Senin, 07 Juli 2014

Sejarah Rawon

RAWON dikenal masyarakat sebagai makanan khas dari khas Jawa Timur. Hanya saja, makanan serupa juga dikenal oleh masyarakat Jawa Tengah sebelah timur (Surakarta). Makanan Betawi di Jakarta juga ada yang mirip sekali dengan rawon, meski menggunakan ikan, yang dikenal dengan nama kuah pucung. Begitu juga di Pekalongan yang disebut garang asem. Sementara, penampilan serupa juga hadir di Makassar dengan nama palu kalua.

Jika dilihat dari sejarahnya, rawon belum memiliki asal usul yang jelas. Banyak penjual yang tidak tahu bagaimana awal mula rawon. Namun, beberapa orang mencoba berspekulasi bahwa makanan ini adalah makanan raja-raja dahulu yang justru bermula dari makanan ini adalah makanan rakyat jelata. Sebab, makanan rakyat biasanya lebih mudah menjadi popular karena menjadi bagian dari banyak kalangan.
Meskipun peruntukan nasi rawon pada mulanya masih kabur, yang jelas makanan tersebut memiliki peminat dari banyak kalangan. Dan rawon sendiri sudah mengalami modifikasi sedemikian rupa. Kini, nama rawon biasanya tidak berdiri sendiri. Ia kerap disandingkan dengan berbagai istilah. Ada rawon setan, rawon dengkul, rawon nguling, rawon malang, rawon buntut, atau rawon lidah.
Namun, apapun nama yang tersanding, rawon tetaplah sejenis sup dengan kuah berwarna hitam. Rawon diisi dengan daging sapi berlemak dan urat kenyal. Ia biasa dipotong kecil-kecil ataupun disuwir-suwir. Untuk melengkapinya, bisa ditambahkan tauge pendek, sambal terasi, bawang goreng, dan kerupuk-baik kerupuk udang maupun kerupuk putih.
Rasa kuah yang agak manis akan membuat sup hitam ini menjadi lauk yang lezat. Aromanya sangat khas karena dibubuhi bumbu khusus yang dinamakan keluak. Karena bumbu inilah, sup hitam ini menjadi gurih dan sedap.
Bumbu rawon sendiri banyak tersedia di pasar. Sebut saja bawang merah, bawang putih, lengkukas (laos), ketumbar, serai, kunir, lombok, keluak, kemiri, daun jeruk, dan garam. Untuk menambah aromanya, lengkapi dngan daun bawang merah.
Proses pembuatannya tidaklah sulit. Selain serai dan lengkuas semua bumbu dihaluskan dan ditumis sampai harum. Campuran bumbu ini kemudian dimasukkan dalam kaldu rebusan daging beserta daging yang sudah dipotong-potong. Untuk menghasilkan warna hitam kecokelatan khas rawon, sertakan pula keluak saat proses memasak.
Agar rasa khas rawon tetap terjaga, harus dipilih keluak yang tepat. Sebab, ada juga keluak yang memiliki rasa pahit. Oleh karena itu, perlu ketelitian saat membelinya. Biasanya, keluak dipecah dan dicicipi lebih dahulu. Selain keluak, rawon juga harus ditambah dengan daun telur asin atau tempe goreng. Rasa manis dari kuah rawon memang sangat pas jika dipadukan dengan rasa asin. Paduan lainnya yang bias dipilih, yaitu paru goreng, empal goreng, lidah goreng, babat goreng.
Salah satu tempat yang cukup terkenal dalam menyajikan rawon adalah Depot Rawon Malang-MM di Kayoon, Malang, Jawa Timur. Rasa rawon di sini cukup menggoda selera. Sepiring nasi disiram kuah rawon beserta daging dan tauge pendek. Seperti biasa, tersedia sambal terasi, telur asin, dan kerupuk putih. Belum lagi jika taburan bawang goreng dibaurkan di atasnya. Rasa rawon begitu nikmat, apalagi jika disantap pada siang bolong dengan secangkir es teh manis.
Depot tersebut berdiri sejak 2005. Sebelumnya, depot itu berada di Araya, Malang. Ibu Cristin, sang pemilik, masih merupakan generasi kedua dari tradisi rawon. Meski demikian, ibunda Cristin masih tetap berperan sebagai juru masak. Adapun soal resep, depot ini memiliki rahasia secara turun temurun.
“Rawon yang lezat dan legit ini dihasilkan karena dimasak tanpa menggunakan minyak goring,” kata Cristin.
Depot Rawon Malang-MM buka setiap hari dari pukul 06.00 WIB sampai 21.00 WIB. Selain rawon daging, di sini juga disediakan rawon iga dan buntut. Tak ketinggalan juga beberapa masakan khas Malang, seperti nasi soto ayam malang, nasi empal malang, dan rujak cingur malang.
Selain di depot milik Cristin, rawon dengan cita rasa yang sama juga bias ditemukan di banyak tempat di Suarabaya. Misalnya saja Depot pecel Bu Kus di Barata Jaya, depok Bu Kris di Pengampon, Rawon Kapasari, Rawon Setan di Embong Malang, dan Pasar Atom. Selain di tempat-tempat tersebut, rawon juga bias dicicipi di beberapa foodcourtyang berada di mal-mal.
Di Surabaya, persaingan usaha rawon sangatlah ketat, dari rawon kelas lesehan kaki lima hingga kelas restoran khas masakan daerah. Meski penjual rawon banyak, penggemarnya juga tak kalah ramai. Peminat makanan khas ini seolah tidak pernah habis di Surabaya. Ramainya pasar rawon membuat harganya menjadi relatif murah. Cukup dengan Rp15 ribu, pengunjung sudah dapat menikmati rawon. (Disarikan dari buku “Jejak Kuliner Indonesia” karya JNE)
kalo mau eksperimen..mending JANGAN..kan udah ada resepnya :)
Bahan-bahan:
300 gr daging pilih yang agak berlemak (nggajih kata orang jawa)
tauge pendek warna putih yang masih muda
4 lembar daun jeruk
2 lembar daun salam
1 batang serai dimemarkan
2 cm lengkuas atau laos yang dimemarkan
garam dan merica secukupnya
6 gelas air
Bumbu yang dihaluskan:
4 butir bawang merah
2 siung bawang putih
4 butir kemiri
5 buah kluwek, diambil isinya
2 buah cabai merah
Cara memasak:
Potong daging sapi menjadi kotak-kotak kecil. Panaskan 2 sendok makan minyak dan tumis bumbu yang dihaluskan bersama serai, lengkuas, daun salam dan daun jeruk. Tambahkan garam dan merica secukupnya.
Panaskan enam gelas air dalam sebuah panci masukkan bumbu yang telah ditumis, masukkan daging dan rebus hingga masak atau daging cukup empuk. Apabila air berkurang, tambahkan sesuai selera.
Hidangkan bersama nasi hangat dan taburi tauge. Jika anda penikmat sambal jangan sampai ketinggalan. Rasa pedas akan menambah selera makan anda. Selamat menikmati. (http://hypnoturbulence.wordpress.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar