Goa Binsari, tempat berlindung tentara Jepang
(Nograhany/detikcom)
Kota Biak, Kabupaten Biak Numfor, Papua memiliki
situs sejarah Perang Dunia II. Pada tahun 1944, ada 2 gua alami tempat
berlindung dan benteng tentara Jepang. Dan, blar! Gua itu tiba-tiba dibom
pasukan Sekutu pimpinan Jenderal Douglas MacArthur. Enam ribu tentara Jepang
pun terkubur hidup-hidup.
Detikcom saat mengikuti Safari Jurnalis PLN, pada Kamis
(14/2/2013) pekan lalu sempat mengunjungi gua ini. Ada 2 situs gua Jepang di
Kota Biak. Yang pertama adalah Gua Binsari, Benteng Pertahanan Tentara Jepang.
Menurut Mathelda (39), warga lokal yang menjaga situs ini sejak tahun 1989,
Binsari berarti perempuan tua.
"Dulu ada nenek-nenek di gua ini. Setelah Jepang
datang, nenek itu menghilang entah ke mana. Makanya kenapa gua ini dinamakan
Gua Binsari," kata Mathelda.
Ada setidaknya 3 ribu tentara Jepang yang terkubur
hidup-hidup di gua alami ini karena pasukan Jenderal McArthur menjatuhkan bom
dan drum-drum bahan bakar. Nah, pada tahun akhir 1980-an, mulailah digali gua
itu.
"Sampai tahun 2012 kemarin, sudah ada sekitar seribu
tentara Jepang yang ditemukan tulang belulangnya. Ya kalau digali mungkin masih
ada lagi," jelas Mathelda.
Tak heran, banyak kisah-kisah mistis yang mewarnai tempat
itu. Mathelda mengatakan, dulu sebelum situs ini dibuka, setiap malam, warga
mendengar suara derap tentara berbaris.
"Ada pengunjung yang kesurupan, bicaranya meracau. Ada
juga yang pernah lihat tentara berpakaian putih-putih. Kalau sekarang tidak ada
lagi. Biasanya yang dilihatin itu yang datang, bukan penduduk sini," imbuh
Mathelda yang memiliki rumah di samping situs Gua Binsari ini.
Selain tulang belulang, ditemukan juga amunisi, senjata
laras panjang, granat, topi dan baju tentara, hingga botol-botol minuman. Semua
itu dipajang di halaman depan situs gua, sebelum masuk menuju gua. Sedangkan
tulang belulang ada yang disimpan di sebuah kotak besi berukuran 1,5 meter, ada
yang sudah dipulangkan ke Jepang.
Sedangkan Gua Binsari sendiri, ada 2 lubang seperti sumur
raksasa dengan diameter 10 meter dan kedalaman 20 meter. Gua itu dilingkari
pagar kayu dan akar-akar nafas pohon yang menjuntai. Terlihat ruangan-ruangan
di dalam gua itu. Mathelda mengatakan, ruangan-ruangan itu sengaja dibuat
Jepang, untuk tempat perawatan dan istirahat.
Untuk masuk ke dalam gua, ada sekitar ratusan anak tangga
dengan pegangan kayu yang sudah dibuat Pemkab Biak Numfor dari semen. Namun
karena kami berkunjung menjelang magrib, kami urung turun masuk ke dalam gua.
Nah, kami kemudian beranjak ke situs kedua, Monumen Perang
Dunia II, sekitar 2 km dari Gua Binsari. Gua Binsari ini tembus hingga Gua
Jepang Lima Kamar di tepi pantai yang menghadap di Samudera Pasifik. Gua ini
juga tak luput dibom Sekutu yang mengubur 3.500 tentara Jepang hidup-hidup. Di
sinilah dibangun monumen yang dibangun keluarga tentara Jepang untuk mengenang
keluarga mereka.
Penjaga monumen, Robert (50) dan putranya, Costan (17) juga
membenarkan ada kisah-kisah mistis seperti yang diceritakan Mathelda.
"Dulu sebelum ada monumen ini, warga sering mendengar
tentara Jepang berbaris kalau malam. Saya juga dengar sendiri waktu itu,"
kata Robert.
Nah, saat keluarga tentara Jepang itu datang, imbuh Robert,
saat malam, ada suara-suara menangis meminta pertolongan agar tulang-tulangnya
yang terkubur di gua dipulangkan. Costan menambahkan, hingga kini, 3 tiang
bendera yang dipasang di monumen itu suka bergerak-gerak sendiri bila malam.
Monumen ini sendiri berupa pelataran batu seluas 50 meter
persegi yang dihias minimalis ala Jepang. Ada kubah dan kursi-kursi batu untuk
pengunjung. Ada prasasti dari 3 bahasa, Jepang, Inggris dan Indonesia
bertuliskan 'MONUMEN PERANG DUNIA KE II. MONUMEN UNTUK MENGINGATKAN UMAT
MANUSIA TENTANG KEKEJAMAN PERANG DENGAN SEGALA AKIBATNYA AGAR TIDAK TERULANG
LAGI'. Dalam prasasti juga disebutkan, monumen itu dibangun berdasarkan
kesepakatan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang pada 24 Maret 1996.
Di bawah monumen ada ruangan berupa lorong sepanjang 10
meter. Di sana terdapat kaleng-kaleng besi setinggi 50 cm, yang di dalamnya
masih ada serpihan tulang belulang tentara Jepang. Di depannya banyak terdapat
memorabilia berupa foto-foto, papan nama kayu, dupa hingga benda-benda
peninggalan mendiang tentara yang diletakkan keluarga tentara Jepan itu.
Ya, hingga kini, keluarga tentara Jepang suka berkunjung ke
sini, termasuk para ahli forensik yang masih menggali tulang belulang yang
masih terkubur di sini. Tak lupa, keluarga mereka juga meminta maaf pada
penduduk Biak.
"Dulu tentara Jepang juga jahat sama orang sini. Setiap
lihat orang sini, orang kita ditembaki. Keluarga tentara Jepang datang ke sini,
meminta maaf sama kita dan menabur kapur sebagai tanda bahwa perbuatan itu
tidak akan terulang kembali," kata Costan dan ayahnya yang berumah di
samping monumen itu. (news.detik.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar