Sengkuni, nama
yang akhir-akhir ini sering disebut dalam kancah perpolitikan Indonesia.
Terkait prahara yang melanda PD. Ketika sebuah lembaga survei merilis
tingkat elektabilitas partai politik terkini. Dan demokrat memang sedang
alami trend penurunan dilihat dari hasil survei tersebut. Lalu
ada orang-orang dari dalam tubuh PD yang menyuarakan kepada Ketum PD
Anas Urbaningrum untuk turun dari jabatannya. Mereka membisiki Kawabin
untuk mau turun tangan akan kondisi yang mengkhawatirkan tersebut.
Membujuk agar SBY mau melengserkan AU dari jabatannya. Lalu terdengarlah
istilah politik Sengkuni atau kudeta Sengkuni.
Siapakah Sengkuni? Ada
beberapa kisah yang berbeda mengenai perjalanannya dari kecil sampai
meninggal. Tetapi, yang akan diambil ini sebagian besar dari kisah
pewayangan Jawa dan itu pun juga ada berbagai versi.
Masa muda
Sengkuni merupakan
putra ke dua dari empat bersaudara putra Prabu Suwala. Dia diberi nama
kecil Trigantalpati oleh Prabu Suwala. Perawakannya kecil dan tampan
semasa muda. Saudara paling kecilnya Dewi Antiwati menjadi istri Patih
Udawa dari Dwarawati.
Suatu ketika ada
sayembara untuk memperebutkan putri Mandura, Dewi Kuthitalibrata, yang
terkenal akan kecantikannya. Suman ingin mengikuti sayembara tersebut
dan berangkat ke Mandura bersama kakaknya Dewi Gandari.
Di tengah jalan mereka
bertemu dengan Prabu Pandu Dewanata yang sedang dalam perjalanan pulang
dari Madura karena dia sudah memenangkan sayembara tersebut. Lalu
terjadilah pertarungan antara Raden Suman dan Pandu yang berakhir dengan
kekalahan Trigantalpati. Selanjutnya Pandu mengajak Gendari dan
Trigantalpati ke Kerjaan Astinapura dan berjanji akan menjadikan Gendari
sebagai istrinya.
Namun, Gendari
ternyata tidak menjadi istri dari Pandu. Dia menjadi istri dari
Destarastra yang merupakan kakak dari Pandu. Timbul dendam dalam diri
Gendari, bahkan Trigantalpati pun ikut memendam dendam kepada Pandu.
Ditambah dia juga memendam hati kepada Dewi Kunthi.
Semenjak itu, dia
selalu bersama-sama dengan Gendari dan Destarastra. Dialah yang mengasuh
dan membesarkan putra-putra Kurawa. Kurupati lebih dekat kepada
Trigantalpati dari pada sang ayah Destarastra. Kedekatan dengan Kurupati
juga memberikan pengaruh yang kuat terhadap Kurawa yang lain. Karena,
adik-adik Kurupati sangat menghormati sang sulung. Kharisma sang putra
pertama begitu dihormati oleh saudara-saudaranya yang lain.
Dendam dalam diri
Trigantalpati terhadap Pandu dan keturunannya benar-benar membuat dia
menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai. Sedikit demi sedikit
dia mulai melancarkan rencana untuk menjadi penguasa Astina. Dia memulai
dengan ingin menjadi Patih Kerajaan Astina Pura.
Rencana pertama adalah dengan menyingkirkan Gandamana, Patih Prabu Pandu Sang Raja Astina Pura. Pertama
dia provokasi orang-orang Pringgodani untuk mempermasalahkan perbatasan
Astina dan Pringgodani. Kedua negara awalnya bertetangga baik dan
rukun-rukun saja. Tahap kedua, dia provokasi Gandamana
untuk memimpin prajurit melawan Pringgodani. Karena keluguan dan
kejujuran Gandamana, dia pun terprovokasi omongan Trigantalpati. Padahal
awalnya Gandamana mengusulkan penyelesaian lewat jalan damai. Karena,
Gandamana tidak mati dan memperoleh kemenangan, maka dilanjut kerencana ketiga,
yaitu dengan menjebaknya dalam perjalanan pulang. Gandamana dijebak ke
dalam sebuah lubang yang sudah disiapkan dan dihujani dengan tombak.
Lalu dikubur di dalam lobang tersebut.
Ternyata Gandamana
masih dalam keadaan sehat. Jebakan Trigantalpati untuk membunuh
Gandamana kembali gagal. Jebakan itu gagal karena kesaktian ilmu
kanuragan yang dimiliki Gandamana. Gandamana pulang ke Astina lalu
menghajar Trigantalpati sampai wajahnya menjadi buruk rupa. Karena hal
inilah muncul nama Sengkuni. Yang berati karena bunyi (ucapan).
Selanjutnya cerita
mengatakan bahwa waktu itu Sengkuni meminta Pandu untuk memilih dia atau
Gandamana. Dan Gandamana memilih sendiri untuk pulang ke Pancala dan
mengabdi kepada sang kakak Prabu Drupada. Akhirnya walaupun Gandamana
tidak mati terkena tipu dayanya, Sengkuni tetap menjadi patih Astina.
“Kisah
kudeta Sengkuni untuk menjadi Patih kerajaan Astina ini lah yang
nampaknya mengilhami para pengamat politik, untuk meyebut perisitwa di
tubuh PD beberapa waktu lalu sebagai kudeta Sengkuni. Walau pun gagal
tetapi Anas tetap pergi dari kursi Ketum PD.”
Patih Sengkuni
Setelah menjadi patih,
keinginannya untuk senantiasa membuat permusuhan keluarga Pandu dan
Destarastra semakin terbuka dan mudah. Apalagi dengan meninggalnya ayah
para Pandawa, sang Prabu Pandu Dewanata. Dan diangkatnya Prabu
Destarastra menjadi Raja Astina. Apalagi memang Destarastra merupakan
orang yang lemah.
Tahap awal dia selalu
memisahkan anak-anak Pandawa dan Kurawa. Memisahkan ketika mereka sedang
bermain apapun atau pun ketika sedang dilatih oleh guru mereka Sang
Maharesi Bisma. Sengkuni mengajarkan bahwa Kurawa itu Kurawa dan Pandawa
itu Pandawa.
“Sangkuni
sebenarnya tidak begitu piawai dalam olah kanuragan. Tetapi seluruh
tubuhnya kebal terhadap berbagai jenis senjata karena dengan
kelicikannya dia berhasil mendapatkan khasiat dari minyak Tala milik
Prabu Pandu yang sudah meninggal. Peristiwa minyak tala ini juga yang
membawa keluarga Pandawa dan Kurawa bertemu dengan Bambang Kumbayana.
Yang pada akhirnya menjadi guru besar kedua keluarga tersebut bergelar
Pandhita Durna.”
Langkah selanjutnya untuk menyingkirkan Pandawa adalah dengan membunuh mereka lewat peristiwa pembakaran ‘Balai Segalagala’.
Peristiwa ini dimulai ketika Prabu Destarastra berniat mengembalikan
tahta Astina kepada Pandawa. Dengan alasan merayakan dengan mengadakan
pesta, dia merencanakan penjebakan ini. Startegi dengan rapi mereka
jalankan, tetapi Pandawa dan Dewi Kunthi berhasil selamat setelah
dibantu oleh hewan garangan putih yang menunjukkan adanya jalan air di
bawah balai tersebut yang dahulu pernah dibuat oleh Prabu Sentanu, ayah
Bisma, Raja Astina sebelum kakek Pandawa-Kurawa. Peristiwa ini membawa
Bima bertemu dengan istri pertamannya Dewi Nagagini, putri Bathara
Antaboga. Dewa yang juga menyelamatkan Pandawa dengan menyamar sebagai
garangan putih.
Dalam pelarian itu juga terjadi peristiwa ‘alap-alapan Dewi Drupadi’
yang berhasil dimenangkan oleh Puntadewa lewat bantuan Arjuna dan Bima.
Terjadi juga peristiwa pertemuan Pandawa dengan Prabu Arimba, Raja
Pringgadani, berakhir dengan kematian Prabu Arimba oleh Bima dan
diperistrinya Arimbi, adik Arimba, oleh Bima. Serta peristiwa ‘Kangsa adu jago’ dimana Arjuna dan Bima bertemu sepupu mereka Kakrasana, Narayana, dan Dewi Laraireng di Kerajaan Mandura.
Rencana ‘balai
sigalagala’ ini berakhir dengan kegagalan pembunuhan terhadap Pandawa,
tetapi Sengkuni semakin berkuasa di Astina setelah keberhasilan
Duryudana membujuk Destarastra untuk mengangkat dirinya menjadi Raja
Astina Pura. Dan kegagalan pembunuhan Pandawa baru diketahui setelah dua
tahun peristiwa ‘balai sigalagala’ terjadi, Pandawa kembali ke Astina
Pura bersama ibu mereka dan Drupadi.
Gagal dengan rencana
ini, lalu dengan dalih untuk menghindari percekcokan maka Pandawa
diberikan sebuah wilayah yang masih hutan belantara. Dalam cerita
pewayangan kita kenal cerita ini dengan lakon ‘babat alas amer’.
Pada akhirnya berdirilah kerajaan yang diberi nama Kerajaan Amarta
dengan raja pertamanya Prabu Puntadewa. Rencana ini juga tak sepi dari
konspirasi, karena alas amer merupakan hutan yang dipenuhi hewan buas
dan terkenal angker. Selain rumah bagi hewan buas juga merupakan sebuah
kerajaan jin. Tetapi, sekali lagi rencana gagal.
Ternyata tetap ada
ketakutan dalam diri Duryudana, dia tetap tidak terima dengan apa yang
diperoleh Pandawa. Bisa kita andaikan, walau tidak tertulis, Kerajaan
Amarta yang dibangun oleh Pandawa ini semakin maju pesat dalam berbagai
bidang dan bisa menggeser peran sebagai Kerajaan yang sudah mapan
sebelumnya yaitu Kerajaan Astina.
Maka Sengkuni pun
beraksi dengan mengusulkan kepada Duryudana untuk mengundang Pandawa
main dadu. Dalam budaya waktu itu, undangan main dadu dari seorang raja
kepada raja lain merupakan suatu kehormatan. Selain menyingkirkan
Pandawa, Sengkuni juga ingin Kurawa berkuasa penuh atas Amarta.
Dengan kelicikan Sengkuni, dia mengakali dadunya sehingga bisa diatur untuk kemenangan Kurawa. Dalam lakon ‘Pandawa Dadu’
ini jatuhlah Amarta kepada Duryudana. Pandawa harus berada dalam
pengasingan selama 12 tahun, serta 1 tahun bersembunyi untuk membayar
taruhannya. Jika pada tahun ke-13 mereka ketahuan maka mereka harus
mengulang lagi untuk 12 tahun begitu seterusnya.
“Dalam
lakon-lakon penting, secara garis besar beginilah urutan pentingnya.
Karena lakon penting setelah ini adalah Perang Bharatayudha. Tetapi ada
begitu banyak lakon-lakon yang lain yang menghiasi kisah pewayangan yang
melengkapi cerita-cerita utama. “
“Dalam
lakon-lakon itu akan kita dapati bahwa Patih Sengkuni merupakan otak
dari setiap tidakan buruk yang dilakukan Kurawa kepada Pandawa. Semisal
ketika dia membujuk Pandhita Durna untuk membuat reka daya guna
melenyapkan Bima. Kembali reda daya ini gagal, malahan Bima bisa bertemu
dengan Dewa Ruci dan mendapatkan pencerahan dalam hidup.”
Sebenarnya upaya
perdamaian Pandawa dengan Kurawa sudah diusahakan sejumlah pihak. Namun
upaya-upaya itu selalu gagal terbentur kesombongan Duryudana ditambah
provokasi Sengkuni yang ingin menguasai secara penuh wilayah Astina
Pura. Ingat Amarta sebenarnya wilayah Astina yang dikembangkan oleh
Pandawa menjadi Kerajaan maju.
“Dalam
cerita asli, sebenarnya bagi Pandawa wilayah Amarta atau Indraprasta
sudah cukup dan tidak perlu untuk menguasai Astina secara penuh. Tetapi,
dalam cerita pewayangan Jawa mungkin ada perbedaan pendapat antar
dalang. Karena, nampaknya saat ini tidak ada cerita yang benar-benar
mengikuti alur sehingga ada beberapa perbedaan masalah ini. Ada yang
mengatakan, Pandawa tetap meminta haknya. Namun ada pula yang
mengatakan, cukup diberi sedikti wilayah Astina.”
Kesombongan Kurawa ini dikarenakan secara head to head
Kurawa sudah unggul di medan pertempuran. Karena mereka punya Adipati
Karna, orang paling sakti di dunia wayang. Mereka juga punya Resi Bhisma
dan Pandhita Durna yang keduanya merupakan guru besar Pandawa dan
Kurawa. Ada juga Prabu Salya, Jayadrata, dan raja-raja lain. Ditamabah
lagi mereka ada 100 orang yang tentu saja mereka mempunyai kesaktian
juga. Apalagi Duryudana dan Sengkuni sama-sama kebal berbagai macam
senjata. Sekali lagi secara kekuatan fisik sebenarnya Kurawa unggul.
Tetapi, kekalahan
Kurawa dalam perang Bharatayuda dikarenakan tidak adanya persatuan di
antara mereka dan tidak ada ahli startegi perang yang mumpuni. Salya
dengan Karna saling bermusuhan padahal mereka ini mertua dan menantu,
hal ini juga yang menyebabkan Karna kalah melawan Arjuna. Dan beberapa
permusuhan lain dalam tubuh Kurawa. Kematian senopati-senopati perang
pihak Kurawa terjadi karena kecerdikan Kresna membuat reka daya dalam
perang sehingga para senopati Kurawa gugur satu per satu. Dan orang
seperti Kresna tidak ada dalam tubuh kubu Kurawa.
“Dalam
peperangan dunia nyata memang banyak akan kita dapati kekuatan secara
fisik tidak menjamin sebuah kemenangan. Kemajuan peradaban pun juga
tidak menjamin secara penuh sebuah kemenangan dalam perang. Banyak
kemenangan terjadi karena strategi yang digunakan lebih unggul, tepat
guna, dan berhasil guna untuk memperoleh kemenangan dalam perang. “
Kematian Sengkuni
Sengkuni meninggal di
medan laga ketika terjadi perang Bharatayudha meletus. Dalam cerita
asli, Sengkuni mati di tangan Sadewa. Tetapi dalam pewayangan dia mati
di tangan Bima. Karena khasiat minyak tala, dia menjadi sulit untuk
dikalahkan. Sampai-sampai Bima putus asa dan kehabisan akal, sampai dia
mendapat nasehat dari Kresna dan Semar untuk menyerang bagian mulut dan
duburnya, karena dua bagian itu yang tidak mendapat khasiat dari minyak
tala. Dan akhirnya Sengkuni dapat dikalahkan, walaupun belum mati karena
khasiat minyak tala, dalam keadaan parah karena mulutnya sobek dan
tubuhnya remuk.
Dia mati setelah
Duryudana dikalahkan Bima dan dalam keadaan sekarat dan luka parah,
Duryudana, mengatakan bahwa dia hanya mau mati bersama istrinya, Dewi
Banowati, karena istrinya lah pasangan hidup dan matinya. Atas saran
Kresna, Sengkuni yang belum mati didekatkan ke Duryudana. Duryudana
tidak tahu karena matanya sudah buta akibat pertarungannya dan Sengkuni
juga sudah tidak bisa bicara. Duryudana dan Sengkuni mati bersama
setelah Duryudana menggigit leher Sengkuni. Dan memang benar Duryudana
mati bersama pasangan sehidup sematinya, yaitu si Sengkuni.
Setelah mati, Bima
mengambil kulit bagian dada Sengkuni untuk digunakan sang ibu Dewi
Kunthi sebagai kemben. Hal ini terjadi karena Sengkuni pernah mencoba
untuk memperkosa Dewi Kunthi sampai kebayanya terlepas tetapi dapat
diselamatkan Bima. Sampai-sampai Kuthi bersumpah tidak akan lagi
menggunakan kebaya sebelum menggunakan kulit Sengkuni sebagai kebaya.
Penutup
Begitulah cerita
singkat mengenai Sengkuni. Jika banyak pengamat lalu menganggap para
provokator politik sebagai Sengkuni, maka hal itu jelas dapat dipahami.
Bisa dikatakan dialah orang di balik semua kekisruhan antara Pandawa dan
Kurawa. Mungkin juga dialah orang yang paling bertanggung jawab atas
meletusnya perang Bharatayudha. Selalu menebar kebencian dan berusaha
memecah belah. Sengkuni kalau sekarang mungkin bisa dikatakan dia
seorang beraliran Machiavellian yang menggunakan segala cara untuk
mencapai kekuasaan.
Sekian..
(mahardhikasi/http://sosbud.kompasiana.com)
Referensi
Amrih, Pitoyo. 2007. Kebaikan Kurawa. Yogyakarta : Pinus Book Publisher
sumber gambar
wayangku.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar