Minggu, 22 November 2015

Antara Sinabung, Marapi dan Bromo


Hasil gambar untuk gunung marapi meletus

Sejumlah gunung api di Indonesia semakin aktif. Bahkan, ada gunung yang demikian aktif tiada henti dalam beberapa tahun belakangan. Penduduk sekitar pun khawatir dan minta direlokasi.
=========
  

Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kembali mengeluarkan awan panas yang besar, Selasa (17/11) lalu. Sepanjang hari itu, gunung yang saat ini paling aktif di Indonesia tersebut mengeluarkan sembilan kali awan panas guguran.

Awan panas terbesar terjadi pada pukul 13.21 dengan jarak luncur mencapai 4.000 meter. Tinggi kolom abu mencapai 2.000 meter dengan arah angin ke barat-barat daya. Hujan abu mengguyur kawasan Kecamatan Payung dan sekitarnya.

"Masih ada sisa lava di atas gunung. Namun, kami tidak tahu berapa volumenya karena puncak gunung tertutup kabut," kata Deri Al Hidayat, pengamat Gunung Api Sinabung, di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung, Desa Ndokum Siroga, Simpang Empat, Karo, seperti dikutip lipsus.kompas.com.

Luncuran awan panas akan terus terjadi tergantung pertumbuhan kubah lava. Sehari sebelumnya, guguran awan panas terjadi empat kali dengan jarak luncur mencapai 3.500 meter. Luncuran awan panas Selasa (17/11) lalu merupakan luncuran terbesar selama sebulan terakhir.

Hingga kini, status Gunung Sinabung masih Awas. Warga masih dilarang beraktivitas di dalam radius 6 kilometer dari puncak di sisi timur dan 7 kilometer di sisi selatan-tenggara. Sebanyak 2.592 keluarga atau 9.325 warga masih mengungsi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan proses relokasi warga di sekitar Gunung Sinabung dapat tuntas pada akhir 2015. Presiden telah menunjuk Pangdam Bukit Barisan Mayor Jenderal Lodewyjk Pusung sebagai koordinator lapangan penanganan bencana itu.
"Untuk semuanya saya harapkan akhir tahun ini selesai. Saya tanda-tangani keppres mengenai penanganan Sinabung, dikomandoi oleh Pangdam. Saya harapkan target bener-benar selesai," ujar Jokowi dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Senin (21/9).

Sastrawan Ginting, Penjabat Kepala Desa Kuta Rakyat yang juga koordinator 2.176 pengungsi di Jambur Tongkoh, mengatakan, para pengungsi banyak yang tertekan. "Pemikiran mereka sudah labil," katanya.

Pengungsi cuma mendapat bantuan pangan tiga kali sehari dari beras raskin dan lauk seadanya. "Tak ada pemenuhan gizi yang lain seperti susu. Untuk anak balita pun tak ada susu," kata Sastrawan. Pengungsi membutuhkan bantuan seperti susu, roti, gula, serta sabun mandi dan pasta gigi.

Karena tidak berpenghasilan, para pengungsi tetap kembali ke desanya kendati dilarang. Mereka tetap bolak-balik pulang untuk berladang sebisanya.

Warga Kuta Rakyat tercatat tiga kali mengungsi selama Sinabung meletus, yakni pada Agustus 2010, September 2013 hingga 28 September 2014, lalu mulai 16 Juni 2015 lalu.

Sementara itu, pembangunan relokasi tahap pertama bagi warga Desa Bekerah, Simacem, dan Sukameriah, warga di zona merah Sinabung, berjalan lambat. Hingga November 2012, dari 370 rumah relokasi warga Sinabung tahap I yang sudah berdiri, baru 112 yang diserah-terimakan kepada warga. Sisanya belum diserah-terimakan karena baru mendapat akses listrik 450 kilowatt-hour dari PLN. Sebanyak 130 rumah juga belum mendapat aliran air PDAM.

Letnan Dua Czi Timson Aritonang, mantan Perwira Seksi Logistik Satgas Relokasi Warga Sinabung, yang berjaga di lokasi relokasi, mengatakan, fasilitas umum dan fasilitas sosial juga belum terbangun, kecuali gereja yang sudah selesai 80 persen. Lahan pertanian juga tengah disiapkan.

Duka Sinabung belum ada tanda-tanda berakhir, kita kembali diingatkan Gunung Bromo yang batuk-batuk. Rabu (18/11), asap sulfatara di kawah Gunung Bromo terpantau masih mencapai ketinggian 50-100 meter dari puncak kawah. Asap itu berwarna putih tipis hingga sedang juga tercium pekat bau belerang.

Pekan lalu sempat muncul asap berwarna pekat selama dua hingga tiga hari dari kawah Bromo. Kini asap pekat itu sudah mulai berkurang dan berganti dengan asap putih tipis hingga sedang.

Namun status masih Waspada dan wisatawan tetap dilarang mendaki sampai ke bibir kawah. Wisatawan masih bisa melihat sunrise dari penanjakan dan sekitarnya. Wisatawan juga tetap dapat menikmati lautan pasir dan savana.

"Radius aman satu kilometer, sehingga wisatawan dilarang naik ke kawah Bromo dan aktivitas wisatawan dibatasi hingga lautan pasir saja," kata Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Ayu Dewi Utari, medio pekan lalu.

Menurut dia, TNBTS telah menerima pemberitahuan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tentang frekuensi kegempaan Gunung Bromo yang meningkat, namun status gunung tersebut masih Waspada.

"Untuk itu, kami mengambil beberapa langkah yakni memasang rambu larangan naik ke kawah Gunung Bromo di empat pintu masuk dan di batas tangga naik ke kawah Bromo," jelasnya.

Guna menghindari wisatawan yang nekat dan menerobos naik ke puncak Bromo, TNBTS menempatkan sejumlah petugas. Pihak TNBTS pun selalu berkoordinasi dengan petugas Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Bromo di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.

"Kami akan meminta informasi secara intens dari PPGA dan PVMBG terkait dengan aktivitas Gunung Bromo dan status gunung tersebut, sehingga kami bisa melakukan antisipasi dan langkah-langkah lebih lanjut terhadap aktivitas wisatawan di Bromo," kata dia.

Kabar gunung api batuk-batuk datang pula dari Gunung Marapi. Sabtu (14/11) sekira pukul 22.23 WIB, gunung yang berlokasi di antara Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) itu dikabarkan meletus. "Dari rekaman seismik terjadi sekali dengan amplitudo 29.4 milimeter (mm), durasi (lama gempa) 40 detik," ungkap Petugas Pos Pengamat Gunung Api (PGA) Marapi, Warseno.

Warseno mengatakan hujan abu dampak dari letusan mengarah ke daerah Panyalaian. "Secara visual tidak teramati (letusannya), tapi dari remakan seismik, (letusan) kategori sedang," ujar Warseno.

Dia menjelaskan, surat rekomendasi yang dikeluarkan Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) bernomor 1385/45/BGL.V/2011 tentang peningkatan status Gunung Marapi belum dicabut. Dalam surat tertanggal 3 Agustus 2011 tersebut, dijelaskan, status Gunung Marapi meningkat, dari normal (level I) menjadi waspada (level II).

"Rekomendasi masih berlaku, radius tiga kilometer dari pusat erupsi, tertutup untuk aktivitas masyarakat termasuk pendaki," tuturnya menambahkan.

Tiga gunung api di tiga provinsi itu telah memberikan sinyal alam. Bahwa alam tidak boleh dieksploitasi dan ditempat seenaknya oleh manusia. Harus ada wilayah dalam radius tertentu yang mesti dikosongkan agar kerusakan lingkungan tidak semakin parah. Banyak gunung semakin gundul akibat jamahan dan keserakahan manusia. Kita mesi belajar dari kearifan alam dalam memberikan jawaban atas ulah manusia yang membuat kerusakan di muka bumi. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar