Jumat, 31 Juli 2015

Legenda Gunung Kelud dan kisah pengkhianatan cinta Dewi Kilisuci


Legenda Gunung Kelud dan kisah pengkhianatan cinta Dewi Kilisuci
Gunung Kelud Meletus. ©2014 Merdeka.com/Imam Mubarok  

Gunung Kelud di Kediri, Jawa Timur meletus sekitar pukul 22.50 WIB kemarin. Ribuan warga Kediri dan sekitarnya pun diungsikan demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Gunung ini terakhir meletus pada tahun 2007 lalu.

Bagi warga Jawa Timur, khususnya Kediri, Gunung Kelud mempunyai legenda panjang. Menurut legendanya bukan berasal dari gundukan tanah meninggi secara alami, seperti Gunung Tangkuban Perahu di Bandung, Jawa Barat. Gunung Kelud terbentuk dari sebuah pengkhianatan cinta seorang putri bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti bernama Mahesa Suro dan Lembu Suro.

Dihimpun merdeka.com dari berbagai sumber, kala itu, dikisahkan Dewi Kilisuci anak putri Jenggolo Manik yang terkenal akan kecantikannya dilamar dua orang raja. Namun yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagu berkepala kerbau bernama Mahesa Suro.

Untuk menolak lamaran tersebut, Dewi Kilisuci membuat sayembara yang tidak mungkin dikerjakan oleh manusia biasa, yaitu membuat dua sumur di atas puncak Gunung Kelud, yang satu harus berbau amis dan yang satunya harus berbau wangi dan harus selesai dalam satu malam atau sampai ayam berkokok.

Akhirnya dengan kesaktian Mahesa Suro dan Lembu Suro, sayembara tersebut disanggupi. Setelah berkerja semalaman, kedua-duanya menang dalam sayembara. Tetapi Dewi Kilisuci masih belum mau diperistri. Kemudian Dewi Kilisuci mengajukan satu permintaan lagi. Yakni kedua raja tersebut harus membuktikan dahulu bahwa kedua sumur tersebut benar benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur.

Terpedaya oleh rayuan tersebut, keduanya pun masuk ke dalam sumur yang sangat dalam tersebut. Begitu mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu. Maka matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro. Tetapi sebelum mati Lembu Suro sempat bersumpah dengan mengatakan. Yoh, wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yoiku. Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung.

(Ya, orang Kediri besok akan mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau. Dari legenda ini akhirnya masyarakat lereng Gunung Kelud melakukan sesaji sebagai tolak balak supah itu yang disebut Larung Sesaji.

Acara ini digelar setahun sekali pada tanggal 23 bulan surau oleh masyarakat Sugih Waras. Tapi khusus pelaksanaan tahun 2006 sengaja digebyarkan oleh Bupati Kediri untuk meningkatkan pamor wisata daerahnya. Pelaksanaan acara ritual ini juga menjadi wahana promosi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan untuk datang ke Kediri. (Dari berbagai sumber).
sumber: Merdeka.com

Kamis, 30 Juli 2015

Asal Mula Gunung Merbabu


Kali ini saya menulis tentang sejarah atau asal mula Gunung Merbabu. Banyak wisatawan yang kurang mengetahui asal mu-asal tempat yang dikunjunginya, oleh sebab itu di sini saya memaparkan cerita rakyat menurut warga sekitar tentang asal mula Gunung Merbabu. langsung aja ke cerita yuk #SobatKeong Disini saya ingin menceritakan asal muasal Gunung Merbabu berada di perbatasan Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kota Salatiga. Nama Merbabu sendiri berasal dari kata “maharu = meru” (gunung) dan “abu” (abu) yang berarti gunung yang berwarna abu-abu karena pada saat meletus seluruh permukaan tanahnya tertutup oleh material abu vulkanik dan berwarna abu-abu. Asal usul nama Merbabu, terdapat versi yang beredar di kalangan Keraton Mataram. Konon, di bumi telah berdiri beberapa kerajaan yang saling berperang. Salah satu kerajaan itu, yakni Mamenang, merupakan kerajaan pemenangnya. Kerajaan itu berada di bawah pimpinan Maharaja Kusumawicitra. Waktu itu Resi Sengkala atau Jaka Sengkala atau Jitsaka atau umum menyebutnya Ajisaka — telah memberikan nama-nama gunung di seluruh Jawa. Sebelum datang ke Pulau Jawa, sang resi adalah raja yang bertahta di Kerajaan Sumatri. Karena kemenangan Maharaja Kusumawicitra itu, maka segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya diganti namanya disesuaikan dengan kebudayaan Mamenang. Nama Gunung Candrageni, yang semua diberi nama Ajisaka, lantas Kusumawicitra menggantinya menjadi Gunung Merapi. Begitu pula dengan Gunung Candramuka, diubah menjadi “Gunung Merbabu“. Sehingga kita mengenal nama Gunung Merapi dan Merbabu. Dalam naskah-naskah masa pra-Islam ada seorang sakti dari tataran Sunda bernama Bujangga Manik yang seorang pengelana yang hidup pada tahun 1500-an dan pernah singgah dan membuat pertapaan di lereng Merbabu. Bujangga Manik menyebut Gunung Merbabu sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pam(a)rihan. Perjalanan Bujangga Manik di lereng G. Merbabu tecatat dalam naskah catatan Belanda, namun perlu dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut (Rsi Hindu-Sunda karya KRT. Kusumotanoyo yang dimuat dalam buku Gema Yubileum HIK, Yogyakarta, 1987). 

- See more at: http://www.catatanhariankeong.com/2013/08/asal-mula-gunung-merbabu.html#sthash.2LPdIc2N.dpuf


Asal Mula Gunung Merbabu 10:00 PM | by Muhammad Hamdun Kali ini saya menulis tentang sejarah atau asal mula Gunung Merbabu. Banyak wisatawan yang kurang mengetahui asal mu-asal tempat yang dikunjunginya, oleh sebab itu di sini saya memaparkan cerita rakyat menurut warga sekitar tentang asal mula Gunung Merbabu. langsung aja ke cerita yuk #SobatKeong Disini saya ingin menceritakan asal muasal Gunung Merbabu berada di perbatasan Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kota Salatiga. Nama Merbabu sendiri berasal dari kata “maharu = meru” (gunung) dan “abu” (abu) yang berarti gunung yang berwarna abu-abu karena pada saat meletus seluruh permukaan tanahnya tertutup oleh material abu vulkanik dan berwarna abu-abu. Asal usul nama Merbabu, terdapat versi yang beredar di kalangan Keraton Mataram. Konon, di bumi telah berdiri beberapa kerajaan yang saling berperang. Salah satu kerajaan itu, yakni Mamenang, merupakan kerajaan pemenangnya. Kerajaan itu berada di bawah pimpinan Maharaja Kusumawicitra. Waktu itu Resi Sengkala atau Jaka Sengkala atau Jitsaka atau umum menyebutnya Ajisaka — telah memberikan nama-nama gunung di seluruh Jawa. Sebelum datang ke Pulau Jawa, sang resi adalah raja yang bertahta di Kerajaan Sumatri. Karena kemenangan Maharaja Kusumawicitra itu, maka segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya diganti namanya disesuaikan dengan kebudayaan Mamenang. Nama Gunung Candrageni, yang semua diberi nama Ajisaka, lantas Kusumawicitra menggantinya menjadi Gunung Merapi. Begitu pula dengan Gunung Candramuka, diubah menjadi “Gunung Merbabu“. Sehingga kita mengenal nama Gunung Merapi dan Merbabu. Dalam naskah-naskah masa pra-Islam ada seorang sakti dari tataran Sunda bernama Bujangga Manik yang seorang pengelana yang hidup pada tahun 1500-an dan pernah singgah dan membuat pertapaan di lereng Merbabu. Bujangga Manik menyebut Gunung Merbabu sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pam(a)rihan. Perjalanan Bujangga Manik di lereng G. Merbabu tecatat dalam naskah catatan Belanda, namun perlu dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut (Rsi Hindu-Sunda karya KRT. Kusumotanoyo yang dimuat dalam buku Gema Yubileum HIK, Yogyakarta, 1987). - See more at: http://www.catatanhariankeong.com/2013/08/asal-mula-gunung-merbabu.html#sthash.2LPdIc2N.dpuf

Sumber: http://www.catatanhariankeong.com/2013/08/asal-mula-gunung-merbabu.html
Muhammad Chamdun

Rabu, 29 Juli 2015

Misteri di Puncak Gunung Dempo

Misteri di Puncak Gunung Dempo
-
Sudah lama tak ke Pagaralam. Kota nan sejuk penuh bunga. Penduduk yang ramah bersahaja. Udara yang bersih dan asri. Kehidupan yang masih saling peduli. Kerinduan akan suasana inilah yang memacu kami sekeluarga akhirnya pergi berkunjung ke sini tanggal 29 Desember 2012 lalu. Rencana hanya satu hari, akan tetapi dalam perkembangannya menjadi dua hari. Kami meninggalkan Pagaralam di tanggal 31 Desember 2012. Artinya, tak ada perayaan tahun baru bagi kami sekeluarga. Karena begitu sampai di Palembang hari sudah menjelang maghrib dan seluruh anggota keluarga meradang kecapean, akhirnya tidur yang pulaspun tak bisa dihindarkan lagi di malam tahun baru itu.
Berawal dari sarapan pagi bersama keluarga, anak gadisku merengek minta diajak jalan-jalan karena masih liburan sekolah. Diputuskanlah tempat yang dikunjungi adalah Pagaralam karena masih ada keluarga yang tinggal di sana. Perjalanan dari Palembang ke Pagaralam memakan waktu yang cukup lama, sekitar enam sampai tujuh jam. Itu karena kami belum terbiasa dengan kondisi jalan ke situ. Sebelum sampai ke Pagaralam ada beberapa kota yang dilewati, yaitu Kotamadya Prabumulih, Kota Muaraenim, Kota Lahat dan terakhir sampailah ke Kotamadya Pagaralam.
Di sepanjang jalan yang kami lalui, penuh beraneka buah musiman yang sedang marak dijajakan di pinggir jalan, seperti durian, duku, rambutan, nanas dan sebagainya. Harganya murah-murah jika dibandingkan dengan di Palembang. Diantara Lahat dan Pagaralam kami sempat membeli durian sebesar kepala orang dewasa dengan harga sepuluh ribu rupiah dan isinyapun luar biasa enaknya. Tanpa cacat. Hingga kami menghabiskan hingga sepuluh buah durian. Hah...masih terbayang betapa lezatnya menyantap buah durian tersebut.
Sesampai di Kota Pagaralam hari sudah menjelang maghrib dan kami menginap di rumah keluarga yang sudah siap dengan makan malamnya. Waduh, ikan gurame dari air pegununga segar sekali dalam masakan bakar ala kampung. Ditambah lagi sambal tempoyak dan sayur mayur hasil perkebunan di Pagaralam itu sendiri membuat kami makan sangat berselera malam itu.
Keesokan harinya mulailah kami melakukan perjalanan ke Gunung Dempo. Pendakian yang dilakukan dengan menggunakan mobil cukup membuat rasa gamang dan was was yang teramat hebat. Tapi rasa penasaran untuk sampai ke puncak gunung tetap memacu diri untuk terus menyetir hingga batas akhir pendakian. Di setiap pemberhentian kami coba untuk mengambil photo dan gambar suasana alam pegunungan Dempo yang eksotis dan menyimpan misteri. Misteri Kebesaran Ilahi. Sempat terucap perkataan dari anakku, dengan lugunya ia berkata : “nanti kalau sudah berada di Puncak Gunung Dempo kita berdoa, biar langsung didengar dan dikabulkan Allah”. “Maksudnya?” tanyaku heran kenapa ia tiba-tiba berkata demikian. “Kan sudah dekat dengan langit” jawabnya tanpa dosa. Aku tersenyum sambil mengelus pipinya. Kakak-kakaknya tertawa merasa lucu. Heheheh, fikiran anak kecil. Tapi dalam hati aku membenarkan juga pemikirannya, hah...? ngaruh.
Tempat terakhir pemberhentian kenderaan hanya sebatas Tugu Rimau. Selebihnya sekitar 1.900 M2 harus dilalui dengan jalan kaki. Kami tidak sampai ke situ. Karena terlalu berbahaya. Kabut yang menyelimuti gunung terasa seperti air hujan. Tak henti-hentinya ia membasahi puncak gunung. Rasa gamang yang kualami semakin menjadi. Membayangkan terjatuh dari puncaknya. Membayangkan tidak bisa turun lagi. Semua rasa berkecamuk. Untungnya tempt tersebut cukup luas. Terdapat musallah. Orang berualan jagung bakar dan minuman hangat. Sangat membantu dan nikmat sekali. Tiba-tiba aku merasa oleng. Seperti mau pingsan. Aku tersandar di dinding musallah. Diantara kerumunan orang-orang yang membantuku terdapat seorang nenek renta. Ia menarik tanganku. Akupun mengikutinya. Nenek tersebut sangat gagah. Ia mampu berjalan tegak dan bersemangat. Kami melintasi hutan, mendaki ke puncak yang lebih tinggi lagi. Aku merasakan tubuhku sangat ringan. Tebing yang terjal dan tegak lurus itupun mampu aku lewati dengan mudah. Sungguh ini sangat tak terbayangkan. Aku melihat ke bawah. Tampak di musallah orang-orang masih berkerumun. Tapi aku tak peduli. Aku ikuti nenek. Ia terus menarik tanganku ke atas. Sampai di puncak yang hanya menyisakan dataran tak lebih luas dari 5 m2, aku melihat ke sekeliling. Kota Pagaralam nun jauh di bawah sana. Jurang yang terjal. Kabut awan yang mempesona. Pelangi yang indah. Nyanyian alam yang sangat merdu. Dan semua pemandangan yang tidak pernah aku lihat di waktu yang sudah-sudah. Lalu aku bertanya pada nenek : “tempat apakah ini nek?” ia menjawab bahwa inilah puncak Gunung Dempo. Lalu si nenek bertanya apakah aku sudah puas? Aku jawab belum, aku masih ingin menikmati keindahan alam ini. Nenek bilang, “belum waktunya, sekarang kita kembali ke bawah”. Akupun mengikuti apa kata nenek, dan tanpa terasa aku sudah berada dikerumunan orang-orang dengan merasakan kepala pusing dan perlahan berdiri sambil menghirup teh hangat yang ternyata sudah berkali-kali diminumkan di bibirku”. Oh, ternyata aku baru sadar dari pingsan.
Awal pendakian ke Gunung Dempo dengan berphoto dengan anak sulungku terlebih dahulu di tugu Pagaralam Kota Bunga (dokumen pribadi).
1357120943280726243
sempat mengabadikan anak bungsuku di pertengahan puncak gunung dempo dengan hamparan kebun teh yang menghijau. (dokumen pribadi).
1357121151878142974
Pemandangan yang indah dari Puncak Gunung Dempo (dokumen pribadi)
1357121648794095171
Bersama anak ketigaku mejeng di pertengahan puncak gunung dempo (dokumen pribadi)
13571217871445950468
air terjun di kaki gunung dempo (curug mangkok) airnya sangat dingin. anak-anakku sangat antusias ketika sampai di air terjun ini (dokumen pribadi)
13571220431448800039
anak ketigaku langsung menikmati sejuknya air pegunungan di curug mangkok kaki gunung dempo pagaralam (dokumen pribadi)
135712214918834923
si bungsu langsung pasang gaya begitu mendapatkan bunga-bunga yang indah ini (dokumen pribadi)
http://lifestyle.kompasiana.com/hobi/2012/12/22/weekly-photography-challenge-31-festive-seasons-and-mothers-day-512952.html

Selasa, 28 Juli 2015

SEJARAH SUAP MENYUAP SEPAKBOLA NASIONAL

Bagi pencinta sepak bola Indonesia, sepertinya perlu mendapat informasi yang lumayan lengkap dari CN, selama mengikuti perjalanan sepak bola nasional, khususnya dalam wadah kompetisi Indonesia atau pun di tim nasional Indonesia, yang selalu dihantui atau pun ditelusup oleh para bandar suap dan kaki tangannya. Sejak tahun 60-an hingga memasuki abad 21, tepatnya sampai musim 2014 ini, wajah sepak bola nasional, masih jalan ditempat dalam membrantas suap menyuap sepak bola nasional. Padahal, dengan teknologi yang super canggih, seharusnya sepak bola Indonesia sudah semakin sulit ditembus para “Mafioso para bandar suap”. Nyatanya. justru sepertinya PSSI sebagai induk cabang olahraga tertua di bumi Nusantara ini, sepertinya dan seolah-olah menutup-nutupi.
1- SKANDAL TIMNAS PERTAMA
Awal-awal berdirinya PSSI sejak 19 April 1930, sebetulnya sudah ada kasus-kasus suap yang melanda di sepak bola Indonesia. "Waktu itu, manajer tim PSSI-nya Adalah seorang wartawan. Bukan main hebatnya wartawan itu, dia mampu memberikan motivasi untuk kami tidak gentar menghadapi Nan Hwa," kata Djawad, legenda PSIM Jogjakarta, tahun 1930-an.
Orangtua itu masih ingat susunan tim PSSI yang tampil dengan pola WM. Penjaga gawang Maladi, bekas Ketua Umum PSSI dan Menteri Olahraga, bek kanan Ahoed (Cirebon), bek tengah Sarjan, dan bek kiri Soemaryo dari Solo. Empat gelandang terdiri dari Soewarno, Sukemi, dan Hoetoro dari Persis Solo, dan Soetrisno (Cirebon). Sebagai barisan penyerang adalah: Moestaram (Cirebon), Djawad (PSIM Yogyakarta), dan Yazid (Persis Solo).
Waktu itu, pemain kunci PSSI adalah kiper Maladi dan penyerang tengah Djawad. Menjelang pertandingan berlangsung di Alun-alun Semarang, seorang Cina menghubungi Djawad dan Maladi. la minta agar kedua pemain itu mau bermain kalah menghadapi Nan Hwa. Kedua pemain menolak maksud penyuap itu.
"Padahal, saat itu kami dijanjikan uang masing-masing 500 gulden. Cukup untuk beli dua rumah tembok di pinggir jalan," kata Djawad mengenang peristiwa lima puluh tahun lalu. Menurut bekas penyerang tengah tim nasional itu, alasan untuk menolaknya sangat sederhana saja. "Kami ingin menang, ingin menunjukkan kepada bangsa lain bahwa kita tak kalah dengan mereka," ujarnya.
Bahkan, menurut Djawad yang pernah menjadi asisten pelatih Belanda Wiel Coerver di Diklat Salatiga, saat itu Maladi marah-marah pada Cina penyuap tersebut. "Kalau saat itu Maladi bawa pistol, mungkin sudah ditembaknya. Dan kami memang tidak terpengaruh, hasil pertandingan 2-2. Maladi dan saya benar-benar main mati-matian," ujarnya.
Pertandingan yang berlangsung di Alun-Alun Semarang itu, PSSI mula-mula kebobolan 2 gol. Maladi silau oleh cahaya matahari. Giliran babak kedua, kiper Nan Hwa yang silau. Dua tendangan lambung menyilang Moestaram, gagal dikuasai kiper lawan. "Kami benar-benar bahagia saat itu," ujar orangtua yang mendapat penghargaan ketika PSSI berulangtahun ke-50 (tahun 1980).
2- SKANDAL SENAYAN
Saat itu, Tim nasional Indonesia yang diasuh Tony Pogaknik adalah satu tim kandidat juara Ganefo 1963
(multievent ciptaan Bung Karno, untuk menandingi Olimpiade ciptaan sekuta Amerira dkk). Dengan kekuatan yang masih memiliki dua tim yaitu Tim Nasional Garuda dan tim nasional Banteng, sepertinya 'racikan' Pogaknik sudah sangat ditakuti lawan-lawannya dari seluruh dunia.
Kalau hanya kawasan Asia saja, sepertinya sulit menandingin tim nasional Indonesia saat itu. Mayoritas pemainnya, adalah tim Persib Bandung yang dekade 1960 - 64 selalu menjadi jawara kompetisi sepak bola nasional. Kiper Jus Efek, Rukman (kanan luar) Fattah Hidayat (playmaker), Omo Suratmo (striker), Wowo Sungkowo (gelandang) serta dua bersaudara Max Timisela (striker dan Hengky Timisela (double stopper). Juga masih menyisakan Suhendra (kiri luar), Anjik Ali Nurdin (libero).
Sementara itu, pemain di luar Persib Bandung, Idris, Sunarto (PSMS Medan), LH Tanoto, Rukma, Ishak Udin, Sanca (Persija Jakarta), Maryoso (PSMS Medan), Idris (PSM Makassar), Bob Hippy (Persebaya). Dan, masih menyimpan nama-nama legendaris lainnya, seperti M. Zaelan, Djamiat Dalhar, Tan Liong Houw dan Ipong Silalahi.
Dengan dibongkarnya 'Skandal Senayan', otomatis tim nasional yang ampil tidak dengan kekuatan penuh, karena para bintangnya dinyatakan terkena kasus tersebut. Sementara, tim nasional yang tampil hanya dengan pemain mudanya, termasuk Bob Hippy. Bahkan, Sutjipto Suntoro yang tidak masuk dalam skuad akhirnya ikut terpanggil.
Menurut Bob Hippy, saat 'Skandal Senayan' dirinya masuk untuk tim Banteng, sedangkan tim Garuda lebih dominan dari para pemain Persib Bandung. Awalnya, setelah ujicoba dengan tim nasional Yugoslavia, juara Olimpiade 1962 sekaligus '8 besar' Piala Dunia 1962 berlaga di Stadion Bung Karno Senayan, ditahan imbang 3 - 3.
Rata-rata istri pemain ikut serta dalam rombongan ujicoba tersebut, yang menginap di Hotel Asri (sekarang jadi hotel Century Atlet Senayan, red). Saat itu, para istri pemain belanja ke Sarinah (mall terbesar saat itu di kawasan Thamrin Jakarta yang dibangun presiden Soekarno), danbdi hotel juga ditemukan banyak uang.
Menurut Bob Hippy saat itu, pemain yang masuk tim nasional itu adalah sebuah prestise dan bergengsi. Namun, pemerintah RI saat itu sedang membangun, oleh sebab itu jarang sekali ada uang saku atau bonus. Walaupun saat itu, uang sakunya Rp 25 perak. Namun, banyak pejabat yang memberi bonus kepada pemain jika menang.
Saat itu, partai persahabatan dengan tim Yugoslavia berakhir 3 - 3. Mosok dengan hasil seri saja, pemain disuap. Itulah yang menjadi. misteri' sampai saat ini. Mereka disuap untuk kalah, tapi hasilnya seri 3 - 3. Ini tidak masuk akal. Sebetulnya, hanya masalah iri karena ada para istri yang belanja, namun ada para istri yang tidak bisa belanja.
Sebetulnya, di dalam sebuah tim, hal-hal tersebut biasa. 'Mungkin saat itu ada pemain yang pelit kepada istrinya, bisa juga karena ada juga pemain yang memberi banyak uang kepada istrinya," lanjut Bob Hippy. Menurut Bob, saat itu Tony Pogacnik bahkan sampai berlinang air mata ketika kepolisian memeriksa dan menahan beberapa pemain atas tuduhan tersebut.
3- SKANDAL MANGGA BESAR
Puasa Tahun 1987, sebagian pemain Pelita Jaya dituduh Bertje Matulapelwa (pelatih timnas Indonesia), seperti Robby Maruanaya, Elly Idris, Louis Mahodin, Noah Meryam dan Bambang Nurdiansyah. Mereka, saat melakukan pelatnas untuk persiapan SEA Games 1987 di Jakarta, kedapatan keluyuran di kawasan Mangga Besar Jakarta. Konon, menurut Bertje Matulapelwa, mereka sedang ‘dugem’ dan ditraktir judi bola di kawasan ‘Pacinan’ Gajamada. Walaupun, saat itu hanya terindikasi, danvbelum terbukti ada transaksi, namun trio pelatih SEA Games 1987, Bertje Matulapelwa, Sarman Pangabean dan Sutan Harhara, lebih berani memilih mencoret mereka, walaupun saat itu Bertje adalah pelatih Pelita Jaya Jakarta sebelumnya.
Bahkan, oleh PSSI, kelima pemain Pelita jaya itu dihukum tiga tahun. Walaupun, akhirnya semua mendapat remisi hukuman. Namun, Bertje sebagai pelatih, sepertinya sangat jeli. Sehingga mayoritas skuad tim SEA Games saat itu berubah drastis. Kalau sebelumnya, lebih dominan pemain Galatama, namun saat menjelang pesta olahraga se-Asia Tenggara itu, didominasi pemain Perserikatan. Terbukti, cara-cara Bertje sangat manjur, dan akhirnya merebut medali emas SEA Games 1987, untuk pertama kalinya.
Dengan mayoritas pemain Perserikatan, seperti PonirinbMeka dan Sutrisno (PSMS Medan), Marzuky Nyak Mad, Patar Tambunan, Azhary Rangkuty, Adityo Darmadi (Persija Jakarta), Robby Darwis (Persib Bandung), Budi Wahyono dan Ribut Waidi (PSIS Semarang). Sehingga, hanya penyisakan tiga pemain Galatama, Jaya Hartono (Niac Mitra), Herry Kiswanto (KTB), Ricky Yacobi dan Nasrul Koto (Arseto) dan Rully Nere (Pelita Jaya).
“Gue harus istirahat satu musim memperkuat Pelita Jaya saat itu. Beruntung, Acub Zainal kasih gue bermain untuk Arema Malang di putaran kedua Galatama 1987-88. Kata Acub, kota Malang butuh pemain bintang, agar penonton bisa berduyun-duyun ke stadion Gajayana, dan Acub dan Lucky Acub Zainal berjanji, kalau gue dijamin tidak diteriaki suap….suap…suap,” tutur Bambang Nurdiansyah.
4- SKANDAL PRA PIALA DUNIA 1989
Pelatih nasional, Trio Basiska - Basri, Iswadi dan Abdul Kadir, juga mengungkap kasus suap menyuap yang terjadi pada para pemain tim nasional yang disiapkan ke Pra Piala Dunia. Buntutnya, Acub Zainal, akhirnya ditunjuk PSSI sebagai Ketua Tim Penelitian dan Penanggulangan Masalah Suap - TPPMS. Saat itu, PSSI mensinyalir banyak pertandingan yang dijual- belikan dalam kompetisi Galatama dan Perserikatan Adalah Suapri, gelandang elegan asal Jayakarta Galatama, setelah gantung sepatu, justru lebih punya hobi sebagai kaki tangan para bandar judi. Sehingga, hampir semua pertandingan Galatama saat itu, sudah terindikasi diatur oleh para Bandar judi. Dampaknya, selama Suapri dipanggil keluar masuk ke TPPMS dibawah komando Acub Zainal, situasi pembentukan tim nasional, asuhan trio Basiska (M. Basri, Iswadi Idris, Abdu Kadir) benar-benar sulit, karena rata-rata pemain Galatama yang dipanggil masuk skuad tim nasional dinilai sulit dipercaya, sehingga prestasi tim nasional benar-benar gagal total. Termasuk, dalam persiapan Pra Olimpiade.
Dalam usia senjanya, bekas pemain nasional itu sangat sedih mendengar berita adanya pemain-pemain PravOlimpiade asuhan Bertje Matulapelwa, yang terlibat suap.
"Ya, mereka memang tidak memperoleh yang sebesar kita dapat dulu. Uang saku kami dulu besar sekali. Kondisi pemain dan zaman pun memang sudah berbeda. Kebutuhan pemain sekarang memang banyak. Dan kalau PSSI menyadari semua itu, pasti tidak akan menghukum mereka seberat itu. Tiga tahun itu lama," komentarnya tentang hukuman lima pemain Pra Olimpiade Barcelona 1992.
Maulwi Saelan, mantan kipper tim nasional Olimpiade 1956 di Melbourne, menjawab CN, bahwa pemain sekaliber Simon Tahamata, salah satu pemain nasional Belanda berdarah Ambon, juga pernah terlibat suap di awal tahun 98-an. "Saat itu, nilanya besar sekali yang diterimanya, tapi toh hanya dihukum 6 bulan. Sementara pemain Indonesia dihukum 3 bulan. Ini controversial."
Memang beda sekali, kondisi sosial dan budaya serta perilaku, para pemain nasional diawal kemerdekaan, dengan jaman sekarang, terutama memasuki millennium ke-3. Mental pemain tim nasional sekarang ini, mentalnya itu bisa dipengaruhi lingkungan, gaya hidup, mau pun pikiran untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Sedangkan, kalau dulu, mentalnya hanya untuk garuda di dadaku.
5- SKANDAR MURSYID EFFENDY
Masih ingat, peristiwa “gol bunuh diri” Mursyid Effendy saat menghadapi tim nasional Thailand, yang berakhir dengan skor 2 – 3, di Piala Tiger 1998 (sekarang berganti nama Suzuki AFF Cup). Untuk menghindari tuan rumah sekaligus favorit juara, Vietnam di semi-final, pasukan Rusdy Bahalwan Dan Thailand "menolak" menang pada pertandingan terakhir babak penyisihan Grup A. Peristiwa itu, berlangsung 31 Agustus 1998, di Stadion Thong Nhat, Ho Chi Minh, yang dipimpin wasit asal Cina, Lu Jun.
Kedua tim, saat itu sudah dipastikan lolos ke semi-final, tetapi hasil imbang saja sudah cukup bagi Thailand untuk menempati posisi runner-up dan terhindar dari laga melawan Vietnam. Ketidakseriusan memuncak usai jeda di babak kedua. Indonesia memimpin dua gol lewan Miro Baldo Bento (52) dan Aji Santoso (84), sebelum disamakan Thailand lewat Kritsada (62) dan Therdsak (86). Namun, ujug-ujug menit 90, Mursyid Effendy dengan “tanpa dosa” Mencetak gol bunuh diri ke gawang sendiri yang dikawal Hendro Kartiko, dan akhirnya Thailand menang 3 – 2, akhirnya “Negri Gajah” itu yang berhadapan menghadapi Vietnam di semi-final.
Ketua Umum PSSI Azwar Anas menyambut kepulangan timnas di bandara dan sambil berlinang air mata menyatakan pengunduran diri karena insiden memalukan itu. Setelahnya, Mursyid juga mendapat sanksi laranganvbermain untuk timnas seumur hidup oleh FIFA. Keluarga Azwar Anas, sepertinya tidak tega melihat bapaknya dihujat tanpa ampun di semua media cetak saat itu, sehingga malamnya mengadu ke Agum Gumelar dan presiden Soeharto, agar segera mengganti dirinya.
Yang masih menjadi ‘tanda tanya’ besar, siapa yang menyuruh Mursyid Effendy melakukan “gol bunuh diri”? Sampai hari ini, Mursyid Effendy tidak pernah mengeluarkan kata-kata untuk pengatur scenario paling memalukan tersebut.
6- SKANDAL BUKIT JALIL
Masih terngiang-ngiang di sekitar telinga kita sebagai pencinta sepak bola nasional. Peristiwa di stadion Bukit Jalil, Malaysia, di final leg pertama, 26 Desember 2010, menghadpi tuan rumah Malaysia, yang berakhir dengan skor telak 0 – 3. Semua penggila bola, tidak percaya pasukan Alfred Riedl dipermalukan di kandang Malaysia, dengan skor telak. Padahal, di penyisihan grup A, Indonesia menggulung Malaysia dengan skor telak 5 – 1. Membabat setengah lusin 6 – 0 atas Laos, dan mengalahkan Thailand 2 – 1.
Sejengkal lagi perjuangan Indonesia mengakhiri puasa gelar sejak 1991, sepertinya dan seolah-olah akan terwujud di Piala AFF 2010. Indonesia selalu menang dalam tiga pertandingan penyisihan grup dan dua laga semi-final melawan tim kejutan Filipina. Namun, malam itu, Malaysia dengan materi U-23 jsutru mengejutkan sekaligus mempermalukan Firman Utina dan kawan-kawan.
Setelah gonjang-ganjing perebutan ‘kursi panas’ PSSI, terkuak, bahwa pertandingan Malaysia vs Indonesia di final leg pertama itu, terindikasi permainan atur mengatur skor. Konon, yang beredar, bahwa rumah judi di Malaysia dan Singapura, menginginkan pertandingan berakhir hanya 0 – 2 untuk kemenangan Malaysia.
Namun, konon katanya lagi, Nirwan Bakrie justru inginkan pertandingan berakhir lebih dari dua gol. Dan, terbukti timbnasional Indonesia kalau lebih dari dua gol. Otomatis, bandarnya Nirwan Bakrie yang menang telak sekaligus untung besar (sekitar Rp 2 triliyun). Masih konon dan desas-desus yang belum terkuak sampai hari ini, adalah bawah tim Indonesia diyakini, masih mampu kembali menang telak di Senayan, saat pertandingan final leg kedua, 29 Desember 2010 saat itu, sehingga Indonesia masih dinilai tetap sebagai juara. Nyatanya, buntung !!!!
* Via : Cocomeo News (CN)
sumber: https://web.facebook.com/permalink.php?story_fbid=796092997128244&id=261694130568136&substory_index=0

LEGENDA GUNUNG MERAPI


Hasil gambar untuk legenda gunung merapi
Gunung Merapi dipercaya sebagai tempat keraton makhluk halus. Panembahan Senopati pendiri kerajaan Mataram memperoleh kemenangan dalam perang melawan kerajaan Pajang dengan bantuan penguasa Merapi. Gunung Merapi meletus hingga menewaskan pasukan tentara Pajang, sisanya lari pontang-panting ketakutan. Penduduk yakin bahwa Gunung Merapi selain dihuni oleh manusia juga dihuni oleh makhluk- makhluk lainnya yang mereka sebut sebagai bangsa alus atau makhluk halus.
Penduduk di daerah Gunung Merapi mempunyai kepercayaan tentang adanya tempat-tempat angker atau sakral. Tempat angker tersebut dipercayai sebagai tempat-tempat yang telah dijaga oleh mahkluk halus, dimana itu tidak dapat diganggu dan tempat tersebut mempunyai kekuatan gaib yang harus dihormati. Penduduk pantang untuk melakukan kegiatan seperti menebang pohon, merumput dan mengambil ataupun memindahkan benda-benda yang ada di daerah tersebut. Selain pantangan tersebut ada juga pantangan untuk tidak berbicara kotor, kencing atau buang air besar, karena akan mengakibatkan rasa tersinggung makhluk halus yang mendiami daerah itu.
Tempat-tempat yang paling angker di Gunung Merapi adalah kawah Merapi sebagai istana dan pusat keraton makhluk halus Gunung Merapi. Di bawah puncak Gunung Merapi ada daerah batuan dan pasir yang bernama “Pasar Bubrah” yang oleh masyarakat dipercaya sebagai tempat yang sangat angker. “Pasar Bubrah” tersebut dipercaya masyarakat sebagai pasar besar Keraton Merapi dan pada batu besar yang berserakan di daerah itu dianggap sebagai warung dan meja kursi makhluk halus.
Bagian dari keraton makhluk halus Merapi yang dianggap angker adalah Gunung Wutoh yang digunakan sebagai pintu gerbang utama Keraton Merapi. Gunung Wutoh dijaga oleh makhluk halus yaitu “Nyai Gadung Melati” yang bertugas melindungi linkungan di daerah gunungnya termasuk tanaman serta hewan.
Selain tempat yang berhubungan langsung dengan Keraton Merapi ada juga tempat lain yang dianggap angker. Daerah sekitar makam Sjech Djumadil Qubro merupakan tempat angker karena makamnya adalah makam untuk nenek moyang penduduk dan itu harus dihormati.
Selanjutnya tempat-tempat lain seperti di hutan, sumber air, petilasan, sungai dan jurang juga dianggap angker. Beberapa hutan yang dianggap angker yaitu “Hutan Patuk Alap-alap” dimana tempat tersebut digunakan untuk tempat penggembalaan ternak milik Keraton Merapi, “Hutan Gamelan dan Bingungan” serta “Hutan Pijen dadn Blumbang”. Bukit Turgo, Plawangan, Telaga putri, Muncar, Goa Jepang, Umbul Temanten, Bebeng, Ringin Putih dan Watu Gajah.
Beberapa jenis binatang keramat tinggal di hutan sekeliling Gunung Merapi dimiliki oleh Eyang Merapi. Binatang hutan, terutama macan putih yang tinggal di hutan Blumbang, pantang ditangkap atau dibunuh. Selanjautnya kuda yang tinggal di hutan Patuk Alap-alap, di sekitar Gunung Wutoh, dan di antara Gunung Selokopo Ngisor dan Gunung Gajah Mungkur adalah dianggap/dipakai oleh rakyat Keraton Makhluk Halus Merapi sebagai binatang tunggangan dan penarik kereta.
Di puncak Merapi ada sebuah Keraton yang mirip dengan keraton Mataram, sehingga di sini ada organisasi sendiri yang mengatur hirarki pemerintahan dengan segala atribut dan aktivitasnya. Keraton Merapi itu menurut kepercayaan masyarakat setempat diperintah oleh kakak beradik yaitu Empu Rama dan Empu Permadi.
Seperti halnya pemerintahan sebagai sebagai Kepala Negara (Empu Rama dan Empu Permadi) melimpahkan kekuasaannya kepada Kyai Sapu Jagad yang bertugas mengatur keadaan alam Gunung Merapi. Berikutnya ada juga Nyai Gadung Melati, tokoh ini bertugas memelihara kehijauan tanaman Merapi. Ada Kartadimeja yang bertugas memelihara ternak keraton dan sebagai komando pasukan makhluk halus. Ia merupakan tokoh yang paling terkenal dan disukai penduduk karena acapkali memberi tahu kapan Merapi akan meletus dan apa yang harus dilakukan penduduk untuk menyelamatkan diri. Tokoh berikutnya Kyai Petruk yang dikenal sebagai salah satu prajurit Merapi.
Begitu besarnya jasa-jasa yang telah diberikan oleh tokoh-tokoh penghuni Gunung Merapi, maka sebagai wujud kecintaan mereka dan terima kasih terhadap Gunung Merapi masyarakat di sekitar Gunung Merapi memberikan suatu upeti yaitu dalam bentuk upacara-upacara ritual keagamaan. Sudah menjadi tradisi keagamaan orang Jawa yaitu dengan mengadakan selamatan atau wilujengan, dengan melakukan upacara keagamaan dan tindakan keramat.
Hubungan Keraton mataram dan Merapi
Alkisah, sesaat setelah merapat di bibir pantai Parang Kusumo, Panembahan Senopati diberi tanda mata cinta oleh Nyai Rara Kidul berupa endhog jagad (telor). Di tempat itu pula, sekali lagi kesungguhan dan kesetiaannya diuji. Dan satu lagi yang musti diingat, segera makan endhog ini, ujar nyai rara kidul ” berpesan sebelum hilang dari pandangan dan kembali keasalnya.
Tertegunlah panembahan senopati dibuatnya. Namun tanpa dinyana. Ternyata dalam perjalanan pulang ia kepergok oleh sunan kalijogo yang sedari tadi secara diam diam mengamati kejadian ini. Atas nasehat sunan klijogo pula pendiri dinasti mataram ini lalu disarankan untuk mengurungkan niat memakan telor pemberian ratu pantai selatan tersebut, meski itu hanya sebagi sarana belaka. Karena telor tersebut, diduga hanya untuk mejebak sang penembahan.
Terbukti saat sesudah telor jagad tersebut ditelan secara tak sengaja oleh Ki Juru Taman , abdi dalem setia keraton, menndadak berubah wujud menjadi raksasa.
Menyaksikan pemandangan ini bukan main masgul hati sang penembahan. Ia hanya bisa membatin , ada benarnya juga ramalan sunan kalijogo tersebut. Bagaimana seandainya ia yang memakan telor tadi ”
Sudah seperti yang digariskan , perintah ku, jagalah puncak merapi kapan saja. Selamatkan rakyatku dari amuk merapi selamanya , ” demikian titah sang Penembahan Senopati kepada juru taman yang telah berubah menjadi raksasa, petinggi lelembut di gunung merapi. Abdi dalem inilah yang akhirnya nanti dikenal sebagai Kyai Sapu Jagad, penunggu merapi.
Labuhan Merapi
Untuk mengenang jasa dan pengorbanannya, keraton Jogja dan Surakarta diminta menyisihkan sebagian dari hasil buminya dalam bentuk benda benda sesaji untuk dipersembahkan kepadanya.
Sejak itulah, upacara labuhan merapi selalu dirayakan oleh masyarakat setempat dan Kesultanan Yogyakarta maupun Surakarta secara turun temurun tanpa mengurangi muatan sakralnya.
Di Yogyakarta benda benda untuk labuhan merapi terdiri dari 8 buah yang meliputi : sinjang cangkring , semekan gadhung melati, semekan bango tolak, peningset yudharaga, dan kampuh poleng. Semua benda itu diarak dari keraton dan diserah terimakan melalui Bupati Sleman, Camat Cangdringan , dan kemudian dipasrahkan kepada Juru kunci Merapi Mas Ngabehi Suraksohargi (mbah Maridjan) untuk kemudian di labuh.Di Selo setiap tahun baru Jawa 1 Suro diadakan upacara Sedekah Gunung, berupa hasil bumi berupa sayur mayur,sego gunung,dan yang pokok berupa kepala kerbau yang kemudian tepat pada malam satu suro pukul 00:00WIB di bawa ke puncak kawah merapi untuk dilarung.(dari berbagai sumber)
https://merapimerbabu.wordpress.com

Senin, 27 Juli 2015

Tolire, Desa yang Hilang di Kaki Gamalama

Hasil gambar untuk legenda gunung gamalamaSIAPA yang tak kenal dengan Gunung Gamalama, gunung api aktif yang menjulang seakan memayungi Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.

Gunung Gamalama adalah sebuah gunung stratovolcano kerucut yang merupakan keseluruhan Pulau Ternate, Kepulauan Maluku. Pulau ini ada di pesisir barat Pulau Halmahera yang ada di bagian utara Kepulauan Maluku. Selama berabad-abad, Ternate adalah pusat benteng Portugis dan VOC Belanda untuk perdagangan rempah-rempah.

Gunung Gamalama yang memiliki tinggi 1.715 meter di atas permukaan laut menyimpan misteri tersendiri. Meski terus bergolak memuntahkan semburan abu namun jumlah penduduk yang mendiami kaki gunung terus bertambah.

Banyak legenda yang hidup di sekitar Gamalama, salah satunya Danau Tolire yang terletak tepat di kaki gunung api tertinggi di Maluku Utara itu. Danau yang terletak sekitar 10 kilometer dari Kota Ternate itu seperti loyang raksasa, airnya berwarna hijau tua dengan kedalaman sekitar 100 meter sampai ke permukaan air.

Warga Ternate mengenal ada dua danau yaitu Tolire Besar dan Tolire Kecil yang terpisah jarak sekitar 200 meter. "Kebanyakan orang bilang ini bekas kawah," kata Muhammad Nasir, warga setempat yang biasa berdagang makanan kecil di kawasan Danau Tolire.

Nasir menuturkan, menurut cerita yang hidup di masyarakat setempat Danau Tolire dahulu merupakan sebuah kampung yang ditinggali sekitar 1.200 jiwa.

Terbentuknya Danau Tolire bermula dari diadakannya sebuah pesat rakyat. Layaknya sebuah pesta tak lengkap tanpa minuman. Saat pesta berakhir, sang kepala suku yang sudah mabuk memanggil anak perempuannya ke dalam rumah sehingga terjadilah hubungan terlarang antar ayah dan anak tersebut.

"Namanya adat di kampung yang masih menjunjung tinggi sopan santun. Satu orang saja yang berbuat maka sekampung akan merasakan akibatnya," tutur Nasir.

Menjadi Danau

Saat subuh menjelang terdengar ayam jantan berkokok tiga kali. Seorang nenek mengabarkan bahwa kokok ayam tersebut bertanda tidak lama lagi kampung itu akan tenggelam. Tapi warga kampung tidak mempercayai pernyataan si nenek. Tiba-tiba muncul mata air dari tungku tempat memasak yang terdapat di samping rumah kepala suku.

Saat air yang memancar dari mata air semakin membesar, masyarakat mulai panik termasuk sang kepala suku yang berlari hanya membawa selembar baju, ia menginjak mata air itu yang tiba-tiba amblas menenggelamkan kampung.

"Anaknya juga berlari tapi agak jauh namun juga amblas sehingga kini dikenal dengan Danau Tolire kecil," ujar Nasir.

Entah benar atau tidak, kisah tersebut memunculkan daya tarik tersendiri Danau Tolire. Ketenangan alam dan hijaunya hutan kaki Gunung Gamalama yang menaungi sekeliling danau seakan memiliki daya magis.

Keunikan lain yang dimiliki Danau Tolire adalah jarak antara tebing hingga ke permukaan air yang cukup dalam memunculkan rasa penasaran pengunjung.

Tidak perlu susah mencari batu untuk memupus rasa penasaran, warga setempat menyediakan batu-batu yang bisa dibayar dengan uang Rp 1.000 untuk lima batu.

Tidak jarang pengunjung melemparkan batu seukuran kelereng untuk mengetes kedalaman danau, tapi hampir tidak ada batu yang menyentuh permukaan air.
"Batu hanya jatuh sampai ke tebing sebelum mencapai air seakan tersedot," tambah  Nasir seraya melemparkan batu yang tak disangka bisa menyentuh permukaan air.

Nasir adalah salah satu yang bisa melempar batu mencapai permukaan air Danau Tolire. Ia mengaku hanya melangsungkan atraksi melempar pada hari Minggu, saat warga berekreasi ke danau.

Obyek Wisata

Danau Tolire tidak bisa dilepaskan dari Gunung Gamalama, merupakan satu kesatuan yang masing-masing mempunyai daya tarik tersendiri. Meski tidak setenar Danau Toba di Sumatera Utara, tapi tidak lengkap rasanya jika ke Ternate tanpa mengunjungi Danau Tolire.

Alam yang asri, hijau, sejuk dan keheningan yang membawa ketenangan merupakan daya tarik tersendiri, berbeda dengan Danau Toba yang disekelilingnya padat dengan hotel maupun penginapan. Maka tidak salah jika Danau Tolire menjadi obyek wisata yang patut dikunjungi di Ternate.

Warga setempat mulai menjadikan Danau Tolire sebagai destinasi wisata terbukti setiap akhir pekan selalu ramai dikunjungi wisatawan, seperti yang dikatakan Nasir.

Terlepas dari legenda terciptanya Danau Tolire, banyak pelajaran yang bisa diambil dari cerita rakyat Ternate itu di samping pemerintah setempat harus memaksimalkan potensi alam yang ada sebagai daya tarik wisata.
sumber: http://travel.kompas.com

Minggu, 26 Juli 2015

Sejarah Menakutkan "Tersembunyi" di Seputar Gunung Sinabung

Gunung Sinabung yang terletak di Tanah Karo Sumatra Utara adalah salah satu dari 30 Gunung api yang ada di atas Sesar Besar Sumetra dan adalah Gunung Api Aktif yang terdekat dengan  "Gunung Super" purba yaitu  supervulcano  TOBA.
Dan kalau dilihat letaknya, Sinabung yang aktif kembali sejak 2010, yang selama 400 tahun ini  "tertidur" pulas, posisinya lebih TEPAT diatas Sesar Besar Sumatera dari pada "mamanya" sendiri yaitu Gunung Toba. Dan sesar ini adalah salah satu dari dua  sesar /patahan teraktif di dunia.
Sinabung mulai bangun setelah Gempa Bumi disertai  tsunami dahsyat  yang mengguncang Aceh pada tanggal 26 Desember 2004, disusul kemudian dengan gempa Nias Maret 2005 dan Juli 2006 , diikuti  Gempa Padang pada Maret 2007 yang  berulang pada September 2009 yang diikuti Gempa Nias lagi Oktober 2009. ...... setahun  kemudian, 29  Agustus   2010 Gunung Sinabung Meletus untuk pertama kali setelah 400an tahun diam.
Patahan Besar Sumatra yang terbentang sepanjang 1700 km telah mencatatkan sejarah yang mengguncang seluruh dunia:
Letusan Karakatau di ujung Sesar ini pada akhir  Agustus 1883  telah mencatatkan betapa hebatnya prahara yang bisa dihadirkan dari patahan ini ke seluruh dunia.
Tsunami yang ditimbulkannya sampai di Hawai, Selat Inggris dan Prancis, dan bahkan di pantai-pantai sekitar Sumatera dan jawa ketinggian gelombang Tsunami mencapai 40 m. Bayangkan. Korban yang mencapai 36.000 jiwa. Ini jumlah orang yang tewas  ditahun 1883, dimana populasi manusia belum sepadat sekarang. Jumlah korban mungkin bepuluh kali lipat jika terjadi sekarang.
Cuaca seluruh dunia berubah, atmosfer Bumi tertutup debu, cahaya matahari redup selama setahun, penyakit sampar meraja lela, kekurangan pangan menyertai kegagalan pertanian akibat debu karakatau. Dan banyak lagi fenomena yang terjadi yang mempengaruhi dunia masa itu. Dan itu semua dimulai disini, di titik hunjaman  lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia, dimana Gunung Sinabung sedang bergemuruh diatasnya hari-hari ini.
Jika Gempa yang mengakibatkan tsunami Aceh terjadi akibat aktivitas "lempeng"  di kedalaman 10 Km di 160 km  dari pantai Barat Aceh, ternyata gempa-gempa vulkanik dangkal sekitar kedalaman 3 Km dibawah  Sinabung yang tercatat berpuluh kali dalam sehari,  disertai juga oleh beberapa Gempa Tektonik dikedalaman 10 Km. Adakah sesuatu dikedalaman itu dibawah Pulau Sumatra ?
Dan pada salah satu letusan besar belakangan ini, dikatakan oleh petugas Pos Pemantau Sinabung akibat TIBANYA MAGMA BARU. Wow!! Adakah magma lain yang sedang "dalam perjalanan"  dan mereka dalam jumlah lebih besar ?
Supervulcano Toba yang dikatakan masih memiliki dapur magma dibawahnya memang sedang diam. Yang ada diatasnya adalah keindahan danau Toba. Dan kalau danau itu adalah kaldera, maka Gunung Sinabung adalah "anaknya".
Dan karena  lubang semburan di puncak Sinabung terus bertambah banyak dan bertambah besar (sedang terjadi), masuk akal bahwa dorongan magma akan semakin tertarik untuk berpusat pada titik keluar ini jika memang ada Magma terjebak yang volumenya terus bertambah dengan magma baru  akibat hunjaman-hunjaman lempeng sejak 2004 lalu.
Dan karena pada masa lampau pernah terjadi ledakan super dahsyat sebuah gunung di Bumi ini, dan gunung itu adalah "ibu Kandung" Sinabung sendiri, maka wajarlah jika Sinabung, khususnya nasib pengungsinya lebih diperhatikan.
Apalagi sejarah mencatat bahwa kengerian-kengerian telah terjadi di bentangan sesar ini. Gunung Toba (ditengah) mengawali (katanya 73.000 tahun lalu) , Karakatau diujungnya mengguncang pada awal sejarah modern (1883), Gempa Aceh diujungnya satunya  lagi mengguncang dunia dengan besarnya korban dan hebatnya guncangan (2004), maka Sinabung yang  ada di dekat  "ibunya" , akankah mengakhiri teror sesar ini dalam sejarah peradaban manusia ( ?)  ??
Bertobatlah sebelum terlambat. Salam  Damai.
sumber: http://www.kompasiana.com

Sabtu, 25 Juli 2015

Ongklok, Mie Khas dari Wonosobo

Quote:
Quote: Mie Ongklok
Spoiler for pic:


Quote:Sebelum baca mending dulu ya gan
Thanks


Quote:Siapa diantara agan yang tidak suka makan Mie? Pasti tidak ada. Hampir dipastikan semua masyarakat Indonesia sangat menyukai dengan Mie. Apapun itu olahannya, dengan bahan dasar Mie, semua pasti dilahap. Tidak mengherankan jika konsumsi Mie di Indonesia terbesar kedua dunia setelah China tentunya, yakni mengkonsumsi mie sebanyak 14,5 miliar bungkus. Alhasil, hampir setiap daerah di Indonesia memiliki kuliner yang khas berbahan dasar Mie. Seperti mie pedas Aceh, mie rebus (baca : Godog) Jawa dan lain-lain. Namun ada salah satu kuliner khas dari propinsi Jawa Tengah tepatnya Kabupaten Wonosobo yakni Mie Ongklok

Quote:Makanan olahan mie pada umumnya hampir sama. Semua terasa enak jika disajikan dalam keadaan panas sebelum disantap. Demikian juga dengan Mie Ongklok. Mie Ongklok diolah juga dengan cara direbus. Mie ini dibuat dengan racikan khusus yakni menggunakan kol, potongan daun kucai, dan kuah kental berkanji yang disebut denganLoh.
Loh inilah yang menjadi khas dari Mie Ongklok ini. Bumbu yang digunakan juga sangat sederhana. Hanya dengan bumbu dasar dan tanpa penyedap rasa. HmmĆ¢€¦Sungguh menggiurkan. Selain itu, secara sekilas penampilan Mie Ongklok mirip dengan mie godog Jawa namun kuahnya sedikit lebih kental.


Quote:Di dalam pengolahan mie yang sederhana ini tidak ada penambahan bahan-bahan makanan lain seperti daging ayam/sapi, udang, telur bahkan jamur. Sehingga cocok bagi Anda yang memiliki pantangan mengkonsumsi daging atau vegetarian.
Namun bagi Anda yang tidak memiliki pantangan dalam makanan, Anda tidak perlu khawatir karena ada makanan pendamping lainnya seperti sate sapi, tempe kemul, serta keripik tahu.
Sangat pas dikonsumsi di tengah udara Wonosobo yang dingin.


Quote:Namun, ada hal yang perlu untuk diketahui bahwa pemberian nama Mie Ongklok bukan semata-mata karena nama pembuat pertama kali atau nama jalan atau nama daerah/wilayah.
Sebenarnya, Ongklok adalah semacam keranjang kecil dari anyaman bambu yang sering dipakai untuk membantu proses perebusan mie tersebut di Wonosobo.
Alhasil, mie tersebut dikenal dengan nama Mie Ongklok.


Quote:Spoiler for from wikipedia:
Mi (atau bakmi) ongklok adalah mi rebus khas kota Wonosobo dan sekitarnya. Mi rebus ini dibuat dengan racikan khusus menggunakan kol, potongan daun kucai, dan kuah kental berkanji yang disebut loh. Mi ini banyak dijajakan di berbagai warung dan rumah makan di kota tersebut. Pendampingnya biasanya adalah sate sapi, tempe kemul, serta keripik tahu.
Ongklok, alat bantu merebus mi.
Ongklok adalah semacam keranjang kecil dari anyaman bambu yang dipakai untuk membantu perebusan mi. Penggunaan alat bantu ini khas daerah setempat sehingga diberikanlah nama mi rebus ini sesuai dengan alat tersebut.


Quote:
Pic :

Spoiler for ongklok:
Spoiler for mie ongklok:
Spoiler for :genit:
Spoiler for gimana gan:


Quote:Tertarik untuk mencobanya?
Silahkan datang ke Wonosobo untuk menikmati kuliner khas ini di kota Ć¢€˜asalĆ¢€™nya
Kalo mau nyoba mie ongklok gak harus ke wonosobo kok,mungkin didaerah agan sudah ada


Quote:SUMBER dengan sedikit edit

Quote:
FYI = TS bukan orang Wonosobo . TS hanya share aja

Kamis, 23 Juli 2015

Gunung Raung, Pesona Keajaiban Bondowoso



Kilatan halilintar semakin menambah indahnya puncak Gunung Raung. Gunung api aktif strato tipe A ini berada bersebelahan dengan kawasan kaldera Gunung Ijen, berketinggian 3.332 meter di atas permukaan laut. Terletak 8.01′ 30″ Lintang Selatang dan 114.02′ 30″ Bujur Timur, tepatnya di Desa Raung, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso. Raung sangat alami dengan hutan yang lebat. Inilah objek wisata yang menarik wisatawan, khususnya para pendaki dan pecinta lingkungan. Semboyan hutan yang harus tetap dipertahankan, merupakan modal bagi siapa saja saat mendaki ke puncak diyakini, hutan dan gunung adalah kekayaan alam.
Mendaki ke puncak Gunung Raung agak sulit, tetapi menyenangkan. Waktu yang dibutuhkan sekitar 12 jam. Menelusuri hutan, lembah, jurang, dan ngarai yang membentang di sisi kanan-kiri jalan setapak. Bagi kalangan petualang, bisa dijamin merupakan pengalaman yang tak akan terlupakan. Wisatawan yang mempunyai hobi berat hiking dan climbing menemukan “surganya” di Raung. Kepenatan hilang saat menikmati indahnya bunga anggrek hutan dan suara aneka satwa bersautan. Realitas itu makin menggelitik minat untuk terus maju, mendaki.
Pesona Raung terasa masih menyimpan misteri dan keajaiban. Konon, zaman dahulu kawasan ini sering dipakai oleh kalangan yang mengasingkan diri bertapa. Hutan Gung liwang-lewung (amat lebat). Cocok untuk bermeditasi. Dibandingkan dengan Ijen, Raung lebih memiliki kelengkapan satwa dan flora. Hanya saja Raung belum sepopuler Kawah Ijen. Lazimnya wisatawan yang datang adalah penggemar olah raga mendaki. Wi satawan mancanegara yang datang masih didominasi Perancis dan Belgia. Komentar mereka ihwal Raung nyaris seragam: sangat manarik dan jaga kelestariannya. “Hutan adalah sebagaian dari nafasku”, kata wisatawan asal Perancis, Jeanne Litz, saat menapaki kemolekan Raung.
Sangat menguntungkan apabila cuaca cerah. Puncak gunung diselimuti asap. Bukan berasal dari kebakaran, tapi gerakan alam awan yang mengitari gunung ini. Perhatikan panorama ajaib di sekitar lembahnya yang berwarna kuning keemasan. Sungguh, ada sejuta potensi di sana. Di lerengnya juga terdapat tiga buah air terjun yang berketinggian rata-rata 25 meter. Namanya, Air Terjun Lereng Raung. Jarak air terjun satu dengan lainnya agak berjauhan, sekitar 1,5 km. Saat berjalan menyusuri sungai, pastilah wisatawan sesekali menarik nafas dalam-dalam, karena bau semerbak durian matang di pohonnya.
Waspada Rute, perjalanan menuju Gunung Raung dari Surabaya, diawali menuju Bondowoso (191 km) dengan kendaraan umum. Tak masalah. Bondowoso menuju Pesanggrahan Sumberwringin dapat menggunakan kendaraan roda empat. Badan jalannya beraspal. Pesanggrahan Sumberwringin di Desa Raung yang dikelola Pemkab Bondowoso, merupakan bangunan peninggalan kolonial Belanda. Di sinilah pos pendakian atau akomodasi terakhir bagi wisatawan sebelum mendaki. Kondisi bangunan buatan tahun 1816 itu agak rusak. Atapnya (seng) rapuh, tembok mengelupas, bahkan ada yang retak. Tetapi tempat ini menyenangkan, berhawa sejuk, dan ada sumber air yang jernih. Pengunjung pasti oke-oke saja menginap di sini.
Dari Sumberwringin perjalanan dilanjutkan ke Pondok Motor, jaraknya 7 km. Jalan aspal 2,5 km, berbatu 4,5 km, kendaraan bermotor roda empat masih bisa melaju. Pondok Motor-Pondok Sumur menuju arah barat daya. Hingga ketinggian 1.300 meter dpl melalui lahan tegal sepanjang 0,5 km dengan kemiringan lereng bekisar antara 10-20 derajat. Sampai ketinggian 1.600 meter badan jalan mulai menyempit melalui hutan pohon cemara. Pendakian mulai sulit dengan kemiringan 20-30 derajat. Sebagian bad an jalan tertutup semak belukar. Perjalanan baru mencapai Pondok Demit setelah memasuki hutan pakis dan padang rumput seluas 0,25 km. Dari Pondok Demit berlanjut ke Pondok Mayit, butuh waktu empat 4 jam. Di sini bisa istirahat. Malah sebaiknya bermalam. Baru esok harinya menuju puncak Raung, menapaki kemiringan 20-30 derajat, butuh waktu sekitar satu jam.
Tips Mendaki. Jangan lupa melapor dan mengisi buku tamu di Pesanggrahan. Tunjukan identitas atau surat jalan. Siapkan perbekalan. Jaga kekompakan. Jangan mengganggu satwa apapun. Sebaiknya membawa peralatan komunikasi dan peta. Jangan lupa, padamkan setelah membuat api unggun. Selesai pendakian harus kembali melapor ke pos. Jika terjadi musibah, hubungi Frekuensi 148.000 Mhz atau 320 Mhz. Sungguh, puncak Raung menyimpan pesona.  
sumber: https://jawatimuran.wordpress.com

Bikang Peneleh



Bikang Peneleh Salah satu ikon camilan berat di Pasar Atum. Di samping cakue, toko Cakue Peneleh juga dikenal karena kue kompyang. Kue ini menjadi andalan konsumsi para pasukan China ketika berhadapan dengan Jepang. “Kuenya keras supaya praktis dibawa pasukan karena bisa tahan sampai dua minggu. Dua kali gigit dan minum sudah membuat perut kenyang,” jelas Iwan Osmond, suami Fang Fang. Untuk melanjutkan usaha keluarga ini, Fang Fang dibantu kakaknya, Rusli Jaya Atmaja, dan istrinya, Lindayani,  bersama 20 pegawai.
Saat ini kompyang Peneleh mampu bertahan sampai satu minggu. Adonan mentahnya dibakar di gentong dengan kayu bakar selama satu jam. Itu mengingatkan pada proses pembuatan roti naan atau pita di India.
“Untuk kompyang kosongan, tanpa isi, lebih keras teksturnya dibandingkan dengan isi daging ayam dan babi: jelas Iwan yang membantu Fang Fang mengelola Toko Cakue Peneleh. Kompyang Peneleh yang diisi daging dimasak memakai oven biasa dan teksturnya agak empuk. Karena isiannya tidak dapat dinikmati semua orang, lebih baik menanyakan isi kompyang sebelum membeli.
Bukan cakue dan kompyang saja jajanan yang bisa ditemukan di Toko Cakue Perteleh. Pembeli bisa memilih roti goreng, ote-ote. bakpau, bakcang, kie cang, kulit bakpau, kacang kuah, ronde, dan bubur kacang hijau tanpa kulit. Harga semua makanan berkisar Rp 3.500.-
“otak-otak tengiri juga ada,” imbuh Iwan. Otak-otak tengiri dibuat dari daging ikan tengiri, tepung kanji, santan, dan bawang prei. Otak-otak tengiri ini baru setahun dibuat dan langsung mendapat pujian pelanggan,
Pembeli harus menunggu sebentar setelah memesan otak-otak sebab harus dipanggang terlebih dulu. Harga per buah Rp 3.000 dan bisa dibeli yang matang atau beku (vacuum).
Bikang Peneleh
Salah sati ikon camilan berat di Pasar Atum adalah Bikang Peneleh. Bikang merupakan salal1 satu jajanan tradisional yang mampu bertahan di zaman modern. Bersama kue lumpur, bikang buatan Ie Giok Swat dari Peneleh ini terkenal di kalangan warga Surabaya.
“Usaha ini inulai 1970-an. Waktu itu satu bikang dijual Rp 300,” tutur Hengki, anak Ie Giok Swat. Dia bersama sang adik, Lie Bie Kwan, meneruskan usaha ibunya di dua tempat, JI. Peneleh 32-34 dan Lantai Dasar Tahap I Pasar Aturn.
Saat ini, satu bikang dijual Rp 3.000, sedangkan kue lumpurnya yang empuk gurih Rp 4.000 per buah. Sehari-hari, Hengki dibantu oleh anaknya, Erick, di stan Pasar Atum. Selain kue lumpur, bikang juga dibuat langsung di tempat, disajikan hangat, dengan rasa pandan dan rasa cokelat. Bikang dan kue lumpur ini cocok sebagai pilihan oleh-oleh dari Surabaya.
sumber: https://jawatimuran.wordpress.com

Selasa, 21 Juli 2015

Cakue Peneleh, kue tempo doeloe yang tetap ngangeni

Cakue Peneleh, kue tempo doeloe yang tetap ngangeniSiapa pun pasti mengenal kue khas asal China ini. Di China, cakue umumnya dinikmati sebagai pengganti sarapan. Di Indonesia, cakue lebih dikenal sebagai cemilan atau pendamping bubur ayam.
 Jika Anda mampir ke Surabaya, ada cakue yang sangat terkenal, bahkan disebut sudah menjadi legenda. Cakue Peneleh namanya. Cakue ini sudah ada sejak tahun 1988.
Apa yang istimewa dari cakue ini?
Tidak seperti cakue biasa yang disajikan polos, cakue ini diberi isian udang dan ayam. Cacahan daging ayam dan udang dimasukkan ke dalam belahan cakue, lalu cakue digoreng hingga kering dan renyah. Paling nikmat jika disajikan dengan saus pasangannya yang dibuat dari saus tomat, cuka, dan bawang putih.
Pemilik Cakue Peneleh, Tjio Ie Loe dan Kho Sioe Yan, awalnya hanya menjual cakue polos saja di pinggir Jl Peneleh, Surabaya. Pada tahun 1994, mereka mulai berinovasi dengan menambahkan cincangan udang dan ayam ke dalam cakue mereka. Ternyata, inovasi tersebut disukai pelanggannya. Cakue racikan mereka jadi semakin terkenal.
Kini Cakue Peneleh punya gerai sendiri di Pasar Atum Surabaya. Selain cakue, pembeli juga bisa membawa pulang berbagai makanan lain, seperti roti goreng, bika ambon, kompyang, onde-onde, ote-ote, angsle, dan ronde. Di bulan puasa, toko ini ramai oleh para pembeli yang ingin mempersiapkan kue-kue untuk buka puasa. Bagi mereka yang ingin menjadikan cakue ini oleh-oleh, bisa membeli yang setengah matang.
Fang Fang, putri bungsu Ie Loe mengatakan, ayahnya membuka toko di Pasar Atum sejak tahun 1990. Selain di Pasar Atum, mereka juga membuka cabang di Jl Pengampon, Surabaya. Di cabang Pengampon inilah cakue isi udang diracik. "Ayah membuat cakue di Pengampon, lalu dibawa ke Pasar Atum sini," ujarnya.
Cakue atau you tiao sendiri konon merepresentasikan protes masyarakat atas kekejaman Menteri Qin Hui pada masa Dinasti Song. Menteri tersebut memfitnah Jenderal Yue Fei yang menjadi tokoh patriotik pada masa itu. Masyarakat China mengatakan, orang jahat seperti Qin Hui dan istrinya seharusnya dipelintir lalu digoreng ke dalam minyak panas. Cakue menjadi lambang atas Qin Hui dan istrinya.
sumber: http://koranopini.com

Senin, 20 Juli 2015

Peneleh, Makam Belanda

Hindia Belanda, yang pada saat ini disebut negara Indonesia, adalah salah satu negara koloni Belanda selama hampir 350 tahun. Sejak awal abad ke-17 mulai dibentuk pos perdagangan di lokasi strategis sepanjang pantai pulau-pulau Hindia-Belanda. Pembentukan pos perdagangan tersebut bukan berarti selalu tanpa perjuangan sehingga banyak orang yang mati baik dari pihak Belanda maupun orang pribumi. Selain itu, juga banyak orang Belanda yang mati karena sebab penyakit dan kesengsaraan. Pada saat pemukiman Hindia Belanda pertama didirikan, sering kali orang yang mati juga dikuburkan di tempat pemukiman tersebut. Begitu juga yang terjadi di Surabaya (juga dikenal sebagai Soerabaja), yang dikuasai oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda, VOC, sejak 1743.
Pada tahun 1293 kota Surabaya didirikan oleh Raden Wijaya. Nama itu berasal dari hiu Sura (Soera) dan buaya Baya (Baja). Menurut cerita legenda, binatang tersebut berkelahi di sungai Kali Mas. Di tempat perkelahian itulah, yang sekarang adalah kota Surabaya. Mitos ini tentang asal-usul kota yang menunjukkan bahwa air mempunyai peranan yang besar. Sebagian besar dari kota ini adalah dataran rendah yang kemudian seiring berjalannya waktu menjadi dataran di atas pemukaan laut. Bagaimana pun, muara adalah tempat yang sangat penting bagi penguasa. Dengan masuknya islam pada tahun 1525, merupakan permulaan zaman kejayaan. Pada tahun 1625 dinasti Mataram dari Jawa Tengah menaklukan Surabaya.
Sementara itu, kedatangan orang Eropa pertama hanya berpengaruh sedikit terhadap Surabaya. Namun, pada tahun 1617 VOC mendirikan sebuah pos perdagangan di kota ini. Setelah VOC mengambil alih kekuasaan Surabaya sekitar tahun 1743, Surabaya menjadi pelabuhan penting dan kota angkatan laut. Di Surabaya VOC memperdagangkan komoditi terutama gula, kopi dan teh. Sehingga banyak orang Belanda dan orang Eropa menetap di kota. Pada saat itu didirikan sebuah gereja protestan yang terdapat makam di luar dan didalam gereja tersebut. Dengan pertumbuhan Surabaya maka dibutuhkan lebih banyak areal pemakaman untuk orang Eropa. Areal makam disediakan sekitar tahun 1793.


Makam pertama

Pada 25 Januari 1793 pemimpin gereja Protestan Surabaya mengumumkan bahwa pemakaman di sekitar gereja tidak diperbolehkan lagi, karena sudah penuh. Tentu saja, sebelum makam benar-benar penuh. Bagaimana pun juga, pemakaman baru harus pindah ke lokasi di sisi sebelah barat kota. Tempat ini telah dibuat, letaknya di luar kota, yang disebut ‘makam di luar kota’ (buitenkerkhof). Lokasi ini bernama Krembangan, terletak di selatan jalan Heerenstraat, yang menghubungkan Surabaya dengan Batavia (Jakarta).
Bagaimana bentuk pemakaman tidak diketahui. Barangkali tidak begitu besar. Tetapi, cukup untuk ribuan orang Eropa selama beberapa dekade. Sekitar tahun 1830-1835, pemakaman di Krembangan penuh sesak. Pada tahun 1835 dewan pengurus gereja memohon kepada Residen Surabaya [1]  untuk menyediakan sebidang tanah untuk makam baru. Dia menunjuk sebuah lokasi dengan jarak 3 “paal” (4,5 km) dari kota, yang menuhi syarat pembangunan sebuah pemakaman. Kemudian, dewan pengurus gereja mengajukan kepada pemerintah Hindia-Belanda [2] untuk membuat sebuah lokasi yang cocok dan bertembok. Ternyata, resident tidak menyetujui dengan usulan tersebut, kemudian setelah dua tahun dewan pengurus gereja mengajukan kembali usulan tersebut. Tetapi waktu itu, dewan pengurus gereja memberitahukan bahwa gereja akan membiayai 2000 gulden untuk membuat pemakaman baru dengan meminta bantuan Resident untuk meminjam kekurangan dana dari Kas Negara tanpa biaya. Akhirnya Resident tertarik dengan proposal tersebut dan dia meminta anggaran total biaya. Dengan usulan yang konkret Resident bisa mengajukan proposal tersebut ke pemerintah Hindia-Belanda. Dengan kabar baik itu ketua pengurus gereja mulai mematangkan rencana. Bersama insinyur Tromp ketua dewan gereja mulai mengukur lokasi untuk membuat anggaran biaya. Ternyata jarak antara lokasi yang diusulkan dan kota terlalu jauh. Akhirnya, proposal ini dibatalkan dan untuk memakamkan seseorang sementara harus puas dengan tempat pemakaman yang lama.

Sebuah situasi yang tidak bisa dipertahankan, ternyata ada solusi

Pada 1839 penggali kubur Krembangan melaporkan kalau situasi tidak bisa dipertahankan lagi. Perluasan di sekitar pemakaman juga tidak bisa, karena tanah rawa. Dicoba sekali lagi untuk mendapat tanah di luar kota dan di luar garis pertahanan kota (defensielijn). Sekali lagi solusi yang ditunggu juga lama. Pada tanggal 26 Februari 1846 pemerintah Hindia-Belanda menyediakan sejumlah 10,000 gulden untuk membuat sebuah makam di Kampong Peneleh [3]. Kampong tersebut terletak di sebelah selatan kota, tidak jauh dari Kali Mas. Dalam pengawasan insinyur Geil untuk segera memulai mempersiapkan lahan. Yang penting dalam hal ini adalah meninggikan lahan. Selain itu, diharuskan membuat saluran air dan jalan setapak. Pada bulan Agustus tahun 1847 tempat pemakaman sudah selesai dan pada tanggal 1 Desember dibuka secara resmi. Selama keluarga memiliki kamar di bawah tanah untuk pemakaman (grafkelder), mereka boleh menguburkan keluarga di sana. Selama tahun 1847 tidak diketahui apakah orang yang mati dikuburkan di Peneleh, tetapi pada tahun 1948 lebih dari sekitar 100 orang mati telah dimakamkan di daerah itu.
Tidak lama setelah pemakaman Peneleh dibuka, specialis Hinda-Belanda dan reformis dr. W.R. van HoĆ«vell (1812-1879) saat melakukan perjalanan di Jawa mengunjungi pemakaman Krembangan. Pendapatnya tidak terlalu positif. Menurut Van HoĆ«vell monumen makam yang terlalu padat adalah “karakteristik sindiran tentang kecongkaan seseorang, yang memamerkan perbedaan kedudukan sosial dengan makam bermonumen megah dan berornamen”. Barangkali Van HoĆ«vell mendapat kesan negatif terhadap pemakaman tersebut, tetapi para peneliti makam ini adalah sumber daya fantastis. Baik dari data silsilah orang yang mati maupun budaya pemakaman, tetapi sayang makam hilang (ditulis lebih lanjut).

Pengunaan makam Peneleh

Peneleh adalah sebuah pemakaman Eropa dimana Protestan, Katolik, Yahudi serta Kristen pribumi dan Cina dikuburkan. Setiap agama tidak disendirikan sehingga hal ini menunjukan bentuk karakter umum makam ini. Bebagai bangsa dimakamkan tercampur, pengunjung tidak hanya melihat teks bahasa Belanda, tetapi juga menemukan teks bahasa Jerman dan Inggris.
Di Peneleh terdapat dua jenis kuburan, yaitu makam kelder (ruang makam di bawah tanah) dan makam biasa. Makam biasa adalah makam yang disewa untuk waktu tertentu. Mungkin makam ini telah digunakan berkali-kali, hal ini diketahui dari cara penomeran makam.
Sisa makam lama yang telah dibersikan, dibawa ke rumah tulang (knekelhuis) yang juga dibangun di pemakaman Peneleh. Keberadaan rumah tulang seperti itu sering ditemukan di pemakaman di negeri Belanda sebelum tahun 1830. Setelah tahun 1830, di Belanda sisa tulang tidak lagi dikumpulkan di knekelhuis, tetapi dikumpulkan di sebuah lubang khusus untuk sisa-sisa tulang yang ditemukan (knekelput). Di Peneleh sangat berbeda. Pemerintah daerah membuat bangunan besar dengan gaya bangunan candi Yunani klasik yang memiliki ruang bawa tanah (kelder) yang besar. Pada dasar lantai bangunan tersebut memiliki dua lubang besar untuk mengumpulkan sisa tulang.
Bangunan yang mencolok terdapat di pintu gerbang masuk. Pintu gerbang masuk besar dibangun tepat di ujung jalan makam, yaitu jalan ‘Kerkhoflaan’. Bangunan ini juga dibangun di gaya klasik dengan gapura bundar dan tinggi.
Luas pemakaman Peneleh hampir 4,5 hektar. Kemungkinan tidak seluruh pemakaman telah digunakan sekaligus, tetapi makam dimulai di tengah-tengah. Tentu saja ada hubungan dengan makam Resident Pietermaat (1790-1848) yang setelah meninggal mendapat tempat yang menonjol di kuburan. Mulai dari sekitar monumen makam ini, dibuat beberapa dua lajur garis makam-makam lain yang bejajar rapi. Jalan setapak di antara makam-makam ini kurang nyaman untuk jalan kaki, tetapi adalah murni fungsional. Dengan bentuk ini, penggali kubur bisa memasuki sebuah peti mati dalam kelder melalui lubang depan. Menurut cerita tidak ada pohon-pohon di area pemakaman, sehingga pemakaman terasa sangat panas dan serasa tidak mengundang orang untuk mengunjungi kuburan.
Untuk menyalurkan kelebihan air pada saat musim hujan deras, digali parit khusus. Parit tersebut mengalirkan air lewat sisi selatan pemakaman. Pada beberapa peta kuno bisa mudah dilihat bahwa pemakaman ini dibuat di daerah rawa, yang tiga sisinya dikelilingi oleh sungai. Di salah satu peta menunjukan ada sebuah parit atau sesuatu yang mirip parit di sekeliling pemakaman, sementara itu di peta lain sama sekali tidak ada. Di peta yang lebih lama belum ada bangunan di sekitar pemakaman, tetapi pada saat Perang Dunia Pertama pemakaman hampir tertutup oleh kampong. Pada saat itu, jumlah penduduk Eropa di Surabaya bertambah banyak. Pada tahun 1857 kota ini memiliki sekitar 7.500 orang Eropa dan orang yang memiliki tingkat sosial yang sama (seringkali orang Cina beragama Kristen atau orang pribumi yang menikah dengan orang Eropa), pada tahun 1920 jumlahnya sudah mencapai 18.000 orang.
Pemerintah Surabaya pada saat itu tidak menunggu pertumbuhan penduduk Eropa lebih banyak, karena itu pada tahun 1915 telah dibuat area pemakaman baru. Diperkirakan dalam jangka pendek area Peneleh tidak cukup untuk menampung pemakaman lagi. Pada waktu itu, sekitar 13.000 orang telah dikuburkan di Peneleh. Di tahun 1915 dikuburkan hampir 200 orang.
Lahan untuk pemakaman baru ditemukan sekitar 3,5 km dari Peneleh, dekat Kembang Kuning. Lahan terletak di barat daya dari kota di daerah tanah bergelombang sekitar 15 m di atas permukaan laut. Karena itu, lahan dengan cepat disiapkan untuk area pemakaman. Area tersebut telah digunakan pada tahun 1916.
Pada tahun 1925 pemakaman tua di Krembangan akhirnya dibersihkan dan dirubah menjadi taman. Sekarang lokasi aslinya kurang bisa diketahui. Yang tersisa adalah beberapa makam yang dialihkan ke pemakaman Kembang Kuning. Tidak jelas apakah hanya batu nisan atau semuanya dipindahkan. Batu nisan tersebut digabungkan di sebuah lempeng kotak makam. Di Kembang Kuning juga ditemukan batu-batu lain yang jelas lebih tua dan mungkin berasal dari pemakaman lain yang lebih tua. Di samping itu dengan perjalanan waktu juga dipindahkan monumen makam dari Peneleh.

Dua alasan penutupan Peneleh

Sekitar setelah tujuh puluh tahun pemakaman Peneleh menjadi terlalu kecil. Pada Oktober 1916 hanya pemakaman biasa terakhir (ke-10,141) yang bisa diberikan. Kuburan itu terletak paling belakang di pemakaman. Seperti di pemakaman tua di Krembangan, tetap bisa dimakamkan jenazah di makam keluarga selama ada tempat. Di antara tahun 1916 dan 1964 (di 1964 diketahui pemakaman terakhir di Peneleh), masih ada beberapa ribuan orang dimakamkan, terutama di kuburan keluarga mereka sendiri yang masih tersedia. Juga masih ada banyak berubahan yang terjadi.
Setelah Surabaya jatuh ke tangan Jepang pada tahun 1942, mereka menguasai kota selama tiga tahun lebih. Penduduk Eropa disekap. Sebagian besar laki-laki dipaksa bekerja untuk Jepang. Pada saat perang waktu itu daftar pemakaman di Peneleh jumlahnya orang berkurang. Berarti, pemakaman itu jauh lebih sedikit digunakan. Banyak orang yang disekap sampai mati dalam kurungan dan dikuburkan di tempat lain.
Dengan menyerahnya Jepang pada Agustus 1945, situasi di Indonesia dalam keadaan yang simpang-siur dan membingungkan. Pemerintah kolonial tidak langsung kembali, karena banyak orang Belanda tetap dalam sekapan. Kebanyakan menyebar di wilayah yang diduduki oleh tentara Jepang, dan Belanda sama sekali tidak memiliki tentara untuk mengambil kembali kekuasaan di Indonesia. Pasukan Inggris, yang seharusnya melucuti senjata pasukan Jepang yang ada di Hindia-Belanda diterima sebagai lawan, oleh karena itu mengalami perlawanan dan pertempuran sengit di Surabaya. Insiden bendera di Hotel Oranje (sekarang Hotel Majapahit) pada September 1945 dan terbunuhnya jenderal Inggris Mallaby pada akhir Oktober 1945 adalah beberapa klimaks dalam pertempuran tersebut. Itulah tanda pertempuran sengit untuk melepaskan negara Indonesia dari penjajah Belanda. Nasionalis Indonesia banyak mendapatkan senjata, yang telah ditinggalkan oleh Jepang. Meskipun kaum nasionalis tersebut menyerahkan kota Surabaya setelah pertempuran berdarah, pada akhirnya merekapun mendapatkan kembali kota Surabaya. Pada awal tahun 1946, pasukan Inggris telah diganti oleh kontingen Belanda yang segera memulai pemulihan situasi seperti sebelum perang. Dengan hati hati dimulai membangun kembali sebagian kota yang hancur. Perbaikan tersebut baru selesai setelah penyerahan kedaulatan pada Desember 1949.
[Pada 17 Agustus 1945, satu minggu setelah penyerahan Jepang, Soekarno dan Hatta memproklamasikan Republik Indonesia di Batavia. Pada waktu itu, situasi di Surabaya tidak stabil. Ketika perwakilan Belanda menaikan bendera di atap Hotel Oranje, menimbulkan tindakan resistensi pada 19 September. Kaum pemuda menyerbu hotel tersebut dan merobek warna biru dari bendera Belanda. Oleh sebab itu bendera Indonesia berwarna merah-putih. Hal itu diikuti keadaan yang tidak aman (disebut periode Persiapan Kemerdekaan), dan hal ini meningkatkan eskalasi pada waktu pasukan Inggris menduduki kota Surabaya pada Oktober 1945. Kaum nasionalis Indonesia menolak untuk menyerahkan senjata kepada pasukan Inggris, sehingga terjadi pertempuran berdarah dan kota Surabaya dibombardir. Akhirnya, kaum nasionalis harus menyerahkan kota Surabaya. Bagaimanapun, kaum nasionalis terus berjuang sehingga terjadi agresi militer Belanda di Indonesia pada tahun 1947 sampai dengan 1949. Melalui operasi militer, Belanda berusaha mendapatkan kembali Republik Indonesia yang telah diproklamasikan di Java dan Sumatra. Agresi militer Belanda berakhir setelah Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia pada Desember 1949.]
Pada saat itu kebanyakan orang Eropa telah kembali ke Surabaya dan juga memulai menggunakan kembali tempat pemakaman. Hal ini berarti bahwa di Peneleh tempat makam keluarga yang masih kosong akan digunakan kembali dan di Kembang Kuning bisa digunakan untuk tempat makam baru. Register diisi seperti biasa. Pada waktu penyerahan kedaulatan telah merubah banyak hal dengan cepat. Pemakaman tetap secara resmi di tangan pemerintah kota Surabaya, tetapi aturannya berubah. Jumlah pemakaman di Peneleh turun drastis setelah tahun 1949. Hal ini terutama disebabkan oleh fakta bahwa banyak keluarga Hindia-Belanda kembali ke negara asalnya. Pada tahun 1955 pemerintah kota Surabaya menghentikan pengelolahan pemakaman Peneleh. Kotamadya berkonsentrasi pada pemakaman yang masih digunakan, yaitu seperti Kembang Kuning. Sebenarnya, Peneleh telah ditutup untuk kedua kalinya. Penguburan terakhir terjadi pada tahun 1964.

Kemunduran Peneleh

Mulai tahun enam puluhan abad ke-20, pemakaman Peneleh kurang lebih telah kehilangan segala haknya. Kadang-kadang sebuah makam dibuka untuk dipindahkan ke Kembang Kuning, selain itu hanya merupakan alam bebas. Pada akhirnya, bukan hanya alam yang merubah keadaan makam saat ini. Kerusakan telah banyak terjadi. Dengan sengaja membuat lubang besar di makam untuk jalan masuk. Kemungkinan untuk mencuri isi, kotak dan hadiah yang diikutkan dalam pemakaman dan jasad. Setelah itu, lubang-lubang diisi dengan sampah, batu merah dipakai untuk membangun dinding rumah-rumah kecil di sekitar pemakaman. Mungkin juga batu nisan digunakan untuk pengerasan jalan, walaupun tidak bisa ditemukan tulisan nisan tersebut di kampong sekitar pemakaman pada tahun 2011.
Dengan tumbuhnya tanaman yang sangat lebat dan rapat, serta pohon-pohon tumbuh liar membuat rindang sebagian areal pemakaman. Sebelumnya tidak ada pohon di pemakaman, hal ini berarti cukup banyak berubah. Perubahan lain yang terjadi pada waktu itu, adalah pembongkaran dinding pintu gerbang. Pagar pintu gerbang tetap masih ada, tetapi bangunan dinding pintu gerbang yang megah telah hilang. Batas pemakaman telah mengalami perubahan, yaitu adanya dinding beton di sekitar makam. Juga bisa dilihat dinding batu-bata yang bisa ditemukan di sana-sini. Di sisi utara makam juga telah terpasang pagar baru.

Jalan jalan di sekitar pemakaman

Peneleh memiliki peta denah persegi panjang, yang tidak begitu jelas apakah pemakaman ini semula sudah sebesar itu atau telah ada perluasan pada saat itu. Bukti menunjukan bahwa terdapat areal makam A dan B yang kemungkinan merupakan perluasan atau digunakan sesaat kemudian. Situasi pada tahun 1918 tercatat dalam peta. Di peta tersebut tercatat sebelas areal pemakaman (A s/d K) dengan ukuran sekitar 4,5 ha. Hampir semua kotak tersebut berbentuk persegi panjang dengan arah utara-selatan, sedangkan makam berarah timur-barat. Di bagian depan dekat pintu gerbang terdapat monument makam yang banyak dihias dibanding di areal lain. Jika Anda berjalan lewat semua areal pemakaman, sesuai urutan abjad, akan menemukan hal seperti berikut.
Pintu masuk adalah titik awal logis untuk memulai berjalan-jalan di Peneleh. Pintu masuk terletak sedikit tidak biasa, hal ini bisa dilihat dari fakta bahwa pintu masuk merupakan kepanjangan dari Kerkhoflaan (Jl. Makam Peneleh). Di pintu masuk terletak rumah pengawas. Tentunya, dia mengawasi pekerjaan, administrasi dan pengunjung pemakaman. Saat ini, bangunan tersebut digunakan sebagai pusat POSYANDU yang ramai. Pintu gerbang dulu yang menggambarkan status, sekarang tidak terlihat lagi karena banyaknya bangunan yang menghalangi pintu gerbang. Kemungkinan pagar besi cor dan berat masih asli. Dari pintu masuk Anda bisa melihat lebar pemakaman. Sebenarnya makam ini tidak memiliki pandangan utama. Jalan dari pintu masuk mengarah ke jalan lebar yang terletak di tengah makam dan mengarah ke knekelhuis. Jalan lainnya adalah jalan lebih sempit yang dibuat secara fungsional. Semua jalan dibuat sampai ke areal belakang pemakaman yang disebut jalan pemakaman.
Blok A terletak di sudut sebelah kanan pintu masuk. Yaitu sebidang tanah yang panjang dengan sebelas baris kamar di bawah tanah untuk memakamkan orang yang hampir semua terisi. Di sisi utara terletak beberapa kamar kubur di bawah tanah yang menyimpang, salah satunya adalah makam Gubernur Jenderal Pieter Merkus (1787-1844). Di atas makamnya terdapat batu nisan dari lempeng kuningan yang besar dengan teks dan di sekitar makam terpasang pagar besi cor dan berat. Jika kita berkeliling di sisi samping pemakaman, terlihat rumah-rumah kecil yang didirikan atas kamar di bawah tanah untuk memakamkan orang. Hewan seperti kambing, bebek dan ayam banyak ditemukan.
Jalan yang agak besar dan lebar berfungsi untuk membuka kamar kubur di bawah tanah dan meletakan peti mati. Kamar di bawah tanah untuk memakamkan orang berbentuk seperti lengkungan pada langit-langitnya, keempat sisinya dan lantai terbuat dari batu-bata dengan kedalaman dua meter. Di dalamnya memiliki lapisan semen agar supaya tahan terhadap air. Di atas permukaan tanah ruang makam ini dibuatkan lapisan semen setebal 30-40 cm. Kemudian dipasang sebuah monumen di bagian atas lapisan semen tersebut. Kebanyakan makam dengan bentuk ini tidak dipasang sebuah monumen di atasnya.
Sebuah makam yang terdapat monumen biasanya dibuat dari batu bata yang difinishing dengan semen atau diplester yang kemudian dicat putih. Tulisan nisan, pada umumnya persegi panjang, terbuat dari batu alam. Kadang-kadang hanya terpasang sebuah konsol kecil (dari batu-bata) di atas makam dengan tulisan nisan persegi yang diletakkan pada sisinya. Banyak makam yang memiliki penutup untuk melindungi monument di bawahnya. Biasanya dipilih penutup besi yang terdiri dari empat pilar besi pada pojok-pojok makam dan atap miring yang ditutup dengan seng. Kebanyakan bagian depan dan belakang dihias dengan indah. Juga ada penutup atap dari beton yang dibuat dari batu buatan atau batu-batu yang dihaluskan, yang didukung hanya di satu sisi. Kebanyakan penutup yang dibikin dari batu buatan atau beton sering dibentuk dengan desain modern, bisnis style atau kadang-kadang dengan unsur-unsur Art Deco.
Tipe-tipe monumen makam seperti itu bisa ditemui di seluruh areal pemakaman Peneleh, tetapi di antara itu juga bisa dilihat obelisk dari granit atau monumen dari batu alam lainnya, seperti nisan dari batu keras. Di sana pandangan mata lebih tertuju pada kerusakan yang terjadi. Atap penutup makam dari besi hampir seluruhnya berkarat dan di semua monumen ada yang kurang. Puing-puing bangunan dan sampah menutupi jalan-jalan, terutama di tepi pemakaman. Di situ juga terdapat kandang burung-burung, untuk memasak, tempat bermain dan tempat tinggal. Atap penutup makam bisa dipakai untuk perlindungan terhadap sinar matahari.
Tanpa sadar orang akan berjalan dari bagian A ke bagian B. Bagian B berlanjut sampai akhir pemakaman. Di bagian ini juga terdapat sebelas baris kamar kubur di bawah tanah. Perbedaannya adalah bagian B ditemui baris-baris makam yang tidak berdekatan dan lebih banyak makam kosong. Di sisi selatan tidak ada kamar kubur di bawah tanah, tetapi ada makam biasa. Namun, seluruh daerah makam biasa sudah tidak ada lagi, karena hampir semua monumen makam dihilangkan untuk lapangan sepak bola. Semakin ke belakang, kondisi monument makam semakin buruk. Pada pojok areal makam belakang banyak ditemukan tumpukan puing-puing bangunan. Banyak monumen makam yang rusak karena dibonkar pada sisi depannya, sehingga ruang kubur terlihat. Banyak atap penutup yang runtuh dan beberapa monumen makam yang tertutupi oleh puing-puing bangunan. Di bagian B terdapat sebuah monumen besar dengan kubah tinggi yang mencolok. Namun, monumen tersebut sangat diabaikan. Di bagian ini hampir tidak ada pohon dan terdapat banyak monumen makam rusak, karena itu bagian ini jarang digunakan untuk aktivitas sosial, kecuali di lapangan sepak bola.
Di sebelah bagian B adalah D, bagian ini relatif kecil dibanding bagian sekitarnya dan banyak makam biasa. Pada bagian yang bersebelahan dengan F, terdapat satu baris kamar makam di bawah tanah. Pandangan pada bagian D relatif terbuka, karena kebanyakan monumen makam yang rendah. Di sepanjang tepi makam bagian D kebanyakan digunakan untuk berbagai aktivitas, di antaranya adalah aktivitas orang yang mengambil barang bekas di sampah dan membuang sampah. Kegiatan orang-orang itu bisa dilihat terutama di bawah pepohonan. Daerah yang rindang paling disukai untuk kegiatan semacam ini.
Apabila berjalan kembali ke arah pintu masuk dari bagian D, tanpa sadar kita akan menemukan bagian C. Bagian C berbentuk kotak sangat panjang dan separuhnya telah tumbuh banyak pepohonan. Sebagian dari bagian ini terdapat kamar kubur di bawah tanah, dan bagian yang lain terdapat makam biasa. Banyak kamar kubur di bawah tanah yang dibuat menyusul pada saat itu. Hal ini jelas terlihat karena beberapa makam terletak bertentangan arah dan campur dengan beberapa makam biasa. Selain itu, tempat untuk berjalan membingungkan. Hal tersebut menunjukan bahwa bagian ini mengalami perubahan. Kemungkinan pada saat itu lebih banyak permintaan kamar kubur bawah tanah daripada makam biasa, mungkin juga terkait dengan lokasinya. Makam biasa sering meniru dari monumen yang terpasang di kamar kubur di bawah tanah, tetapi bentuknya lebih kecil dan sederhana. Sebuah makam biasa biasanya telah diberikan pondasi dasar batu bata di atasnya. Kemudian, monumen dipasang di atas pondasi tersebut. Seringkali monumen berbentuk meja kecil miring sederhana yang digunakan untuk tulisan nisan. Kadang-kadang meja tersebut lebih dihias atau memiliki pagar besi di sekitarnya.
Bila kita melihat kembali dari bagian C ke bagian D, melewati pepohonan, akan terlihat sebuah gambar yang indah yaitu sebuah pemakaman terbuka dengan pohon-pohon sebagai latar belakangnya. Anda juga bisa melihat jalan setapak di pemakaman yang dipakai orang kampong untuk melintasi pemakaman. Jalan setapak mudah dikenali dan sering digunakan untuk berjalan. Di antara bagian A, B dan bagian C, D terdapat selokan air. Selokan ini banyak tertimbun bila ke arah pintu masuk, tetapi jika ke arah masuk pemakaman Anda bisa melihat bahwa selokan tersebut terbuat dari batu alam. Di antara bagian A dan C di atas selokan terdapat sebuah jembatan. Jembatan ini sangat berguna untuk gerobak dan tentu saja agar kaki tidak basah.
Kembali di pintu masuk kita akan mendapati bagian E. Bagian ini terletak langsung di sebelah kanan jalan mulai dari pintu masuk. Di bagian ini akan ditemukan makam-makam yang paling menarik dari areal pemakaman ini, antara lain adalah monumen besi cor P.J.B. de Perez (1803-1859), wakil presiden dari dewan Hindia-Belanda [4] dan monumen besar untuk Residen D.F.W. Pietermaat (1790-1848). Di bagian ini juga terdapat makam yang cukup berbeda, yaitu makam Ursulin Sisters. Seluruh bagian E terdiri dari kamar kubur di bawah tanah yang semua terletak saling membelakangi di samping jalan. Di jalan setapak yang pertama pada bagian E, pemandangan tertutup oleh monumen Perez dan jalan setapak yang di tengah tertutup oleh monumen Pietermaat. Sehingga makam-makam tersebut tepat pada pandangan di bagian tersebut, hal ini menunjukan lokasi ini dipilih dengan sengaja untuk mengunkapkan status orang yang dimakamkan.
Karena bagian E sedikit lebih lama, sehingga kita bisa melihat kamar kubur di bawah tanah dengan monumen makam yang sedikit berbeda daripada bagian A dan B. Terdapat lebih banyak bangunan besar di atasnya yang memiliki kaki tiang dengan sendi batu yang berat ditutupi dengan atap berbentuk piramida. Atap ini menjorok keluar sehingga batu sendi tetap kering pada saat hujan. Kebanyakan penutup ini ditopang oleh pilar batu-bata yang di dalamnya terdapat besi. Batu sendi dari bangunan klasik di atas makam-makam tersebut sering terdapat tulisan nisan. Lubang-lubang di batu sendi menunjukan adanya lubang monumen (“graftrommel”). Tulisan nisan sering mengunakan marmer, tetapi juga terdapat jenis batu alam lokal. Selain monumen buatan lokal, juga ada monumen granit, marmer dan batu keras yang diimpor dari Eropa. Juga terdapat batu nisan yang mirip dipakai di Belanda pada abad ke-19. Pada bagian ini yang perlu diperhatikan adalah monumen besi cor. Monumen tersebut masih dalam kondisi cukup baik, yang menakjubkan monumen ini terletak di antara monumen-monumen lain yang telah dirusak.
Bagian F tepat bersebelahan bagian E. Bagian F sampai batas belakang pemakaman. Pada bagian F tipe monumen makam di kamar kubur di bawah tanah, terlihat seperti tipe yang digambarkan di bagian E. Di bagian F terdapat beberapa monumen besar di atas beberapa makam, sehingga monumen terlihat besar. Selain itu di bagian ini juga terdapat beberapa tipe monumen.
Juga bisa temukan beberapa penggunaan bahan lain, seperti nisan marmer atau batu keras, atau patung salib Kristus yang terbuat dari batu keras. Yang mencolok adalah barisan kamar kubur di bawah tanah semakin jauh ke belakang, semakin besar kerusakannya. Seperti di bagian lain, kamar kubur di bawah tanah banyak terdapat lubang besar di sisi depannya yang diisi dengan sampah sehingga bagian dalamnya tidak bisa terlihat. Banyak kerusakan terjadi karena tumbuhnya akar-akar pepohonan di sekitar kamar kubur di bawah tanah. Akar pepohonan tersebut seperti memeluk seluruh kamar kubur di bawah tanah sehingga merusak monumen-monumen sampai hampir hilang. Pada akhir bagian F adalah kampong yang dipisahkan oleh dinding. Pada dinding itu terdapat lubang-lubang pintu untuk masuk ke makam. Orang kampong bisa masuk ke makam dengan cepat, sebagai jalan pintas, tetapi pintu ini juga nyaman untuk aktivitas dan tugas-tugas kecil yang tidak bisa dilakukan di kampong karena terlalu sempit.
Sebelah bagian F adalah bagian J yang terletak di pojok pemakaman. Bagian tersebut tidak terlalu besar dan didominasi oleh sebuah rumah dengan berbagai kegiatan sekitarnya. Di situ terdapat beberapa kandang-kandang hewan, gudang-gudang kecil dan satu kamar mandi. Keseluruhan rumah tersebut memiliki luas puluhan meter persegi. Beberapa pohon ditanam supaya teduh dan beberapa bagian dari monumen dimanfaatkan, terutama batu nisan. Tidak mengherankan banyak monumen-monumen yang rusak. Di pojok halaman permukaan tanah agak miring naik ke tepi. Di sini terdapat tumpukan besar dari puing-puing, yang mungkin berasal dari pembersihan sebelumnya atau sampah bangunan dari kampong sebelah. Sepanjang tepi, yang berbatas bagian K, seharusnya ada sebuah parit yang tidak terlihat karena tertutup banyak puing-puing. Sisa-sisa parit akan terlihat pada saat mengarah ke bagian I.
Seiring berjalannya waktu banyak monumen-monumen yang hilang pada bagian I. Pada awalnya, bagian ini terdapat makam biasa yang seperti hampir tidak terganggu. Tidak ada pohon di bagian I, tetapi di sisi bagian utara - pandangan mengarah ke knekelhuis – yang didominasi oleh pepohonan. Makam-makam yang terletak di sini, menunjukan monumen-monumen khas, yaitu apakah sebuah makam memiliki atau tidak atap besi di atasnya. Sebuah area dengan ukuran 10 kali 30 meter yang tidak memiliki pepohonan. Sebelumya, sebagian dari daerah ini adalah jalan setapak yang memisahkan bagian F dan I, dan sebagian adalah beberapa garis kuburan. Bagian ini digunakan sebagai tempat bermain sehingga rumput hilang. Dari sini juga tempat bermain layang-layang dan sepak bola.
Sepanjang tepi bagian K adalah dua garis makam di bawah tanah dengan sebuah jalan di antaranya. Bagian K terbentang sepanjang tepi pemakaman yang terdapat makam-makam di bawah tanah. Makam-makam di bawah tanah tersebut kebanyakan dibuat pada awal abad ke-20. Pada sisi pemakaman ini, juga terdapat banyak sampah yang dibuang ke pemakaman. Popok, kantong sampah, limbah dan barang-barang lain, sampah ini terdapat di antara makam-makam atau di makam di bawah tanah yang telah rusak. Keadaan monumen-monumen makam banyak yang rusak, kecuali beberapa makam.
Jika berjalan ke arah knekelhuis, melalui jalan lebar, anda akan sampai di bagian H. Knekelhuis tersebut merupakan titik fokus di bagian H dan I. Seperti monumen-monumen makam, knekelhuis juga dalam keadaan buruk. Knekelhuis tersebut bergaya kuil Yunani, ruang utama teletak di antara kolom-kolom penyangga yang memiliki portal terbuka pada bagian depan dan belakang. Di dalam ruang utama terdapat pintu masuk yang merupakan akses ke ruang yang terdapat dua lubang terbuka di lantai. Dua lubang tersebut adalah lubang untuk tulang tulang asli. Dulu lubang ini ditutupi dengan tutup yang cocok, tetapi sekarang lubang tersebut dipakai untuk pembuangan limbah. Pintu masuk belakang yang berbentuk lengkung telah runtuh dan dinding-dinding terlihat usang. Walaupun memiliki keadaan yang buruk, knekelhuis masih tetap sebuah bangunan mencolok.
Di bagian H sebagian adalah makam di bawah tanah dan sebagian adalah makam biasa. Mungkin di sini makam di bawah tanah juga merupakan makam-makam susulan. Hal ini disimpulkan dari fakta karena makam tersebut terletak di tengah jalan. Di tengah dari bagian H cukup terbuka, sedangkan di sebelah utara dan selatan terdapat pepohonan. Struktur makam kurang teratur sehingga bagian H tidak memiliki sudut pandang yang jelas karena tanaman kurang membentuk kesatuan dan di pojok timur laut banyak aktivitas rumah tangga. Bagian ini banyak yang diabaikan dan kondisi monumen banyak yang rusak. Banyak atap besi telah runtuh. Pandangan ini memberikan kesan dramatis dan kacau.
Bila kita kembali ke dekat pintu masuk, masih terdapat satu bagian yang tersisa. Bagian G adalah bagian yang memiliki bentuk paling berbeda. Bagian ini melintang terhadap arah bagian bagian lain , tetapi arah makam tetap sama. Di dekat pintu masuk sepanjang jalan yang dulu bernama Kerkhoflaan terdapat ruang makam di bawah tanah, tetapi di tengah adalah makam makam biasa. Bagian ini dimulai tepat di belakang rumah pengurus makam dan terbentang hampir sampai sisi timur pemakaman. ada dua baris makam di bawah tanah di bagian K yang terletak di antara batas makam sisi timur dan bagian G. Banyak makam kubur di bawah tanah memiliki atap besi yang di antaranya masih terpelihara dan memiliki bentuk detail. Karena di tempat banyak pohon, monumen merupakan tempat ideal untuk istirahat siang bagi warga kampong sekitar.
Di bagian ini, bagian G, agama Katolik lebih mencolok yang ditunjukan dalam bentuk salib, ukiran kristus dan lain-lain. Di bagian ini juga terdapat monumen untuk pastor Van der Elzen (1822-1866) yang terlihat mencolok di ujung poros dari pintu masuk. Banyak monumen makam di sini yang rusak atau sebagian hilang. Di sudut di sebelah kiri pintu masuk sebagian dipisahkan oleh pagar. Dibalik pagar hidup sebuah keluarga. Di sekitar monumen makam tersebut digunakan untuk mandi, sebagian untuk duduk dan beristirahat. Sepanjang jalan ada pagar baru dan selokan tepat di belakangnya.


Bagaimana nasib Peneleh?

Pada tahun 1998 pemerintah kota Surabaya menganggap pemakaman sebagai monumen sejarah yang penting. Permasalahan di sini adalah pemerintah kota tidak memiliki anggaran untuk pemeliharaan pemakaman. Beberapa tahun terakhir sejumlah orang dipekerjakan untuk melakukan pemeliharaan. Terutama melakukan pembersihan daun-daun di areal yang tumbuh pepohonan. Karena iklim di sini tidak memiliki musim gugur, daun-daun bisa jatuh sepanjang tahun. Orang yang bekerja selalu membakar tumpukan-tumpukan daun di situ.
Tetapi pemeliharaan yang minim tidak bisa membuat kondisi lebih baik. Monumen-monumen makam tidak terpelihara.
Namun pemerintah Surabaya menyadari bahwa Peneleh adalah warisan budaya. Oleh karena itu pada Oktober 2011 diselengarakan workshop yang juga bekerja sama dengan Kementerian Warisan Budaya Belanda dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Selama lima hari mahasiswa jurusan arsitektur, pegawai pemerintah kota dan beberapa ahli dari Belanda melakukan eksplorasi kemungkinan-kemungkinan untuk makam Peneleh. Hasilnya adalah tingginya keinginan yang kuat dari kampong sekitar untuk dijadikan perluasan pasar, areal rekreasi, maupun aktivitas lainnya. Selain itu, pemakaman bisa digunakan untuk jalan pintas ke daerah lain. Dalam workshop ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran jelas dan penilaian tentang makam Peneleh, tetapi juga bertujuan untuk mendapatkan design tata ruang. Hasil dari workshop telah dipresentasikan pada bulan Desember 2011.
Salah satu rekomendasi dari hasil workshop tersebut adalah mendirikan sebuah yayasan yang sebagian didanai oleh Belanda untuk melestarikan Peneleh. Kalau rekomendasi tersebut dilakukan, sebuah organisasi kecil harus didirikan untuk mengelola pemakaman dan melakukan beberapa perbaikan monumen makam. Tetapi sebelum hal itu dilakukan hal tersebut akan memakan banyak waktu. (2011)

Vanuit het Nederlands vertaald door Martine Barwegen met steun van de Rijksdienst voor het Cultureel Erfgoed (RCE).
sumber: http://www.dodenakkers.nl

Literatur:

  • Faber, G.H. Von; Oud Soerabaia. De geschiedenis van IndiĆ«’s eerste koopstad van de oudste tijden tot de instelling van den gemeenteraad (1906), Surabaya 1931
  • Bok, L.A.H.; Karakteristiek Peneleh - Makam Belanda – Surabaya, ditulis untuk Design Development Workshop Kampung & Graveyard Peneleh, 2011.

Sumber:

  • DVD Indisch Genealogische Vereniging (IGV), toegang tot bronnen voor genealogisch onderzoek met betrekking tot IndonesiĆ«. Uitgave 2, 2010.
  • Design Development Workshop Kampung & Graveyard Peneleh, Surabaya, 27 oktober – 2 november 2011.


Internet:


Seorang warga berada di pejabat Timur mantan Pemerintah Hindia Belanda yang adalah kepala pemerintahan daerah. Di bawah dia adalah warga lagi asisten. Hal ini disebut Dewan bahwa di Hindia Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal, termasuk warga berdiri. Kampung (sekarang kampung di ejaan resmi) adalah kata Melayu yang berarti halaman berpagar atau kumpulan sifat yang terlihat melalui pagar milik bersama, sidang diselenggarakan kota (kabupaten), atau sebuah desa kecil. The Peneleh kampung membentang kemudian hanya sepanjang Kali Mas. Dewan Hindia adalah dari 1609-1942 organ pusat pemerintahan kolonial Belanda, pemerintah di bawah Gubernur Jenderal. Para anggota Dewan Pengawas dari India juga disebutkan. Dewan ini didirikan sebagai perguruan tinggi bahwa Gubernur Jenderal harus mengungkapkan. Selain itu, Dewan memiliki peran monitoring dan memberikan nasihat Gubernur Jenderal pada pengangkatan pejabat, tetapi juga menteri dan urusan ekonomi dan keuangan.

Notes

  1. Di zaman Hindia-Belanda seorang residen adalah seorang kepala pemerintah daerah. Assistent-resident membantu kepala pemerintah daerah.
  2. Dengan ini menunjukan pemerintah Hindia-Belanda dipimpin oleh seorang Gubernur-Jenderal, yang dibantu oleh resident-resident.
  3. Kampung adalah kata bahasa Malay yang berarti sebuah halaman yang berpagar atau sebuah kumpulan tempat tinggal yang pagarnya milik bersama, sebuah daerah perkotaan atau sebuah desa kecil. Waktu itu, kampong Peneleh terletak sepanjang sungai Kali Mas
  4. Pada tahun 1609 sampai 1942 dewan Hindia-Belanda adalah sebuah organisasi pusat dari pemerintah Hindia-Belanda, sebuah pemerintah dibawa Gubernur-Jenderal. Anggota Dewan Hindia-Belanda juga disebut Dewan Hindia-Belanda. Dewan Hindia-Belanda dibentuk untuk memberikan nasehat kepada Gubernur-Jenderal. Selain itu Dewan Hindia-Belanda memiliki fungsi kontrol dan memberikan nasehat tentang calon pegawai pemerintah, tetapi juga tentang calon pelayan gereja dan tentang urusan ekonomi dan keuangan.




Reacties (0)