Zaman
dahulu kala di bantaran (tepi) Danau Sembuluh hiduplah seorang pemburu dengan
seekor anjing kesayangannya, yang dengan setia menemaninya pergi ke mana saja.
Di suatu pagi hari yang dingin berembun sementara si pemburu masih enggan
beranjak meninggalkan peraduannya, anjingnya malah sudah bangun menanti
tuannya. Karena sudah bosan menunggu, si anjing lalu berjalan-jalan mengitari kampung
sembari menengok ke kiri dan ke kanan, mencari sesuatu yang dapat dimakan.
Setelah
berputar-putar sepembawa kakinya berlari sampailah ia ke tepi rimba. Tidak sengaja,
si anjing melihat seekor babi hutan yang tampaknya juga sendirian. Karena
perutnya terasa sangat lapar, sementara babi hutan yang masih muda dan gemuk itu
berada di depan mata, muncullah keinginan untuk memangsanya. Tanpa ada aba-aba
si anjing mengendap-endap mendekati dengan tujuan langsung menerkam. Namun
belum lagi si anjing cukup dekat, babi hutan itu keburu mengetahui
keberadaannya.
Babi
hutan itu berlari menghindar masuk ke dalam hutan dan anjing si pemburu pun mengejarnya.
Mereka berkejar-kejaran semakin jauh, hingga akhirnya sampai ke pinggir sebuah
danau. Karena merasa dirinya sudah terjepit dan tidak ada ruang untuk berlari
lagi maka babi hutan itupun muncul keberaniannya. Ia berbalik dan dengan nekad menghadapi
si anjing. Selanjutnya suatu kejadian yang aneh dan mengenaskan menimpa kedua
hewan tersebut.
Sementara
itu hari semakin siang, penduduk kampung kebanyakan sudah bersiap-siap untuk melaksanakan
aktivitas rutinnya.
Tidak
ketinggalan si pemburu lalu menyiapkan sarapan dan perlengkapannya untuk berburu.
Setelah ia sendiri selesai makan, si pemburu tidaklah lupa pada anjing
kesayangannya. Ia lalu mengantarkan makanan ke tempat di mana anjingnya biasa dengan
sabar menunggu.
Tapi
kali ini anjingnya itu tidak terlihat, maka seperti biasa ia lalu memukul-mukul
tempat anjingnya itu makan.
Tidak
seperti yang sudah-sudah karena bunyi pukulan itu khas, cukup dua tiga kali
pukulan pastilah anjingnya datang, walau pun saat itu ia sedang bermain dan
berada cukup jauh.
Si
pemburu menjadi heran dan penasaran karena telah dipanggil berkali-kali dengan
bunyi pukulan itu anjingnya tidak juga datang. Maka ia pun berniat untuk
mencari anjingnya itu.
Sambil
bertanya ke sana ke mari kepada tetangganya sekampung itu serta siapa saja yang
bertemu dengannya, kalau-kalau ada melihat anjingnya, namun semuanya menjawab
tidak melihatnya. Semakin gelisahlah si pemburu, tetapi ia tetap memukul tempat
makan anjingnya itu sambil terus berjalan memasuki hutan.
Suara
pukulan tempat makan (piring) yang dilakukan si pemburu tanpa henti terdengar
oleh seorang tukang kayu yang sedang membuat rumah di pinggir hutan.
Sesungguhnya tukang kayu itu adalah jin penunggu hutan tersebut. Karena kasihan
pada si pemburu, ia lalu turun dari atas atap rumah yang sedang dikerjakannya lalu
mengubah dirinya menjadi anjing yang sangat mirip dengan anjing si pemburu.
Ketika
si pemburu mendekati rumah tersebut dengan maksud ingin menanyakan perihal
anjingnya pada pemilik rumah, ternyata anjingnya malah ada di situ. Ia pun
memanggil anjingnya yang segera datang mendekat. Betapa senang hati si pemburu,
ia memeluk anjingnya serta mengajaknya pulang.
Anjing
jelmaan jin itu berlaku seperti anjing si pemburu yang hilang itu. Ke mana pun
si pemburu pergi ia dengan setia menemani tuannya, hingga si pemburu tidak menyadarinya.
Namun yang membuat si pemburu sedikit kesal adalah kelakuan anjingnya itu yang
kini berubah yakni suka menggonggong tanpa sebab. Ini sangat merugikan jika
berburu, karena menyebabkan binatang buruan menjauh pergi.
Suatu
ketika si pemburu bekerja membuat perahu, bahannya dari kayu ulin (nama Latin: Eusideroxylon
zwageri sp.). Untuk pemukul baji digunakannya palu besar yang juga terbuat dari
kayu ulin. Sementara ia bekerja, anjingnya yang setia menemani selalu
menggonggong. Hal ini membuatnya kesal. Puncak dari kekesalan itu adalah dengan
tanpa sadar ia bangkit mendekati anjingnya kemudian memukulnya dengan palu besar
tadi di kepalanya hingga tewas.
Setelah
melihat anjingnya berkelojotan dengan kepala pecah dan darah anjing itu muncrat
di badannya, barulah si pemburu sadar dan menyesali perbuatannya. Ia lalu mengambil
sebilah kampak untuk membelah palu besarnya.
Ketika
palu terbelah dua, sejenak ia terpana matanya terbeliak. Sebuah benda yang memancar
berkilauan menggulir keluar. Si pemburu mengambilnya dan mengamati, ternyata
benda sebesar telur ayam itu adalah sebutir intan. Untuk beberapa saat ada
kira-kira sepenanak nasi lamanya si pemburu merenung, apa gerangan hikmah dan
arti dari kejadian demi kejadian yang dialaminya. Kemudian ia beranjak pulang.
Senja
berganti dengan malam, dalam kegelisahan akhirnya si pemburu tertidur juga
karena kelelahan. Di kelelapan tidurnya si pemburu masuk ke alam mimpi dan
bertemu dengan seorang tua yang berkata : “Akulah jin yang
telah menjelma menjadi anjingmu selama ini. Tugasku semula adalah menjaga intan
yang berada dalam palu kayu ulinmu itu. Sekarang silahkanlah kau manfaatkan
intan itu asal digunakan untuk kebajikan. Adapun anjingmu yang berani
sebenarnya telah mati karena ingin membunuh seekor babi yang masih dalam masa
pertapaannya, akibatnya keduanya disambar petir dan sama-sama berubah menjadi
batu di tepi Danau Sembuluh ini”.
Keesokan
harinya si pemburu segera bangun untuk mengurus bangkai anjingnya itu. Singkat
kata dikuburkannya anjing itu layaknya seorang manusia kemudian diadakanlah
pesta tiwah (penyempurnaan penguburan) nya serta dibuatkan sebuah sandung sebagai
tempat tulang-belulangnya.
Namun
muncul masalah baru, harus ada nama yang meninggal tertera di sandung tersebut.
Maka bingunglah kembali si pemburu jadinya. Lama ia berfikir, merenung dan
sambil bersemedi meminta petunjuk apa nama yang cocok diberikan/dipahatkan pada
sandung yang dibangunnya itu. Akhirnya teringatlah si pemburu atas kejadian
beberapa waktu yang silam, serta bagaimana sampai ia bisa menjadi kaya raya seperti
sekarang ini. Maka diberinyalah nama pada sandung tersebut Bagalah, yaitu nama seorang saudagar kaya dari daerah sungai Kahayan
yang sangat terkenal, yang dalam mimpinya telah memberinya ilham untuk
berdagang serta menjadi seorang hartawan.
Hari
berganti hari dan akhirnya si pemburu membina rumah tangganya. Pada suatu hari
datanglah seorang saudagar kaya dari Kahayan (kebetulan Bagalah sendiri) dan singgah
di desa tepi Danau Sembuluh ini serta ingin bertemu dengan si pemburu yang juga
terkenal kaya.
Mampirlah
ia ke rumah si pemburu dan setibanya di sana ia terperanjat. Ia melihat sebuah
sandung di depan rumah si pemburu yang namanya persis sama dengan namanya
sendiri, dan yang lebih membingungkannya lagi ada suara gonggongan anjing dari
dalam sandung itu.
Saudagar
itu segera berlalu melewati sandung dan bergegas naik ke rumah si pemburu yang
menyambutnya dengan penuh keramah-tamahan.
Keduanya
saling berkenalan, berceritera mengenai pengalaman hidup masing-masing dan
akhirnya berniat untuk menjalin usaha perdagangan yang bakal menguntungkan
kedua belah pihak.
Tidak
lupa Bagalah (saudagar dari Kahayan itu) bertanya tentang keberadaan sandung di
depan rumah si pemburu yang sama dengan namanya serta suara anjing yang menggonggong
dari dalamnya.
Berkisahlah
si pemburu sebab musababnya hingga Bagalah dapat memakluminya.
Waktu
berlalu dengan pesat sebagaimana usaha dagang si pemburu yang semakin
berkembang. Temannya saudagar kaya dari Kahayan mengirimkan damar, rotan dan
getah; sedangkan si pemburu menyalurkan ikan kering, garam, gula dan bahan
makanan. Namun setiap Bagalah datang berkunjung ke si pemburu, ia merasa risih
dan jengkel karena ketika melewati sandung di depan rumah si pemburu selalu digonggong
suara anjing dari dalamnya. Suatu ketika rasa kejengkelannya sudah memuncak.
Sambil menyumpah-nyumpah ia mencabut tiang sandung itu lalu melempar-kannya ke
udara. Akhirnya tiang sandung itu jatuh dekat batu babi dan batu anjing
sebelumnya, terbenam dalam air di tepi Danau Sembuluh.
Konon
penduduk sekitar Desa Sembuluh itu jika menjala di sekitar tempat itu
memperoleh serpihan kayu ulin tiang sandung itu, mereka sangat gembira. Mereka
percaya benda itu (serpihan kayu tiang sandung) dapat dijadikan azimat untuk
berusaha.
Sampai
sekarang keturunan si pemburu masih ada, ciri-cirinya adalah mereka memiliki
ruas tulang punggung yang agak panjang, hingga seperti memiliki ekor. Desa Sembuluh
terletak dalam kecamatan Danau Sembuluh kabupaten Seruyan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar