Senin, 16 Maret 2015

3 Penjahat legendaris ini dieksekusi mati pertama kali di Indonesia



3 Penjahat legendaris ini dieksekusi mati pertama kali di Indonesia
Ilustrasi Narapidana. ©2014 Merdeka.com

Sampai saat ini memang belum ada catatan pasti jumlah terpidana mati yang telah dieksekusi, terutama catatan-catatan eksekusi pada masa pemerintahan Pemerintahan Orde Baru. Namun demikian, dalam catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), kasus eksekusi mati pertama kali terjadi pada 1979.

Seperti ditulis KontraS dalam working paper berjudul "Praktik Hukuman Mati di Indonesia", yang memaparkan tabel data para terpidana mati yang sudah dieksekusi mati sejak 1979 hingga 2007. Selama kurun waktu itu, setidaknya 56 terpidana mati sudah dieksekusi di negeri ini. Kemudian bila ditambah jumlah terpidana mati yang sudah dieksekusi sejak 2008 hingga 2015, maka total keseluruhan sekitar 71 terpidana mati sudah dieksekusi.

Dalam catatan KontraS ada tiga orang yang dieksekusi pertama kali, yakni Oesin Bestari pada 1979, kemudian Kusni Kasdud pada 1980 disusul Hengky Tupanwael pada tahun yang sama. Ketiganya merupakan terpidana mati kasus pembunuhan dengan korban lebih dari satu orang.

Berikut ini cerita 3 penjahat legendaris dieksekusi mati pertama kali di Indonesia, seperti dirangkum merdeka.com, Minggu (18/1) pagi:

1.
Oesin Bestari

Merdeka.com - Kisah Oesin Bestari ini populer di Surabaya. Dia bukanlah pejabat atau pengusaha kaya, tapi dia hanya seorang pedagang kambing sekaligus tukang jagal kambing. Namun demikian bisa dibilang dia pembunuh berdarah dingin karena tega menghabisi 6 rekan bisnisnya.

Oesin merupakan warga Desa Jagalan, Mojokerto, Jawa Timur. Sehari-hari dia bekerja sebagai pedagang kambing dan tukang jagal. Namun dengan cara sadis dia mengatur siasat untuk menghabisi 6 rekan bisnisnya pada 1964 di tempat terpisah secara berurutan.

Pembunuhan pertama ia lakukan di rumahnya di Desa Jagalan. Lima orang lainnya ia bunuh di sebuah rumah yang disewanya di Desa Seduri, di pinggir jalan raya antara Mojokerto-Surabaya. Setelah pembunuhan pertama rupanya ia sudah merencanakan pembunuhan-pembunuhan selanjutnya. Untuk itu ia menyewa rumah milik Abdul Wahid di Desa Seduri.

Seperti bunyi peribahasa, sepandai-pandai tupai melompat pada akhirnya jatuh juga. Begitu juga dengan Oesin, sepandai-pandainya dia mengatur pembunuhan keji, pada akhirnya ketahuan juga. Pembunuhan itu terbongkar saat dia menghabisi korban keenamnya.

Korbannya itu sempat berteriak minta tolong sebelum mengembuskan napas terakhir. Teriakan ini didengar tetangganya dan membuat aksinya terkuak. Oesin lalu diburu polisi dan ditangkap. Atas kejahatannya tersebut, dia vonis mati.

Akhirnya, Oesin tewas di depan regu tembak pada 14 September 1978 subuh di tepi pantai daerah Kenjeran, Surabaya, pada 1979.

2.
Kusni Kasdut

Merdeka.com - Setahun kemudian, eksekusi mati kembali dilakukan. Kali ini, terpidana mati yang dieksekusi adalah Waluyo alias Kusni Kasdut, penjahat legendaris di negeri ini. Dia dieksekusi mati pada 1980 sebagai ganjaran atas serangkaian kejahatan dan pembunuhan yang dia lakukan.

Kusni Kasdut sebelum terjerumus ke dunia hitam konon adalah tentara pejuang yang melawan penjajah Belanda pada masa revolusi 1945. Setelah itu dia berusaha masuk TNI namun beberapa kali ditolak. Pada 1960 aksi kejahatan Kusni Kasdut pertama kali terjadi. Dengan sepucuk pistol dia menembak seorang keturunan Arab kaya raya bernama Ali Bajhened, kemudian namanya makin berkibar sebagai pencuri benda seni saat dia merampok Museum Nasional atau Museum Gajah pada 31 Mei 1961.

Waktu itu, Kusni menyamar dengan memakai seragam polisi. Dia lalu masuk ke museum, menyandera pengunjung dan menembak mati seorang petugas museum. Sebanyak 11 permata koleksi museum dibawa lari. Kusni kemudian ditangkap saat menjual permatanya di Semarang.

Kisah Kusni ini dibumbui kisah heroisme. Dia misalnya, konon disebut-sebut sebagai 'Robin Hood Indonesia' karena membagikan harta rampokannya pada orang-orang miskin. Kusni kemudian dijatuhi hukuman mati atas kejahatan yang dilakukannya.

Di penjara, Kusni kemudian bertobat dan dia dibaptis menjadi pemeluk Katolik dengan nama Ignatius Waluyo. Sebelum dihukum mati, Kusni sempat membuat lukisan Katedral dari gedebok pisang yang masih tersimpan di Katedral Jakarta.

Kabar grasinya yang ditolak presiden diterimanya saat dia mendekam di LP Kalisosok pada Februari 1980. Kusni kemudian dieksekusi pada 16 Februari 1980 di dekat Kota Gresik, Jawa Timur.


3.
Henky Tupanwael

Merdeka.com - Di tahun yang sama pada 1980, penjahat yang tidak kalah sadis dengan Kusni Kasdut, Henky Tupanwael juga dieksekusi mati. Nama Hengky memang tidak setenar Kusni Kasdut. Namun riwayat kejahatannya yang dibuatnya tidak kalah panjang dan sadis. Dia bisa dibilang akrab dengan penjara karena sering kabur.

Ia memulai debutnya sebagai pencuri kecil masuk bui khusus anak-anak karena mencuri sepotong celana. Pada usia muda, sekitar 17 tahun, ia menembak seorang polisi militer. Karena kejahatannya tersebut Henky mulai berkenalan dengan penjara yang di Sukamiskin, Bandung, 1951. Beberapa tahun kemudian, 1957, dia melakukan perampasan hingga harus masuk penjara lagi selama tiga tahun. Lepas dari hukuman, tidak kapok, dia merampok Bank Ekonomi Nasional di Bandung.

Saat ditahan pada 1963 dalam kejahatan perampokan tersebut, Henky kabur dari penjara Banceui. Ia tertangkap dan masuk bui lagi, karena terlibat peristiwa penggarongan di rumah seorang hakim di Bandung. Akibat peristiwa tersebut Henky dijebloskan ke penjara Nusakambangan. Lagi-lagi dia kabur. Selepas dari Nusakambangan, Henky kembali bergabung dengan teman-temannya di Jakarta. Dia lalu merampok Bank Nusantara dengan omzet Rp 21 juta lebih. Dia juga menembak mati dua orang.

Dia lalu kembali ditangkap dan ditahan. Henky lalu divonis mati. Pada 1980, tak lama setelah eksekusi mati Kusni Kasdut, Henky juga dieksekusi di depan regu tembak. (www.merdeka.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar