Senin, 06 Februari 2017

Label-label Rekaman Perintis Musik Pop di Indonesia

Industri musik di Indonesia diketahui mulai mengalami perkembangan sejak tahun 1950-an yang ditandai dengan munculnya perusahaan rekaman pertama milik pribumi dengan nama Irama pada tahun 1951 di Jakarta. Perusahaan rekaman ini adalah milik Soejoso Karsono atau yang akrab disapa Mas Jos, seorang Perwira Angkatan Udara RI. Pada awalnya pria yang lahir pada 18 Juli 1922 di Bangka Belitung ini mendirikan perusahan rekaman pertama kalinya di garasi rumah yang berukuran 2×3 meter di Jalan H. Agus Salim No. 65 dan di Jalan Basuki No.23.

Mas Jos memiliki idealisme musik yang terbilang tinggi, baginya musik adalah bentuk ekspresi jiwa, sehingga tidak mengherankan ketika membangun bisnis rekaman, Mas Jos tidak begitu memperhitungkan untung ruginya. Hampir semua genre musik direkamnya, mulai dari pop, jazz, keroncong, gambang kromong, kasidah, gambus, bahkan lagu-lagu daerah tak luput dari tangan dinginnya. Sebagian besar musisi kondang melakukan rekaman di studio rekaman miliknya, sebut saja Nick Mamahit, Mus Mualim, Bing Slamet, Jack Lesmana, Sam Saimun, Titiek Puspa, Sjaiful Bachri, Bubi Chen, Rahmat Kartolo, Adikarso, Nien Lesmana, Ida Rojani, Jules Fioole, Hasnah Thahar, Fenty Effendy, Tiga Dara Sitompul, Oslan Husein, Iva Nilakreshna, Mus D.S, Karsono Bersaudara, Lilis Surjani, Munif Bahsuan, Mashabi, Kris Budiono, Henny Purwonegoro, Mariati, Orkes Teruna Ria, Yanti Bersaudara, Trio Visca, Waldjinah, Nenny Triana, Orkes Kelana Putra, Orkes Simatulangi, hingga Koes Bersaudara yang kelak dianggap sebagai penggerak musik pop di Indonesia.

Rekaman pertama yang dilakukan Label Irama adalah pianis jazz Nick Mamahit bareng trio Dick Abel, Dick van der Capeilen serta Max van Dalm. Idealisme yang tinggi justru membuat manajemen keuangan label Irama mengalami kendala. Hingga kemudian di tahun 1967 Mas Jos menghentikan produksi Irama dan industri rekaman miliknya dinyatakan pailit. Namun demikian hal itu tidak menyurutkan semangat Mas Jos dalam bermusik.
Hal ini dibuktikan dengan gebrakannya mendirikan tiga studio rekaman baru di tahun 1968 yang menggantikan label sebelumnya, Irama. Label baru tersebut diberi nama Elshinta, Jasmine dan J&B. Bahkan pada awal tahun 1980-an Mas Jos mendirikan Label Suara Irama Indah yang berhasil merilis album solo Indra Lesmana yang tak lain adalah keponakannya. Selain bergelut dengan bisnis rekaman, Mas Jos juga mulai melirik bisnis broadcasting dengan mendirikan Radio Elshinta pada akhir tahun 1960-an, dan Suara Irama Indah di akhir tahun 1980-an. Bukan hanya itu, Mas Jos juga berniat mendirikan stasiun televisi, namun harus pupus karena pemerintah pada saat itu tidak mengijinkan pihak swasta mendirikan stasiun televisi.
Di permulaan tahun 1950-an musik populer tanah air mulai banyak dipengaruhi aliran musik seperti Cha-cha-cha, Mambo, dan Tango yang banyak dikenalkan di lantai dansa. Pada masa itu banyak musisi Indonesia yang kemudian mengadaptasi gaya latin dari musisi Xavier Cugat, Perez Prado, serta sejumlah penyanyi yang juga terpengaruh jenis musik tersebut, antara lain Nat King Cole sampai Harry Belafonte. Beberapa lagu yang kemudian populer di era ini adalah “Aksi Kutjing”, Papaja Cha-cha-cha”, dan dinyanyikan oleh Adikarso di bawah Label Irama waktu itu.
Sekitar tahun 1954, sebuah perusahaan rekaman baru didirikan oleh Mohammad Sidik Tamimi atau yang lebih dikenal dengan Dick Tamimi. Pria kelahiran Kerawang pada 13 Februari 1922 ini memiliki banyak kesamaan dengan Mas Jos dalam bermusik, bahkan hobi radio dan menjadi penerbang merupakan kesamaan dari keduanya. Dan yang terakhir adalah sama-sama mendirikan perusahaan rekaman untuk menyalurkan idealisme mereka dalam bermusik.
Dick Tamimi merupakan pensiunan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) di tahun 1953. Tak mau berdiam diri, Dick Tamimi memanfatkan waktu pensiunnya dengan menjadi sound engineer di studio musik milik Mas Jos. Hingga kemudian di tahun 1954 Dick mendirikan Dimita Moulding Industries yang membawahi dua lebel sekaligus yaitu Mesra dan Melody. Beberapa musisi ternama dikontrak perusahaan rekaman miliknya, mulai dari Koes Bersaudara yang pindah dari Label Irama dan bermetamorfosis menjadi Koes Plus di tahun 1969, Panbers, Dara Puspita, Diselina, Medenasz, The Brims, Paramour, Man’s Group, Diah Iskandar, Ernie Djohan, Elly Kasim, Sandra Sanger, Rossy hingga Benjamin Sueb.
Di kisaran tahun yang sama, perusahaan rekaman baru bernama Remaco muncul, nama Remaco tak lain merupkan singkatan dari Republic Manufacturing Company, yang dikelola oleh pasangan suami istri Moestari dan Titien Soemarni. Namun di tahun 1964 perusahaan ini diambil alih oleh E. Timothy setelah Moestari meninggal. Dalam perkembangannya, Remaco berhasil menjadi perusahaan rekaman terbesar di Indonesia di tahun 1970-an. Remaco juga dikenal membawahi banyak musisi ternama, sebut saja Ernie Djohan, Bob Tutupoly, Pattse Bersaudara, Titiek Sandhora dan Muchsin Alatas dan masih banyak lagi.
titiek-puspa
Di tahun 1955, pemerintah menggagas perusaahan rekaman yang diberi nama Lokananta dan berkedudukan di Solo. Tugas utama perusaahan rekaman ini adalah mendokumentasikan berbagai program acara di Radio Republik Indonesia (RII) yang dibuat dalam bentuk pita reel maupun piringan hitam.
Di lain pihak Lokananta juga menjadi bagian industri musik di tanah air saat itu dengan merilis berbagai album dari musisi ternama seperti Didi Pattirane, Bing Slamet, Sam Saimun, Waldjinah, Titiek Puspa, Gesang, Christine Kabane, Bob Tutupoly, A. Kadir, A. Rafiq dan masih banyak lagi lainnya termasuk juga Gendhing Karawitan yang merupakan gubahan dari dalang ternama Ki Narto Sabdo serta Karawitan dari Jawa Surakarta dan Yogyakarta, bahkan juga rekaman kesenian Ludruk.
Selain berperan sebagai mitra RRI, Lokananta juga ikut meramaikan industru musik di tanah air terutama karena meliaht potensi pasar musik tanah air yang besar. Dan pada tahun 1961, status Lokananta menjadi perusaahan milik negara, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 251 tahun 1961.
Adalah Jamin Widjaja atau lebih dikenal dengan Amin Widjaja, mendirikan label rekaman bernama Bali, Canary dan Metropolitan pada tahun 1960-an. Pada awal usahanya, Amin belum memiliki studio rekaman sendiri hingga harus menyewa studio milik Remaco untuk memfasilitasi musisi yang dikontraknya saat rekaman.
Amin Widjaja juga membentuk homeband yang dikenal dengan Eka Sapta, dimana grup ini didukung oleh sederet musisi ternama era itu, seperti Bing Slamet, Idris Sardi, Benny Mustafa, Kiboud Maulana, Enteng Tanamal, hingga Jopie Item. Band Eka Sapta kemudian menjadi band pengiring bagi hampir seluruh artis yang bernaung di bawah label milik Amin Widjaja.
Berkat kerja kerasnya, Amin Widjaja berhasil mendirikan studio rekaman di tahun 1971 yang terletak di Pancoran dan diberi nama Metropolitan Studio. Perkembangan bisnis studio rekamannya semakin pesat dan label Metropolitan pun diubah menjadi Musica Studio yang sudah sangat di kenal hingga saat ini.
Kemunculan format kaset yang menggantikan piringan hitam dalam industri musik di awal tahun 1970-an membuat industri musik semakin bersinar. Bentuk kaset yang praktis dengan harga yang terjangkau dengan cepat mampu merebut hati masyarakat penikmat musik. Beberapa label rakaman mulai muncul dan berkembang, seperti Purnama, Indah, Indra, Nirwana, Hidayat Audio, Irama Mas, Yukawi, Pramaqua, dan Irama Tara.
Namun disayangkan jika kemudian beberapa perusahaan rekaman perintis mengalami krisis keuangan hingga menyebabkan beberapa di antaranya bangkrut dan gulung tikar. Dimulai dari Irama yang bubar pada tahun 1967 dan Mesra di tahun 1974. Hal ini diperparah dengan banyaknya kaset bajakan yang beredar sehingga memaksa Dick Tamimi menutup usahanya sebagai bentuk kekecewaannya kepada industri musik tanah air. Adapun album yang banyak menjadi sasaran pembajakan adalah album milik Koes Plus dan Panbers.
Perkembangan industri rekaman tanah air semakin tumbuh subur terlebih dengan bermunculannya perusahaan rekaman daerah seperti di Surabaya pada tahun 1973, sebut saja Serimpi, Indra, Suara Mas, dan Nirwana.
Sedangkan di Indonesia bagian Timur, Makassar disebut-sebut sebagai sentra bisnis Indonesia Timur ditandai dengan munculnya tiga label rekaman yang merupakan ekspansi label dari Jawa seperti Special, Suara Mas, dan OK di tahun 1973 hingga 1975. Jumlah label bertambah di tahun 1976 dengan munculnya label Irama Baru. Lagu yang banyak direkam oleh stuido rekaman di wilayah Makassar adalah lagu berbahasa daerah Makassar, Bugis, Mandar, dan Toraja.
Selain di Makassar label rekaman juga muncul di Medan dan daerah lain yang tersebar di Indonesia. Hal ini menjadi bukti bahwa musik telah banyak dinikmati oleh seluruh rakyat di Indonesia.
Referensi: 100 Tahun Musik Indonesia oleh Dennie Sakrie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar