Sejumlah gunung api di Indonesia semakin aktif. Bahkan, ada gunung yang
demikian aktif tiada henti dalam beberapa tahun belakangan. Penduduk sekitar
pun khawatir dan minta direlokasi.
=========
Gunung
Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kembali mengeluarkan awan panas
yang besar, Selasa (17/11) lalu. Sepanjang hari itu, gunung yang saat ini
paling aktif di Indonesia tersebut mengeluarkan sembilan kali awan panas
guguran.
Awan
panas terbesar terjadi pada pukul 13.21 dengan jarak luncur mencapai 4.000
meter. Tinggi kolom abu mencapai 2.000 meter dengan arah angin ke barat-barat
daya. Hujan abu mengguyur kawasan Kecamatan Payung dan sekitarnya.
"Masih
ada sisa lava di atas gunung. Namun, kami tidak tahu berapa volumenya karena
puncak gunung tertutup kabut," kata Deri Al Hidayat, pengamat Gunung Api
Sinabung, di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung, Desa Ndokum Siroga, Simpang
Empat, Karo, seperti dikutip lipsus.kompas.com.
Luncuran
awan panas akan terus terjadi tergantung pertumbuhan kubah lava. Sehari
sebelumnya, guguran awan panas terjadi empat kali dengan jarak luncur mencapai
3.500 meter. Luncuran awan panas Selasa (17/11) lalu merupakan luncuran
terbesar selama sebulan terakhir.
Hingga
kini, status Gunung Sinabung masih Awas. Warga masih dilarang beraktivitas di
dalam radius 6 kilometer dari puncak di sisi timur dan 7 kilometer di sisi
selatan-tenggara. Sebanyak 2.592 keluarga atau 9.325 warga masih mengungsi.
Presiden
Joko Widodo (Jokowi) menargetkan proses relokasi warga di sekitar Gunung Sinabung
dapat tuntas pada akhir 2015. Presiden telah menunjuk Pangdam Bukit Barisan
Mayor Jenderal Lodewyjk Pusung sebagai koordinator lapangan penanganan bencana
itu.
"Untuk
semuanya saya harapkan akhir tahun ini selesai. Saya tanda-tangani keppres
mengenai penanganan Sinabung, dikomandoi oleh Pangdam. Saya harapkan target
bener-benar selesai," ujar Jokowi dalam rapat terbatas di Istana
Kepresidenan, Senin (21/9).
Sastrawan
Ginting, Penjabat Kepala Desa Kuta Rakyat yang juga koordinator 2.176 pengungsi
di Jambur Tongkoh, mengatakan, para pengungsi banyak yang tertekan.
"Pemikiran mereka sudah labil," katanya.
Pengungsi
cuma mendapat bantuan pangan tiga kali sehari dari beras raskin dan lauk
seadanya. "Tak ada pemenuhan gizi yang lain seperti susu. Untuk anak
balita pun tak ada susu," kata Sastrawan. Pengungsi membutuhkan bantuan
seperti susu, roti, gula, serta sabun mandi dan pasta gigi.
Karena
tidak berpenghasilan, para pengungsi tetap kembali ke desanya kendati dilarang.
Mereka tetap bolak-balik pulang untuk berladang sebisanya.
Warga
Kuta Rakyat tercatat tiga kali mengungsi selama Sinabung meletus, yakni pada
Agustus 2010, September 2013 hingga 28 September 2014, lalu mulai 16 Juni 2015 lalu.
Sementara
itu, pembangunan relokasi tahap pertama bagi warga Desa Bekerah, Simacem, dan
Sukameriah, warga di zona merah Sinabung, berjalan lambat. Hingga November 2012,
dari 370 rumah relokasi warga Sinabung tahap I yang sudah berdiri, baru 112
yang diserah-terimakan kepada warga. Sisanya belum diserah-terimakan karena
baru mendapat akses listrik 450 kilowatt-hour dari PLN. Sebanyak 130 rumah juga
belum mendapat aliran air PDAM.
Letnan
Dua Czi Timson Aritonang, mantan Perwira Seksi Logistik Satgas Relokasi Warga
Sinabung, yang berjaga di lokasi relokasi, mengatakan, fasilitas umum dan
fasilitas sosial juga belum terbangun, kecuali gereja yang sudah selesai 80
persen. Lahan pertanian juga tengah disiapkan.
Duka
Sinabung belum ada tanda-tanda berakhir, kita kembali diingatkan Gunung Bromo
yang batuk-batuk. Rabu (18/11), asap sulfatara di kawah Gunung Bromo terpantau
masih mencapai ketinggian 50-100 meter dari puncak kawah. Asap itu berwarna
putih tipis hingga sedang juga tercium pekat bau belerang.
Pekan
lalu sempat muncul asap berwarna pekat selama dua hingga tiga hari dari kawah
Bromo. Kini asap pekat itu sudah mulai berkurang dan berganti dengan asap putih
tipis hingga sedang.
Namun
status masih Waspada dan wisatawan tetap dilarang mendaki sampai ke bibir
kawah. Wisatawan masih bisa melihat sunrise dari penanjakan dan sekitarnya.
Wisatawan juga tetap dapat menikmati lautan pasir dan savana.
"Radius
aman satu kilometer, sehingga wisatawan dilarang naik ke kawah Bromo dan
aktivitas wisatawan dibatasi hingga lautan pasir saja," kata Kepala Balai
Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Ayu Dewi Utari, medio pekan
lalu.
Menurut
dia, TNBTS telah menerima pemberitahuan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG) tentang frekuensi kegempaan Gunung Bromo yang
meningkat, namun status gunung tersebut masih Waspada.
"Untuk
itu, kami mengambil beberapa langkah yakni memasang rambu larangan naik ke
kawah Gunung Bromo di empat pintu masuk dan di batas tangga naik ke kawah
Bromo," jelasnya.
Guna
menghindari wisatawan yang nekat dan menerobos naik ke puncak Bromo, TNBTS
menempatkan sejumlah petugas. Pihak TNBTS pun selalu berkoordinasi dengan
petugas Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Bromo di Desa Ngadisari, Kecamatan
Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
"Kami
akan meminta informasi secara intens dari PPGA dan PVMBG terkait dengan
aktivitas Gunung Bromo dan status gunung tersebut, sehingga kami bisa melakukan
antisipasi dan langkah-langkah lebih lanjut terhadap aktivitas wisatawan di
Bromo," kata dia.
Kabar
gunung api batuk-batuk datang pula dari Gunung Marapi. Sabtu (14/11) sekira
pukul 22.23 WIB, gunung yang berlokasi di antara Kabupaten Tanah Datar dan
Kabupaten Agam Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) itu dikabarkan meletus. "Dari
rekaman seismik terjadi sekali dengan amplitudo 29.4 milimeter (mm), durasi
(lama gempa) 40 detik," ungkap Petugas Pos Pengamat Gunung Api (PGA)
Marapi, Warseno.
Warseno
mengatakan hujan abu dampak dari letusan mengarah ke daerah Panyalaian.
"Secara visual tidak teramati (letusannya), tapi dari remakan seismik,
(letusan) kategori sedang," ujar Warseno.
Dia
menjelaskan, surat rekomendasi yang dikeluarkan Badan Geologi, Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) bernomor 1385/45/BGL.V/2011
tentang peningkatan status Gunung Marapi belum dicabut. Dalam surat tertanggal
3 Agustus 2011 tersebut, dijelaskan, status Gunung Marapi meningkat, dari
normal (level I) menjadi waspada (level II).
"Rekomendasi
masih berlaku, radius tiga kilometer dari pusat erupsi, tertutup untuk
aktivitas masyarakat termasuk pendaki," tuturnya menambahkan.
Tiga
gunung api di tiga provinsi itu telah memberikan sinyal alam. Bahwa alam tidak
boleh dieksploitasi dan ditempat seenaknya oleh manusia. Harus ada wilayah
dalam radius tertentu yang mesti dikosongkan agar kerusakan lingkungan tidak
semakin parah. Banyak gunung semakin gundul akibat jamahan dan keserakahan
manusia. Kita mesi belajar dari kearifan alam dalam memberikan jawaban atas
ulah manusia yang membuat kerusakan di muka bumi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar