandang yang banyak dipakai oleh masyarakat khususnya masyarakat di pulau Jawa dan Sumatera maka segala bahan baku batik khususnya kain mori merupakan hal yang sangat dibutuhkan dan dicari , bahan baku mori diperoleh di toko-toko yang menjual kain mori. Bahan mori saat itu diimpor dari negara Jepang , sehingga terkadang persediaan di toko toko sering kehabisan stok oleh karenanya anggota KPBS berinisiatif mendirikan pabrik untuk memproduksi kain mori sendiri , dan pada tahun 1962 pabrik mulai dibangun di tepi jalan raya Jakarta Surabaya tepatnya di wilayah Karangmalang kabupaten Batang. Hasil produksi dari pabrik KPBS sebagian untuk keperluan produksi anggota KPBS dan sebagian lagi hasil produksi dijual keluar. Awalnya produksi berkembang dengan sangat pesat sehingga kampung Setono pada waktu itu menjadi kiblat ekonomi wilayah Batang dan juga Pekalongan, hal ini dibuktikan dengan kehadiran Bapak Moh. Hatta di KPBS untuk meresmikan berbagai fasilitas yang dibangun KPBS diantaranya pembangkit listrik yang berlokasi di Setono gang 4 dan juga meresmikan 5 sekolah / madrasah mulai dari TK s/d SMP dan satu klinik kesehatan ibu dan anak, disamping itu KPBS waktu itu juga membangun 2 jembatan yang menghubungkan wilayah Batang dan Pekalongan juga pengaspalan jalan kampung Setono.
Namun setelah KPBS mengalami kemajuan yang pesat , seiring pergantian zaman berangsur angsur produksi kain mori mulai mengalami penurunan dikarenakan permintaan batik dan mori semakin berkurang, hal ini karena akibat adanya produksi batik oleh orang - orang non pribumi yang lebih maju dan cepat yaitu dengan sistem sablon dan juga semakin banyak dibangun pabrik - pabrik yang memproduksi kain mori, hal ini membuat usaha para perajin batik di Setono semakin lesu bahkan banyak diantaranya yang gulung tikar karena batik sablon dijual dengan harga yang lebih murah. Tentunya hal tersebut juga sangat berpengaruh pada kelangsungan produksi pabrik KPBS sehingga pada tahun 1980 produksi pabrik KPBS kondisinya kembang kempis yang akhirnya pabrik KPBS dikontrakkan kepada pihak lain. Kemudian pada tahun 1999 sebuah mitra KPBS yaitu NAGARI yang terdiri dari Drs. Soni Hikmalul, M.Si (ketua), Priyanto (Sekretaris), H. Hasanudin (Bendahara) mempunyai inisiatif supaya pabrik KPBS dijadikan pasar batik, inisiatif inipun akhirnya disetujui KPBS dengan perhitungan saham 60 untuk KPBS, 40 untuk NAGARI dan kemudian bangunan pabrik dan kantor beserta gedung lainnya diubah menjadi bangunan kios-kios batik. Tepatnya tanggal 8 Juli 2000 yang diresmikan langsung oleh Bapak Walikota Pekalongan pada saat itu Bapak Drs. Samsudiat, MM dan dengan berbagai upaya promosi dan juga dukungan dari pihak Pemkot Pekalongan ( karena wilayah Setono termasuk dalam pemekaran wilayah Pemkot Pekalongan ) akhirnya pasar ini berdiri dengan nama Pasar Grosir Setono Pekalongan dengan jumlah awal hanya 50 kios batik, pada tahun yang sama dibangun kembali ±126 kios & terus bertambah sampai sekarang mencapai ±300 kios dan dengan telah berdirinya Pasar Grosir Setono Pekalongan ini semua perajin yang bernaung di wilayah Kota Pekalongan dan sekitarnya dapat memasarkan hasil produksinya di Pasar Grosir Setono Pekalongan dan pada Desember 2010 kemitraan NAGARI selesai dengan kompensasi. Pada awal 2011 pengelolaan Pasar Grosir Setono Pekalongan dikelola Mandiri oleh Koperasi Pengusaha Batik Setono Pekalongan (KPBS). Dengan rahmat Allah SWT serta dengan usaha yang tak kenal lelah dari Pengelola manajemen akhirnya Pasar Grosir Setono Pekalongan dapat menarik perhatian dan akhirnya mendapat kunjungan dari berbagai daerah bahkan mancanegara dan juga dari berbagai kalangan dan kini pasar ini sudah dikenal luas di nusantara.


Pasar Grosir Batik Setono Meskipun namanya Pasar Grosir Batik tetapi komoditas yang menjadi bursa tidak hanya batik semata dan juga melayani pembelian eceran (retail). Komoditas batik, konveksi, tenun, palekat dan kerajinan merupakan bursa utama perdagangan di sentra Pasar Grosir Setono. Pasar Grosir ini mudah dijangkau yang terletak 3 km disebelah timur Kota Pekalongan, tepatnya di Jl. Raya Baros yang merupakan Jalan Raya Cirebon - Semarang (Jalur Pantura). Disamping Pasar Grosir juga banyak dijumpai Rumah Batik dan Kerajinan yang tersebar ke beberapa daerah di Kota Pekalongan.



BATIK pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Batik pekalongan adalah napas kehidupan sehari-sehari warga Pekalongan. Ia menghidupi dan dihidupi warga Pekalongan. Meskipun demikian, sama dengan usaha kecil dan menengah lainnya di Indonesia, usaha batik pekalongan kini tengah menghadapi masa transisi. Perkembangan dunia yang semakin kompleks dan munculnya negara pesaing baru, seperti Vietnam, menantang industri batik pekalongan untuk segera mentransformasikan dirinya ke arah yang lebih modern. Gagal melewati masa transisi ini, batik pekalongan mungkin hanya akan dikenang generasi mendatang lewat buku sejarah.



Ketika itu, pola kerja tukang batik masih sangat dipengaruhi siklus pertanian. Saat berlangsung masa tanam atau masa panen padi, mereka sepenuhnya bekerja di sawah. Namun, di antara masa tanam dan masa panen, mereka bekerja sepenuhnya sebagai tukang batik. Zaman telah berubah. Pekerja batik di Pekalongan kini tidak lagi didominasi petani. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan muda setempat yang ingin mencari nafkah. Hidup mereka mungkin sepenuhnya bergantung pada pekerjaan membatik.

Apa yang dihadapi industri batik pekalongan saat ini mungkin adalah sama dengan persoalan yang dihadapi industri lainnya di Indonesia, terutama yang berbasis pada pengusaha kecil dan menengah. Persoalan itu, antara lain, berupa menurunnya daya saing yang ditunjukkan dengan harga jual produk yang lebih tinggi dibanding harga jual produk sejenis yang dihasilkan negara lain. Padahal, kualitas produk yang dihasikan negara pesaing lebih baik dibanding produk pengusaha Indonesia. Penyebab persoalan ini bermacam-macam, mulai dari rendahnya produktivitas dan keterampilan pekerja, kurangnya inisiatif pengusaha untuk melakukan inovasi produk, hingga usangnya peralatan mesin pendukung proses produksi. (id-id.facebook.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar