Legenda
ini amat akrab di telinga saya. Sumbernya saya dapat dari beberapa buku
maupun cerita dari mendiang mbah kung. Salah satu versi yang saya ingat
adalah pemuda yang bernama Joko Bandung dari Kerajaan Pengging (masuk
wilayah Jawa Tengah).
Ia
dikisahkan pernah berduel dengan seorang raksasa sakti yang bernama
Bondowoso. Ilmu kanuragan keduanya sama-sama tinggi. Bondowoso akhirnya
kalah dan terbunuh. Ia meminta izin agar rohnya menyatu dalam tubuh Joko
Bandung dan menginginkan namanya digabung dengan Joko Bandung. Pemuda
itu sepakat dengan nama barunya, Bandung Bondowoso. Kesaktiannya pun
kian tak tertandingi.
Singkatnya,
Bandung Bondowoso membantu ayahnya, Raja Pengging, untuk menggempur
sebuah kerajaan di daerah Prambanan (antara Klaten dan Jogjakarta). Misi
mereka adalah menundukkan Raja Boko. Sang raja dari Prambanan itu
akhirnya gugur di tangan Bandung Bondowoso.
Ketika
memasuki istana keputren, Bandung Bondowoso melihat seorang perempuan
muda yang aduhainya tak terkira. Ia adalah Roro Jonggrang. Love at the first sight langsung menyelingkupi Bandung Bondowoso.
Ia
bermaksud meminang dan menikahi Roro Jonggrang. Namun, putri jelita itu
sebenarnya menaruh rasa enggan. Sebab, Bandung Bondowoso adalah orang
yang membunuh ayah Roro Jonggrang. Di sisi lain, ia tak berani menolak
pinangan Bandung Bondowoso dengan alasan keselamatan nyawanya.
Roro
pun mencari alasan. Ia bersedia dinikahi Bandung Bondowoso dengan
mengajukan syarat. Yakni, proyek pembangunan seribu candi dan dua sumur
yang amat dalam. Megaproyek ini harus rampung dalam waktu semalam
sebelum ayam jantan berkokok pertanda fajar tiba. Tentu saja ini
permintaan yang sangat berat dan terdengar mustahil.
Tetapi,
Bandung Bondowoso tak kurang akal. Ia meminta bantuan makhluk halus
untuk melaksanakannya. Para jin itu akhirnya memulai pembangunan candi
tersebut satu per satu dengan kecepatan yang luar biasa. Proyek ini
harus lebih cepat dan selesai sesuai agenda, tidak seperti proyek Wisma
Atlet di Hambalang.
Melihat
itu, Roro Jonggrang cemas. Apalagi, jauh sebelum fajar tiba, jumlah
candi itu hampir mendekati seribu. Tak sudi menikah dengan Bandung
Bondowoso, Roro meminta bantuan para gadis setempat. Mereka diminta
memukulkan lesung padi yang bakal menggugah insting ayam untuk berkokok.
Maka,
saat lesung-lesung itu dipukulkan, seketika ayam-ayam berkokok.
Otomatis, hasrat Bandung Bondowoso untuk membangun seribu candi pun
pupus. Padahal, tinggal sedikit lagi, pembangunan tersebut bakal
selesai.
Ia
murka dan mengutuk Roro Jonggrang. Seketika jadilah Roro Jonggrang
membatu, menjadi candi. Candi ini juga diberi nama Candi Prambanan.
Sementara candi-candi yang dibangun oleh para tukang dan arsitek dari
kalangan jin itu dinamai Candi Sewu.
Para
gadis yang membantu Roro Jonggrang juga tak luput dari kutukan Bandung
Bondowoso. Mereka dituding terlibat dalam konspirasi dengan Roro
Jonggrang. Yakni, berbuat curang agar Bandung Bondowoso gagal. Atas
dakwaan tersebut, mereka dikutuk tak laku kawin sebelum usia tua atau
sebelum mereka pindah ke tempat lain.
Legenda
ini menarik untuk ditelisik. Terutama di kawasan dekat Candi Sewu dan
Candi Prambanan. Yakni, apa benar ada perempuan setempat yang tidak
kunjung menikah meski usianya paro baya. Mungkinkah ada hubungannya
dengan mitos kutukan Bandung Bondowoso itu atau sebab lain. Ah, legenda
memang selalu menawarkan hal-hal menarik. Seperti sejarah.
Eko Prasetyo
Sidoarjo, 4 Agustus 2013
(http://sejarah.kompasiana.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar